Komisi V DPR RI Minta Jokowi Bersikap Tegas

Nizar Zahro

Nizar Zahro

DPRD Jatim, Bhirawa
Masih adanya rebutan antara dua kementerian yaitu Mendagri dan Menteri Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Daerah Tertinggal terkait pengelolaan dana desa sebesar Rp 56,1 triliun di APBN mendapat kritikan keras dari Komisi V DPR RI. Para rakil rakyat ini meminta Presiden Jokowi bertindak tegas untuk menentukan sikap siapa yang berhak mengelola dana tersebut.
Anggota Komisi V DPR RI Nizar Zahro menegaskan munculnya klaim dan rebutan antara dua kementerian, menunjukkan jika Jokowi tidak bersikap tegas dalam mengatur tupoksi antara dua kementerian tersebut. Bahkan di luaran sempat berkembang tudingan adanya ‘rebutan’ rejeki dan dukungan masyarakat, mengingat Mendagri dijabat PDIP dan MenPDPDT dijabat PKB.
“Memang baru kali ini ada menteri yang rebutan tupoksi, dan ini jelas memalukan. Artinya ini semakin memperlihatkan jika Presiden Jokowi tidak mampu mengatur bawahannya. Seharusnya dalam setiap masalah Jokowi bisa bersikap tegas sehingga tidak terjadi royokan rejeki seperti terjadi saat ini,”tegas pria dari Dapil XI Jatim Madura, Kamis (15/1).
Ditambahkannya sesuai UU 16 Tahun 2014 terkait pengelolaan dana desa seharusnya lebih ditekankan untuk memperkecil angka disparitas wilayah khususnya di kab/kota se-Indonesia. Karenanya, setelah UU Desa disahkan seharusnya segera muncul PP dan Instruksi Presiden (Inpres) terkait siapa yang berhak mengelola dana tersebut. Tapi kenyataannya sampai sekarang Jokowi belum mengeluarkan sikap jelas.
Di satu sisi anggaran PNPM mandiri beserta sejumlah pendamping diputus di tengah jalan, tanpa ada evaluasi. Padahal dalam APBN 2015, dana tersebut sudah dialokasikan sebesar Rp 9 triliun dalam DIPA (Dana Isian Pelaksanaan Anggaran), sedang Jatim dialokasikan Rp 890 miliar. ”Karenanya kalau PNPM ini dihapus tidak bisa serta merta dapat dialihkan ke dana pembangunan desa. Sesuai aturan harus diganti nomenklaturnya dan itu baru bisa dibahas pada masa persidangan pertama Februari dalam PAPBN 2015. Dengan begitu untuk sementara dana desa belum bisa dicairkan,”papar politisi asal Partai Gerindra ini.
Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Jatim Fredy Poernomo mengaku kebijakan pemerintahan Jokowi hanya pencitraan saja. Ini dibuktikan banyaknya sejumlah program yang digagasnya berjalan amburadul. Mulai soal tiga kartu sakti Jokowi, dana desa sampai Bansos. Sebaliknya, pemerintahan sekarang ini lebih banyak memberikan peluang kepada para kapitalis.
“Kalau persoalan ini terus berlanjut, justru akan merusak dan merugikan pemerintahan Jokowi sendiri. Mengingat segala kebijakan dan program untuk rakyat berjalan amburadul dan tidak jelas jluntrungnya. Karena itu, Presiden Jokowi harus mengambil sikap tegas sebelum masalah ini menjadi blunder dalam pemerintahannya sendiri,”lanjut politisi asal Golkar ini.
Sementara soal dana desa, dalam Keppres No 165 Tahun 2014 sudah jelas diatur bahwa urusan desa itu diurus oleh Menteri Desa. Dalam pasal 18 disebutkan bahwa pembangunan pedesaan, pemberdayaan masyarakat desa adalah wewenang Kementerian Desa. ”Jadi segala pelaksanaan urusan yang terkait pembangunan desa itu adalah wewenang Kementerian Desa bukan Kementerian Dalam Negeri,”tegasnya.
Selain itu UU tentang Desa juga sudah jelas menetapkan bahwa yang berhak mengatur dan juga mengimplementasikan UU tersebut adalah Menteri Desa, bukan Mendagri. Mendagri seharusnya legowo menyerahkan semua urusan terkait desa kepada Menteri Desa, karena itu sudah sesuai dengan tugas dibentuknya Menteri Desa. ”Jika ini dibiarkan tentu saja sangat berdampak negatif dan menghambat pembangunan desa yang menjadi ujung tombak pembangunan Indonesia,”lanjut Freddy. [cty]

Tags: