Konflik KPK-Polri, Aktivis Mahasiswa Desak Presiden Bersikap Tegas

Aktivis mahasiswa yang tergabung dalam IMM Jatim menggelar unjuk rasa meminta  Presiden Jokowi bersikap tegas terhadap masalah Polri-KPK yang sekarang sedang memanas, Senin (26/1).

Aktivis mahasiswa yang tergabung dalam IMM Jatim menggelar unjuk rasa meminta Presiden Jokowi bersikap tegas terhadap masalah Polri-KPK yang sekarang sedang memanas, Senin (26/1).

Pemprov, Bhirawa
Puluhan aktivis mahasiswa dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Jatim meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersikap tegas kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri) maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Khususnya dalam persoalan di tubuh kedua institusi hukum tersebut, karena bisa membuat masyarakat tidak tenang.
“Sesungguhnya Presiden Jokowi dapat bertindak tegas dalam menangani kasus yang sekarang sedang terjadi ini dan menjadi perbincangan masyarakat Indonesia,” kata Pengurus IMM Surabaya Tri Aji di sela unjuk rasa sebagai bentuk keprihatinan konflik Polri-KPK, di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya, Senin (26/1).
Pihaknya berharap Presiden Jokowi bertindak tegas apabila Polri-KPK bergerak melenceng dari koridor misi utamanya. Yaitu untuk menciptakan Indonesia baru yang berdaulat secara politik, berdikari dari ekonomi dan berkepribadian dalam budaya. “Termasuk di dalamnya Indonesia yang bersih dari korupsi sebagaimana garis politik yang dijanjikan pemerintahan baru Joko Widodo-Jusuf Kalla,” katanya.
Menurut dia, ketidakberdayaan Presiden Jokowi dalam menangani persolan tidak lepas dari tekanan-tekanan lingkaran partai maupun pendukungnya dalam Pemilihan Presiden, sehingga membuatnya seolah memposisikan dirinya tidak mampu memutusukan apa-apa terkait polemik sekarang. Mahasiswa semester akhir Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya tersebut juga menyampaikan bahwa pemberantasan korupsi adalah terpenting dan sangat mendesak.
“Tapi alangkah baiknya bila lembaga negara yang dibentuk untuk tugas itu, baik KPK maupun Kejaksaan memprioritaskan kasus-kasus korupsi besar yang berhubungan langsung dengan persoalan kedaulatan bangsa,” katanya.
Sementara itu dalam aksinya, aktivis mahasiswa tidak hanya sekadar orasi dan membentangkan poster berisi dukungan kembali baiknya hubungan kedua institusi hukum, namun juga menggelar teaterikal tentang polemik yang sekarang terjadi. Para mahasiswa juga mengenakan topeng Ketua KPK Abraham Samad serta Calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan (BG), dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW).
Presiden Jokowi di Jakarta sudah  menegaskan tidak akan mengintervensi proses hukum yang sedang ditangani baik oleh KPK maupun Polri. Ia juga mengingatkan agar siapa pun tidak mengintervensi proses hukum yang tengah ditangani kedua institusi penegak hukum itu. “Agar prosesnya bisa berjalan dengan baik, jangan ada intervensi dari siapa pun, baik dari LSM, partai politik, pejabat, dan juga saya sendiri,” pungkasnya.
Komunitas Peduli Bangsa (KPB) Malang Raya juga menagih janji Presiden Jokowi untuk membangun tata kelola pemerintahan yang bersih seperti diutarakan saat kampanye dulu.  “Dulu Pak Jokowi pernah berjanji jika dia siap membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Namun, nyatanya dengan adanya kasus BW dan BG, Jokowi tidak segera menyelesaikan persoalan tersebut dengan baik,” tegas Ketua KPB Malang Raya Ismail Modal kemarin.
Menurut Ismail, agenda yang diprioritaskan Presiden Jokowi dalam pemerintahannya dengan merumuskan Nawacita yakni menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem, penegakan hukum yang bebas korupsi, serta bermartabat dan terpercaya hanya sekadar retorika. Kenyataannya  Presiden Jokowi justru memberhentikan Kapolri Jenderal Sutarman  secara tiba-tiba, padahal masa pensiun Sutarman kurang sembilan bulan. Dan memilih Komjen BG sebagai Kapolri pengganti Sutarman. Dalam perjalanannya, BG tidak segera dilantik karena menjadi tersangka gratifikasi oleh KPK. “Semua ini menimbulkan potensi merosotnya kewibawaan negara,” katanya.
Menurutnya, penangkapan BW yang dilakukan pihak kepolisian pasca penetapan BG sebagai tersangka KPK telah mencoreng nama kepolisian sendiri. Karena polisi dalam tata cara penangkapan BW sebagai Komisioner KPK telah menabrak Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berlaku terhadap pimpinan lembaga negara. Selain itu, pihak Polri juga melanggar Memorandum of Understanding (MoU) dengan Persatuan Perhimpunan Advokad Indonesia (Peradi) Nomor B/7/11/2012 ; 002/Peradi-DPN/MoU/2012.
“Untuk itu KPB mendesak Presiden Jokowi untuk segera menyelesaikan kasus BW dan BG, serta segera melakukan kepastian hukum. Dan bila tidak segera diselesaikan dalam persoalan tersebut, maka dikhawatirkan persoalan ini akan lebih besar. Karena untuk menyelesaikan kedua kubu lembaga negara tersebut, bolanya ada di tangan Presiden,” tambah Ismail  yang juga mantan Ketua Peradi Malang. [iib,geh,cyn]

Tags: