Konservasi Pamurbaya Dipadati Pemukiman,Dewan Tuding Lurah-Camat Bermain

DPRD Surabaya,Bhirawa
Kondisi kawasan  konservasi Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) yang kini sebagian menjadi pemukiman warga mendapat atensi dewan. Komisi C DPRD Surabaya melihat langsung kawasan yang terletak di Kelurahan Gunung Anyar Tambak, Selasa (28/2).
Inspeksi mendadak (sidak) ini dilakukan bersama Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Cipta Karya dam Tata Ruang Kota Surabaya. Saat ini, ada 99 perumahan warga dan satu masjid yang berdiri di kawasan konservasi Pamurbaya itu.
Ketua Komisi C DPRD Surabaya Saifuddin Zuhri menuding, lurah dan camat bertanggung jawab terhadap penggunaan lahan konservasi untuk kawasan permukiman. Sebab, mereka ini yang mengetahui namun tidak lapor terhadap Pemerintah Kota.
“Lurah dan camat ini pasti tahu, karena penjualan lahan itu administrasinya lewat kelurahan,” ujarnya saat sidak.
Politisi PDI Perjuangan ini menjelaskan, semestinya, lurah memberika  informasi kepada masyarakat apa yang dilakukan melanggar rencana tata ruang dan wilayah (RTRW). Dia yakin, pembangunan kawasan di lahan konservasi sudah disengaja.
“Ini ada unsur kesengajaan, tidak mungkin lurah tidak memahami perda, kalau itu terjadi berarti lurahnya perlu di bimtek,” katanya.
Kabid Tata Bangunan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Lasidi mengaku tidak pernah mengeluarkan izin terhadap pembangunan rumah warga. Sebab, lahan yang ditempati masuk dalam kawasan konservasi.
“Kami tidam mengeluarkan izim dan tidak akan mengeluarkan izin sampai kapanpun,” ujarnya.
Karena itu, pihaknya sudah memberi informasi kepada warga. Selain informasi, pihaknya sudah meminta Satpol PP Kota Surabaya untuk melakukan penyegelen rumah dengan memberi tanda silang.
Sejauh ini, Pemkot Surabaya tidak bisa memberikan sanksi terhadap pengembang dan warga. Sebab, pihaknya masih mencari solusi agar kawasan konservasi itu tidak lagi menjadi pemukiman warga. “Paling bisa dilakukan adalah pembebasan secara bertahap biar masyarakat tidak dirugikan,” tegasnya.
Saifuddin menambahkan, pembebasan lahan tidak mudah. Butuh anggaran yang tidak sedikit. Apalagi pemukiman itu sudah masuk dalam pelepasan tahap lima. Sehingga, APBD Kota Surabaya satu tahun tidak cukup untuk mengganti rugi.
Anggota Komisi C Vinsensius memandang, pembangunan liar di kawasan konservasi mengindikasikan keteledoran pemerintah kota. Camat dan lurah tidak melakukan pengawasan yang baik.
Awey, mengatakan pemukiman warga itu harus dibebaskan. Jika tidak, warga yang akan menjadi korban. Mereka memiliki lahan, tetapi tidak bisa dimanfaatkan untuk lainnya.
“Anggaran tahunan harus terus dianggarkan bagi pembebasan. Kendati kekuatan fiskal daerah belum mampu membebaskan semuanya. Namun yang penting ada kemauan untuk terus menganggarkannya bagi pembebasan lahan seacara bertahap,” katanya.
Salah seorang warga Rio mengaku membeli lahan seluas 10×20 pada tahun 2012. Saat itu harganya Rp 90 juta. Saat membeli, dia mengaku tidak tahan lahan itu kawasan konservasi.
“Waktu itu petok d, di setplan tidak dikasih tahu (konservasi),” katanya.
Rio mengungkapkan, lahan di daerah itu merupakan milik warga, bukan dimiliki Pemkot Surabaya. Pembangunan rumah cukup banyak. Jarak pantai dengan rumah paling ujung saat ini hanya berjarak 2,5 KM. [gat]

Tags: