Komunikasi Krisis, Krisis Komunikasi

Oleh:
Sugeng Winarno
Pegiat Literasi Media, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
Komunikasi saat krisis memang tak mudah. Melalui kegiatan komunikasi diharapkan krisis mampu diredam bukan justru semakin parah. Komunikasi krisis terkait kasus virus Korona (Covid-19) tak berjalan mulus. Tak semua masyarakat mendapat informasi yang benar. Banyak orang yang justru termakan kabar bohong (hoaks). Komunikasi krisis yang dilakukan pemerintah dan sejumlah pihak tak mampu menyelesaikan krisis justru menjadi krisis komunikasi.
Informasi terkait virus Covid-19 simpang siur. Informasi yang diperoleh masyarakat banyak yang bersumber dari media sosial (medsos) ketimbang dari saluran komunikasi resmi pemerintah. Sementara informasi resmi pemerintah kalah kuat dibandingkan dengan narasi di medsos. Situasi krisis saat ini perlu pendekatan komunikasi yang tepat agar suasana tetap tenang dan tak menimbulkan kepanikan baru di masyarakat.
Beragam narasi terkait langkahnya masker di pasaran dan munculnya perilaku masyarakat yang berbelanja berlebihan (panic buying) semakin membuat situasi menakutkan. Kebingungan dan kepanikan masyarakat tak terlepas dari banyaknya informasi yang tak terjelaskan dengan gamblang. Ketidakjelasan informasi membuka peluang masuknya sejumlah informasi bohong yang beredar lewat medsos.
Bombardir Medsos
Kebanyakan masyarakat memang memperoleh informasi terkait wabah virus Korona ini dari medsos ketimbang dari pemerintah. Penetrasi medsos yang sangat kuat di masyarakat menjadikan komunikasi krisis yang dilakukan pemerintah menghadapi hambatan yang cukup serius. Jumlah informasi yang benar dan yang palsu bercampur jadi satu hingga sulit dipilah. Tak jarang justru informasi hoaks yang dipercaya ketimbang yang benar.
Melalui medsos masyarakat dibombardir dengan beragam informasi tentang virus Korona ini. Beragam narasi berwujud teks, gambar, video, hingga gambar lucu (meme) bertebaran di medsos. Karena di medsos, tentu tak semua informasi itu benar. Banyak informasi bohong tentang virus Korona ini. Kabar bohong tersebut terus menyebar lewat beragam platform medsos seperti Instagram, Twitter, Facebook, dan media pertemanan WhatsApp (WA).
Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menerbitkan laporan isu hoaks terkait virus Korona. Hoaks yang beredar jumlahnya sangat masif dan terus bertambah. Hoaks semakin memperkeruh suasana karena informasinya banyak mengandung pesan yang menakutkan. Hoaks mendramatisir keadaan yang aslinya biasa-biasa saja menjadi sangat menakutkan.
Pesan komunikasi virus Korona menjadi sangat liar di medsos. Melalui grup-grup WA, beragam narasi yang belum teruji kebenarannya itu terus digemakan. Efek gema (echo chamber) yang dimiliki medsos menjadikan informasi virus Korona menyebar liar tak terkendali. Situasi ini semakin menyulitkan masyarakat dalam memilah dan menemukan informasi yang benar di tengah derasnya informasi bohong yang membanjiri sejumlah laman medsos.
Beragam pesan komunikasi virus Korona di medsos telah menciptakan kepanikan ketimbang membangun rasa empati dan simpati. Dalam situasi seperti ini hendaknya pemerintah cepat tanggap dan muncul sebagai penjernih informasi. Informasi yang simpang siur di medsos harus dikonfirmasi pemerintah dan dikomunikasikan dengan berdasar fakta. Hal ini penting dilakukan karena sejumlah pesan keliru yang sudah terlanjur beredar justru diyakini sejumlah masyarakat sebagai sesuatu yang benar.
Media arus utama (mainstream media) seperti koran, radio, dan televisi juga memegang peranan yang sangat penting. Melalui media massa arus utama hendaknya menjadi penjernih informasi dari keruhnya informasi yang dibawa oleh medsos. Informasi yang diusung medsos memang tak semuannya keliru, namun sering informasi yang benar dan yang keliru bercampur menjadi satu di medsos. Tak jarang masyarakat bingung dalam menemukan mana informasi yang asli dan yang abal-abal.
Komunikasi Krisis
Di era digital saat ini, arus informasi melaju begitu cepat yang menuntut pemerintah pintar dalam mengelola kriris. Dalam krisis kesehatan seperti saat ini, komunikasi yang dilakukan hendaknya mempertimbangkan 5 C yakni Care, Commitment, Consistency dan Coherency, Clarity, dan Cooperation. Komunikasi yang dibangun pemerintah perlu menumbuhkan rasa empati dan simpati, tanggungjawab, konsistensi dan perhatian, memberikan pesan komunikasi yang jelas, mudah dipahami, tak ambigu, dan perlu kerjasama dalam penyelesaian masalah ini.
Menurut Sally J Ray (1999), perlu perencanaan dalam komunikasi krisis yang meliputi identifikasi sasaran, isu-isu strategis, tema dan pesan komunikasi krisis, saluran komunikasi, dan media relations. Melalui stategi komunikasi krisis yang baik, menurut Coombs (2007) sesungguhnya dapat mengurangi efek negatif dari krisis dan mampu meningkatkan reputasi pemerintah di mata masyarakat.
Dalam situasi krisis saat ini, pemerintah harus tampil lebih awal dan tak boleh terlambat. Disaat serbuan informasi lewat medsos berjalan lebih cepat, ini tantangan bagi pemerintah agar mampu mengimbangi percepatan informasi di medsos tersebut. Menggunakan media massa dan beragam platform medsos harus dilakukan dengan cepat dan cermat. Para komunikator yang kredibel dalam bidang kesehatan harus sering muncul di media guna memberikan keterangan.
Komunikasi krisis Korona harus selalu update. Seperti saat ini telah di update tambahan jumlah pasien yang dinyatakan positif terkena virus Covid-19 menjadi 4 orang. Keputusan dalam komunikasi krisis harus dibuat sangat cepat dan tak perlu segan merubah keputusan terbaru. Sebuah pepatah mengatakan “great generals should issue commands in the morning and change them in the evening”.
Sekarang situasinya memang cukup rumit karena banyak masyarakat yang telah menjadikan medsos sebagai sumber informasi yang utama. Saluran-saluran komunikasi pemerintah melalui media massa resmi harus berhadapan dengan informasi tandingan di medsos. Kondisi ini diperparah dengan tingkat melek media digital masyarakat yang belum cukup bagus.
Banyak masyarakat yang tak mendapat informasi yang cukup dan jelas. Hal ini juga terjadi di sebagian besar masyarakat yang keliru memahami tentang virus Korona ini. Situasi ini harus segera diperbaiki. Pemerintah tak bisa menangani krisis ini dengan cara yang justru berpotensi memunculkan krisis yang baru. Komunikasi krisis perlu dilakukan dengan perencanaan yang cermat agar tak menjadi blunder.
Krisis atau bencana yang melanda negeri ini sudah berulang kali, namun dari serangkaian krisis itu ternyata masih belum menjadi pembelajaran yang cukup berarti bagi upaya penanganannya. Tak jarang komunikasi krisis yang dilakukan pemerintah dan sejumlah pihak masih belum optimal. Komunikasi krisis hendaknya justru tak menjadi krisis komunikasi. Sejatinya melalui komunikasi krisis yang baik sebuah permasalahan bisa berkurang, redah, dan akhirnya berlalu.
————- *** —————

Rate this article!
Tags: