DPR-RI Desak Industri Gunakan Air Bawah Tanah

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemkot Surabaya, Bhirawa
Komisi V DPR RI mendesak  Pemkot Surabaya agar memperbolehkan kalangan industri  menggunakan air bawah tanah. Komisi yang membidangi perdagangan, industri, investasi, UKM, BUMN dan koperasi itu beralasan justru penggunaan air bawah tanah yang dilakukan kalangan industri lebih terkontrol dibandingkan dengan warga.
‘’Kalau kalangan industri memakai air bawah tanah sesuai dengan kebutuhan dan bisa terkontrol secara baik. Sedangkan  masyarakat menggunakan air bawah tanah tanpa bisa dikontrol karena mereka menggunakan semaunya,’’ beber anggota Komisi VI DPR RI, Bambang Haryo Soekartono, kemarin.
Bambang menambahkan, dari penggunaan air bawah tanah ini Pemda setempat bisa mendapatkan retribusi dari pengusaha. Sedangkan pengusaha sendiri tak perlu susah-susah mendapatkan air bersih untuk keperluannya. ‘’Sebenarnya pemakaian air bawah tanah oleh kalangan industri tidak akan berdampak terhadap kerusakan lingkungan,’’ tegasnya.
Pasalnya pengusaha akan memakai air secara terkontrol. Bahkan perusahaan itu tak mungkin memakai air sembarangan, karena mereka akan berpikir terhadap nasib usahanya jika pasokan air berkurang.
‘’Di China, industry bisa mendapatkan air tanah secara gratis. Makanya di sana bisa menekan ongkos produksi. Jika perusahaan dipaksa membeli air dari PDAM tentu akan meningkatkan ongkos produksi karena harga air PDAM untuk kalangan indutri lebih mahal dibandingkan dengan harga rumah tangga,’’ jelasnya.
Sehingga Bambang meminta BKPPM siap dalam mengkoordinir semua aspek perijinan di setiap SKPD, terutama berhubungan terhadap iklim usaha yang masuk di Surabaya.
Soal penggunaan air tanah itu sendiri mencuat,, ketika Bambang menanyakan soal berapa banyak perusahaan yang pindah dari Surabaya kepada Kepala Badan Koordinasi Pelayanan Penanaman Modal Kota Surabaya Eko Agus Supiadi.
Eko Agus sendiri menyatakan hanya ada satu perusahaan yang pindah ke Nganjuk. Sedangkan perusahaan lain tetap bertahan di Surabaya. Menurut Eko alasan pindah PT Lotus ke Nganjuk yang utama soal UMK di Surabaya yang dinilai tinggi.
Selain juga adanya larangan penggunaan air bawah tanah untuk industri. Padahal sebagai perusahaan tekstil membutuhkan pasokan air yang cukup banyak.
‘’Berdasarkan penelitian dari Bappeko, akibat adanya penggunaan air bawah tanah, menyebabkan  air bawah tanah di warga yang semula tawar menjadi payau karena tercampur dengan air laut. Tak itu saja, pemakaian air tanah dengan skala besar akan berdampak dengan terjadinya penurunan permukaan tanah. Dan ini sudah terjadi di Jakarta yang menyebabkan banjir,” ujarnya. [dre]

Tags: