Konseling Cegah Stunting

Foto Ilustrasi

Pencegahan stunting, patut dikampanyekan sejak dini, saat mulai mengurus pernikahan. Kementerian Kesehatan bisa menjalin kerjasama dengan Kementerian Agama, yakni konseling pra-nikah. Bulan (September) ini hingga akhir tahun biasa dikenal sebagai bulan persiapan hamil. Terutama setelah perhelatan pernikahan pada bulan Besar (pada kalender tahun Hijriyah). Seyogianya pemerintah (dan masyarakat) proaktif menggencarkan kesehatan ibu hamil.
Bulan Besar (pada kalender Hijriyah) sebagai bulan “sibuk” pernikahan baru saja berlalu. Selama sebulan itu (bertepatan dengan bulan Agustus 2019) akan menjadi periode pencatatan menikah paling sibuk di Kantor Urusan Agama (KUA). Penghulu di semua kecamatan menuai panen besar. Bisa menikahkan sampai tujuh kali sehari. Tahun lalu, bertepatan dengan “musim” nikah, digagas syarat tambahan, berupa keterangan bebas narkoba.
Tahun ini, urusan administrasi pernikahan di KUA bisa ditambahkan rekomendasi konsultasi tentang kesehatan ibu hamil, sebagai pra-aksi. Serta berlanjut dengan aksi nyata pencegahan stunting, terutama melalui kelompok Posyandu. Saat ini hampir di seluruh kampung (tingkat Rukun Tetangga, RT) telah terdapat Posyandu. Di seluruh Indonesia terdapat jutaan ibu-ibu berperan sebagai kader Posyandu, secara sukarela. Selain mencatat berat (dan tinggi) badan balita, juga diberikan asupan gizi.
Kesehatan ibu hamil menjadi periode paling kritis tumbuh kembang anak. Berdasar catatan Kementerian Kesehatan, angka stunting masih menunjukkan angka 30,8%. Konon, angka kasus staunting telah menurun dibanding tahun sebelumnya. Menjadi isu nasional paling menyedihkan. Walau sebenarnya masih diperlukan sigi ulang, melibatkan catatan kader posyandu. Juga diperlukan definisi tentang stunting, sehingga tidak meresahkan masyarakat.
Pengertian stunting yang berkembang pada masyarakat, adalah keadaan ekstrem anak kurang gizi. Dicirikan memiliki gejala tumbuh pendek, lemah secara fisik, dan lemah pula secara mental. Berdasar pengertian itu, stunting, tidak mudah ditemukan. Realitanya, bayi yang terlahir kecil, dan lemah, sangat sedikit. Begitu pula balita dengan ciri-ciri stunting, cukup sulit ditemukan. Sehingga angka stunting sebesar 30,8%, patut ditelaah ulang.
Ironisnya, isu stunting dimulai pada kampanye pemilu serentak (pilpres bersama pileg) tahun 2019. Anehnya, tercatat pula prestasi besar pengurangan stunting hanya dalam waktu lima tahun (2013-2018) . Yakni, sebesar 6,4%. Begitu pula kasus tumbuh kembang pendek, jarang ditemukan pada kawasan “konservasi.” Misalnya, di kampung Baduy (dalam maupun luar) di Lebak, Banten. Serta di kampung Samin (Bojonergoro, Jawa Timur), catatan kasus stunting sangat kecil.
Karena catatan awal stunting sangat besar (37,2%), maka hutang penyelesaian stunting masih cukup besar. Tetapi dengan tren percepatan penanganan (5% se-tahun), utang stunting (30,8) bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari 5 tahun. Sehingga kasus stunting pada tahun 2024, tersisa 5,8%. Angka terendah stunting akan semakin mudah ditangani berdasar prinsip ke-gotongroyong-an masyarakat. Lebih lagi, pemerintah telah memiliki Stranas Stunting 2018-2024, di dalamnya terdapat upaya intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif.
Pencegahan stunting, dan pemenuhan gizi masyarakat, sesungguhnya memiliki pijakan regulasi (peraturan) yang kokoh. Bahkan terdapat regulasi detil, dengan konsekuensi anggaran memadai. Antara lain melalui Permendes Nomor 16 Tahun 2018 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019. Pada pasal 4 ayat (3), terdapat penanganan stunting. Sehingga bisa menggunakan Dana Desa.
“Ngidam” (hamil muda), bukan hal mudah. Tradisi mengajarkan perlakuan dan (penjagaan) seksama seluruh anggota keluarga. Penjagaan wajib dilakukan selama seribu hari, sejak terasa ngidam. Kini, negara juga berkewajiban menjaga kesehatan ibu hamil hamil. Bahkan dijamin oleh konstitusi, UUD pasal 28B ayat (2).

——— 000 ———

Rate this article!
Konseling Cegah Stunting,5 / 5 ( 1votes )
Tags: