Konsumsi Rendah, Produksi Kopi Meningkat 3 Ribu Ton

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Jumlah produksi kopi Jatim mengalami sedikit kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya sekitar 5 persen. Dari hasil produksi tahun 2013 sebesar 57 ribu ton, tahun 2014 lalu mampu mencapai 60 ribu ton atau ada peningkatan 3 ribu ton. Namun tingkat konsumsi kopi di Jatim hanya 20 persen.
“Memang ada sedikit peningkatan jumlah produksi kopi di Jatim. Hingga akhir 2014 produksi mampu mencapai 60 ribu ton dari luas arela tanam 110 ribu hektare,” kata Kepala Dinas Perkebunan Jatim, Ir Moch Samsul Ariefin MMA , Senin (5/1).
Dari total produksi itu masih didominasi produksi kopi robusta. Jika dipersentasekan, kopi robusta mampu mencapai 93 persen atau sekitar 55.800 ron jenis robusta dan sisanya 7 persen sekitar 4.200 ton jenis Arabika.
Untuk harga jual jenis Arabika masih cukup tinggi, yakni mencapai US$ 5 atau sekitar Rp 60 ribu per kg. Namun harga jual dari petani masih dikisaran Rp 50 ribu per kg. Sedangkan jenis Robusta harganya masih di kisaran US$ 2 atau Rp 23 ribu per kg. Untuk harga jual di tingkat petani tidak jauh beda yakni Rp 21 ribu per kg.
Sementara jika produksi alami sedikit peningkatan, konsumsi kopi masyarakat Jatim masih sangat rendah, yaitu hanya 0,7 kg/orang/tahun. Untuk seluruh masyarakat Jatim, konsumsi hanya menghabiskan 20 ribu ton saja. Surplus produksi tersebut diekspor ke berbagai negara.
Namun ternyata angka ekspor kopi Jatim mencapai lebih dari 80 ribu ton. Hal ini disebabkan adanya kopi dari luar Jatim yang diekspor melalui Jatim, demi menyandang sebuah nama kopi Jatim.
Dikatakannya, Kopi Jatim memang telah dikenal di dunia internasional sebagai kopi dengan kekhasan cita rasa yang tinggi. Sebagai contoh, predikat coffee specialty telah disandang oleh kopi Arabika Ijen Raung yang dikenal di luar negeri dengan nama Java Coffee.
Upaya peningkatan produksi kopi, khususnya jenis Arabika di Jatim terus dilakukan di beberapa daerah, seperti Malang, Blitar, dan Bondowoso. Upaya dengan memperluas areal tanam itu mendapatkan dukungan dari Asosiasi Petani Kopi Jatim.
Perluasan yang dilakukan oleh pemerintah dilakukan dengan menggandeng Perhutani, karena hampir mayoritas lahan kopi Arabika berada di atas ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut berada di kawasan Perhutani. Perluasan itu dilakukan dengan saling menguntungkan antara pemda, Perhutani, dan masyarakat.
Pengembangan kopi Arabika dengan menanam sebanyak dua juta bibit baru sejak 2012. Pengembangan itu dilakukan di enam daerah yang memiliki dataran tinggi di Situbondo, Bondowoso, dan Jember masing-masing seluas 500 hektar, Kab Malang 300 hektar, serta Lumajang dan Kab Probolinggo masing-masing 100 hektar. [rac]

Tags: