Konsep Perdamaian dalam Alquran

Alquran dan TerorJudul Buku  : Al-Qur’an Bukan Kitab Teror
Penulis  : Dr. H. Imam Taufiq, M.Ag.
Cetakan  : I, Februari 2016
Penerbit  : Bentang
Tebal    : xxiv+284 halaman
ISBN    : 978-602-7888-99-9
Peresensi  : Fakhruddin Aziz
Alumnus UIN Yogyakarta

Sejak tragedi penyerangan gedung WTC pada tahun 2001, jihad dan terorisme menjadi dua isu global yang ramai diperbincangkan di pelbagai media dan forum. Islam sering dicap sebagai agama yang sarat kekerasan dan kebencian. Sedangkan Al-Qur’an sebagai pedoman utama umat Islam juga dituding sebagai kitab penebar teror yang memicu aksi terorisme.
Sementara itu, di negeri ini juga kerap meletus konflik berlatar belakang agama. Konflik yang terjadi tidak hanya antaragama namun juga di internal agama. Bahkan saat ini sedang marak fenomena penyesatan maupun pengafiran terhadap golongan yang tidak sepaham. Intoleransi, intimidasi, dan kekerasan sebuah kelompok terhadap kelompok lain terpapar nyata di sekitar kita. Tak bisa dimungkiri, negeri ini kini sedang diliputi krisis kemanusiaan dan moral, bahkan dikenal sebagai bangsa anarkis yang mudah marah. Padahal dahulu terkenal dengan karakter adiluhung, ramah, kebersamaan, gotong royong, toleransi, sopan santun, dan hal-hal baik lainnya.
Kenyataan di atas telah memunculkan kegelisahan bagi penulis buku ini. Menurutnya, perlu kesadaran bersama akan pentingnya spirit perdamaian dalam penyelesaian problematik tersebut. Studi Al-Qur’an tentang perdamaian  merupakan tema penting dan perlu mendapat perhatian bagi para pegiat perdamaian dan akademisi. Selain sebagai ikhtiar menciptakan perdamaian, juga merupakan tanggung jawab umat Islam dalam menawarkan konstruksi perdamaian yang relevan dengan Al-Qur’an. Sejatinya, Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian, namun ajaran dan implementasinya terkadang tak berjalan beriringan.
Sebagai referensi utama umat Islam, Al-Qur’an telah memberikan model penyelesaian masalah manusia baik di ranah privat maupun publik, mulai dari urusan keluarga, sosial, politik, hingga ekonomi. Sebagai unit terkecil dalam masayarakat, perdamaian penting diwujudkan dalam wilayah keluarga. Keluarga damai dan harmonis merupakan keluarga yang didasari atas sakinah, mawaddah, warahmah. Hal tersebut bisa terwujud dengan pemenuhan hak dan kewajiban serta pergaulan yang baik (mu’asyarat bi al-ma’ruf) antara suami isteri beserta setiap anggota keluarga. Sedangkan dalam konteks sosial, perdamaian merupakan pilar penting dalam kehidupan. Karena itu Al-Qur’an menekankan pentingnya musyawarah untuk mencari solusi jika ada ketidaksepahaman.
Untuk mewujudkan konsep perdamaian dalam Al-Qur’an, penulis menawarkan segitiga sinergis perdamaian, yakni: pendamai, strategi perdamaian, dan tujuan perdamaian. Ketiga komponen itu saling terkait dan harus saling melengkapi. Perdamaian dalam Al-Qur’an dapat diklasifikasikan ke dalam dua model, perdamaian abadi dan perdamaian sementara. Perdamaian abadi merupakan perdamaian yang kekal di surga. Sedangkan perdamaian sementara merupakan wujud dari sinergi karakter dan strategi perdamaian guna mewujudkan perdamaian.
Pada dasarnya, perdamaian merupakan fitrah manusia, dan konflik berarti penyelewengan terhadap fitrah tersebut. Fitrah jiwa akan selalu beriringan dengan fitrah agama. Agama mengajarkan perdamaian, fitrah jiwa akan bersinergi dengan nilai-nilai perdamaian tersebut. Perdamaian dibangun di atas tiga pilar utama: Islam, iman, dan ihsan. Keimanan seseorang berbuah ketika mampu mendatangkan kebaikan dan kedamaian bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Dalam Al-Qur’an, konsep perdamaian memang tidak disebutkan secara langsung dengan istilah “perdamaian”. Namun, pesan perdamaian teraktualisasikan dalam banyak ayat yang mengajarkan kesalehan individu dan sosial. Pesan-pesan tersebut perlu direkonstruksi dengan kerangka tertentu untuk memperoleh pemahaman komprehensif tentang perdamaian (hal 54).
Melalui buku ini, penulis berikhtiar membedah konsep perdamaian dalam Al-Qur’an dengan mengolaborasikan penafsiran Al-Qur’an klasik dan kontemporer serta metode penafsiran tematik (maudhu’i) sebagai pisau analisisnya. Untuk melengkapi metode tersebut digunakan hermeneutika sebagai alat untuk menafsir, memaknai, dan mengolah teks. Penulis juga melacak implementasi nilai-nilai perdamaian dalam lembaran sejarah kehidupan Nabi Muhammad, baik berkeluarga maupun bermasyarakat.
Buku ini merupakan karya seorang doktor ahli tafsir yang telah menguak konsep perdamaian dalam Al-Qur’an secara komprehensif dan kritis. Maka, penting dibaca untuk memantik spirit kita dalam berkontribusi menciptakan perdamaian, baik lokal maupun global. Namun terdapat sedikit kekurangan yang selanjutnya perlu diperbaiki seperti ada pengulangan kalimat yang sama serta kesalahan penulisan baik teks arab maupun latin, seperti di halaman 89, semestinya yad’u namun tertulis yar’u yang berarti menyeru. Meskipun demikian, hal itu tidak mengurangi bobot buku ini.

                                                                                                                   ———— *** ————-

Rate this article!
Tags: