Komisi II DPRD Kabupaten Probolinggo Kunker Ke RPH Maron

Komisi II DPRD saat di RPH Maron.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

(Masih di Temukan Sapi Betina Produktif Disembeleh)
Kabupaten Probolinggo, Bhirawa
Komisi II DPRD Kabupaten Probolinggo melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Rumah Potong Hewan (RPH) Maron. Rombongan yang dipimpin oleh Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Probolinggo Sugito disambut oleh petugas dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Kabupaten Probolinggo dan petugas dari RPH Maron. Masih di temukan sapi betina produktif disembeleh.
Dalam kesempatan tersebut Komisi II DPRD Kabupaten Probolinggo menanyakan beberapa hal. Diantaranya, apa yang telah dilakukan DPKH terkait pelaku usaha/jagal yang memotong di luar RPH dan berapa biaya retribusi setiap ekor sapi bila dipotong di RPH.
“Apa yang akan dilakukan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Probolinggo selanjutnya bila jagal masih memotong di luar RPH. Mengapa bangunan RPH ada di tengah pasar,” kata Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Probolinggo Sugito, Minggu 23/2/2020.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Kasi Kesehatan Masyarakat Veteriner DPKH Kabupaten Probolinggo drh. Nikolas Nuryulianto menyampaikan terkait pelaku usaha/jagal yang memotong di luar RPH, DPKH telah melakukan sosialisasi/pembinaan dengan para jagal terkait keamanan pangan asal hewan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) serta memberikan surat pernyataan bermaterai yang di tanda tangan para jagal di luar RPH untuk bersedia masuk ke RPH.
“Surat peringatan 1 dan 2 sudah diberikan kepada para jagal untuk memotong di RPH, menambah sarana prasarana RPH setiap tahun agar lebih baik sesuai standar RPH serta bekerja sama dengan lintas sektoral seperti Dinas Lingkungan Hidup, Polres Probolinggo, Dinas Penanaman Modal dan PTSP, Disperindag dan Bappeda melihat RPH dan jagal di luar RPH,” tuturnya.
Disamping itu jelas Niko, pihaknya juga duduk bersama dengan para jagal untuk mendengarkan keinginan mereka agar mau memotong di RPH dan memenuhi/mencukupi keinginan para jagal agar memotong di RPH. “Namun para jagal masih kembali pada kebiasaan lama yang sudah puluhan tahun melakukan kegiatan pemotogan di luar RPH karena mereka merasa nyaman,” jelasnya.
Terkait dengan biaya retribusi setiap ekor sapi bila dipotong di RPH Niko menerangkan biaya retribusi berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2011 dan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 21 Tahun 2014 Tentang Retribusi, maka untuk setiap ekor sapi yang dipotong di RPH dikenakan biaya Rp 20.000 dengan perincian Rp.5.000 untuk pemeriksaan kesehatan hewan dan Rp 15.000 untuk pemakaian kekayaan daerah.
“Bila jagal masih memotong di luar RPH maka pihaknya akan memberikan data jagal yang memotong di luar RPH ke Satpol PP Kabupaten Probolinggo. Jagal yang masih memotong di luar RPH diharapkan ada sidak dari Satpol PP serta memberikan banner bertuliskan daging dari RPH untuk dipasang di kios daging yang mengambil/memotong di RPH,” terangnya.
Terkait bangunan RPH yang berada di tengah pasar Niko menegaskan bahwa bangunan RPH sudah ada sebelum masyarakat banyak membangun rumah dan usaha di sekitar RPH. “Saat ini terlihat RPH terjepit dan sarana transportasi menjadi sempit,” lanjutnya.
Larangan penyembelihan sapi betina produktif belum sepenuhnya ditaati oleh sebagian warga Kabupaten Probolinggo. Selama dua tahun terakhir, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Kabupaten Probolinggo masih menemukan kasus serupa.
Karenanya, DPKH rutin menyosialisasikan adanya larangan ini kepada warga. DPKH menyosialisasikan larangan ini kepada para istri jagal di Kecamatan Banyuanyar. Harapannya, agar para istri ini mampu memperingatkan suaminya agar tidak menyembelih sapi betina ruminansia produktif.
Sebab, menyembelih sapi betina ruminansia produktif melanggar Undang-undang Nomor 18/2009 juncto UU Nomor 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) RI Nomor 48/2016 tentang Upsus Siwab. Lebih lanjut Nikolas Nuryulianto mengatakan, dalam UU itu ada sanksi pidana bagi para jagal jika menyembelih sapi betina produktif. Yakni, tercantum dalam pasal 85 dan 86. “Jadi, tidak boleh sembarangan. Jika ada yang menyembelih, bisa kena pidana,” ujarnya.
Menurutnya, di Rumah Potong Hewan (RPH) di daerahnya selama dua tahun terakhir masih ada yang memotong sapi betina. Namun, itu dilakukan dengan alasan yang memenuhi syarat diperbolehkannya pemotongan. Di antaranya, karena sakit atau cacat. “Pada 2018 lalu sepuluh ekor dipotong, selanjutnya pada 2019 juga ada, jumlahnya menurun, hanya 7 ekor,” tandasnya.
Mengenai penyembelihan di luar RPH, Nikolas mengaku tidak memiliki data. Karenanya, pihaknya berharap para ibu berperan aktif dalam menyampaikan dan mengingatkan para suami dan warga di lingkungannya untuk tidak memotong sapi betina produktif.
“Selain itu, memilih dan membeli daging yang dipotong di RPH. Karena, RPH Kabupaten Probolinggo sudah bersertifikat halal dan dicukupi dengan sarana prasarana. Bahkan, pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong maupun daging yang akan diedarkan di pasar tradisional. Semuanya, untuk menjamin ketersediaan pangan asal hewan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal),” tambahnya.(Wap)

Tags: