Komunikasi Asertif Dalam Polemik Vaksin Nusantara

Oleh :
M Fadeli
Penulis adalah Dosen Ilmu Komunikasi Fisip Ubhara Surabaya

Polemik antara Badan pengawas obat dan makanan BPOM dan Vaksin Nusantara karya Dr.Terawan Agus Putranto mantan Menteri Kesehatan kian ramai di media massa bahkan menjadi “rasan-rasan” di media sosial. Sikap nyinyir netizen membandingkan antara vaksin sinovac dari China dan vaksin nusantara karya anak bangsa, vaksin posisi dan oposisi bahkan sikap nyinyir ada kepentingan besar dibalik itu. Bagaimana ini bisa terjadi ditengah pandemi covid 19 yang membutuhkan penanganan yang cepat akurat serta kepedulian semua elemen bangsa.

Sangat memilukan jika pro kontra ini bergeser menjadi isu-isu politik kepentingan. Menurut versi BPOM Vaksin Nusantara belum melalui tahapan uji klinis tahap II, disisi lain vaksin nusantara mengklaim telah melalui tahapan riset yang ketat serta sama-sama mendapat dukungan para tokoh dan politisi. Kita yakin keteguhan BPOM dilatarbelakangi SOP dan landasan ilmiah, sedangkan vaksin nusantara juga dilandasi integritas keilmuan yang bisa dipertanggungjawabkan, pertanyaanya dimana letak permasalahannya ?. Jika tujuannya sama untuk berkontribusi menyelamatkan bangsa dari keterpurukan akibat pandemi covid 19, semestinya bukan mencari akar masalah akan tetapi mencari solusinya.

Sebagai karya anak bangsa tentu tidak ada alasan untuk tidak mendukung vaksin nusantara sedangkan BPOM sebagai lembaga resmi juga bekerja untuk menegakkan prosedur yang ada, hanya masalahnya adalah jika masing-masing pihak bersikap ego sentris ego sektoral maka kontroversi ini akan semakin melebar dan bias. Akibatnya substansi persoalan penanganan covid 19 ditinggalkan. Sentrisme mengakibatkan sikap tertutup terhadap carapandang lain, persepktif lain serta adanya kebanggaan berlebihan terhadap pengetahuan, menonjolkan kelebihan diri dan kelompoknya. Apalagi jika memasuki ego sektoral dimana kedua institusi saling mengklaim paling nasionalis, sehingga kedua belah pihak antara BPOM dan vaksin Nusantara memiliki kepentingan terhadap “sesuatu” maka masalahnya akan runyam.

Mengapa kedua belah pihak dan para pendukungnya tidak mendorong untuk ketemu dan melakukan komunikasi koordinasi. Dalam hal ini pemerintah juga harus hadir menfasilitasi menyediakan jalan tengah yang solutif dimana antara BPOM dan Vaksin Nusantara tidak kehilangan muka didepan publik. Presiden dapat memerintahkan Menteri Kesehatan dibantu satgas Covid 19 untuk bertindak cepat agar polemik ini tidak berkepanjangan. Karena akan menjadi bola liar terjadinya benturan institusi BPOM, RS.Gatot Subroto, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) para ilmuwa, bahkan fraksi-fraksi di Parlemen.

Problem komunikasi, selalu tidak terhindarkan dari berbagai polemik terjadi. Belajar dari berbagai macam problem-problem pada bangsa ini selalu pada masalah komunikasi yang tersumbat, akibat ego sentris maupun ego sektoral, sikap tertutup, beku kaku, fanatis menutup diri terhadap kelebihan dan kekurangan pihak lain. Hakikat komunikasi bukan hanya bertemunya kedua belah pihak akan tetapi sikap terbuka lapang dada. Dalam dunia komunikasi terdapat model komunikasi antar pribadi juga komunikasi organisasi untuk meminimalisir berbagai polemik. Tentu harus berani menaggalkan ego sentris dan ego sektoral. Mengembangkan komunikasi asertif dalam proses penyelesaian polemik yang terjadi akan menjadi alternatif. Karena komunikasi asertif lebih melihat ke dalam diri seseorang (misalnya memahami perasaan dan tujuan sendiri dan lain-lain), bertanggung jawab (terhadap apa yang dipikirkan, perilaku, dan lain-lain) dan jujur (menyajikan pesan verbal dan non verbal secara konsisten).

Pihak BPOM maupun Vaksin Nusantara bersikap asertif dalam menangani konflik dengan mengekspresikan kebutuhan, pikiran dan perasaan mereka secara jelas dan langsung namun tanpa menilai orang lain atau mendikte orang lain. Kita yakin kedua belah pihak sangat Nasionalis akan tetapi tidak saling mengkalim paling nasionalis. Ditengah bencana pandemi covid 19 dan beberapa bencana alam melanda diberbagai daerah, persiteruan vaksin nusantara sangat melukai perasaan masyarakat. Para tokoh bangsa harus mampu menahan diri untuk tidak menceburkan diri dalam kubangan konflik, dengan sikap dukung mendukung.

Disadari dengan pendekatan sikap serta keterampilan asertif tidak serta merta membuat komunikasi asertif mendapatkan apa yang diinginkan namun dapat memberikan para pihak yang sedang dalam wilayah polemik berkesempatan untuk saling memahami, jujur dan terbuka. Menurut Adler dkk dalam bukunya Understanding Human Communication (2006 : 239-243) suatu pesan asertif yang lengkap terdiri dari lima bagian yaitu deskripsi perilaku, intepretasi yang diberikan terhadap perilaku orang lain, deskripsi tentang perasaan yang dimiliki komunikator, deskripsi konsekuensi dan pernyataan intensi

Buah manfaat komunikasi asertif adalah memiliki kemampuan mengelola penghormatan terhadap diri baik assertor maupun pihak yang berinteraksi dengannya. Sebagai hasilnya adalah, mereka yang dapat mengelola konflik secara asertif memiliki pengalaman perasaan ketidaknyamanan saat mereka berada di dalam masalah alias berani “ingah-ingih” (jawa). Komunikasi asertif dipandang sebagai gaya komunikasi yang paling etis digunakan ketika kita dihadapkan pada sebuah konflik. Pendekatan komunikasi asertif dalam polemik vaksin nusantara agar tidak “merasa” saling kehilangan muka dimata publik. Pada akhirnya semua karya anak bangsa, akan muncul vaksin-vaksin lain dapat diakomodasi, didukung dan difasilitasi negara. Dan BPOM melakukan tugasnya memastikan aman dan layak dikonsumsi masyarakat tanpa “embel-embel” kepentingan lain seperti kata netizen.

——– *** ——–

Tags: