Kontraktor Harus Bangkit Amankan Kontruksi Nasional

Gus-Ipul-Ketika-membuka-Musda-Gapensi-di-Shangrila-hotel.

Gus-Ipul-Ketika-membuka-Musda-Gapensi-di-Shangrila-hotel.

Surabaya, Bhirawa
Masuknya era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) harus dipahami sebagai tantangan. Karena dengan keterbukaan pasar ini, maka secara otomatis kontraktor luar negeri dengan mudah bisa masuk dan berebut pasar properti dalam negeri. Padahal dengan jumlah penduduk yang mencapai 240 juta dan luas wilayah yang mencapai 5.193.252 kilometer persegi, maka pasar properti terbesar di Asean ada disini.
Bahkan menurut Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf, pada tahun 2020 diperkirakan Indonesia akan berkontribusi sebesar 79% terhadap total pasar properti Asean. Sementara Filiphina hanya mencapai 6%, Thailand hanya mencapai 3%, Vietnam 4% dan Malaysia juga 4%.
“Kalau tidak hati-hati, maka saat keluar rumah, hanya akan menemukan produk asing. Kita harus sama-sama berupaya dengan intensif, meningkatkan daya saing agar tidak kalah. Sebab saat ini, dari bidang kontruksi, kita masih lemah. Kita kalah dalam kapasitas, SDM, material, teknologi dan peralatan serta permodalan. Akibatnya, sektor kontruksi dalam negeri kurang efisien dan berdayasaing rendah,” kata Saifullah Yusuf saat membuka Musyawarah Daerah (Musda) Gabungan Pengusaha Kontruksi Indonesia (Gapensi) Jatim di Shangrila Surabaya, Senin (19/1/2016) kemarin.
Menurutnya, dibanding Malaysia dan Singapura, suku bunga masih tinggi. Di Malaysia, suku bunga acuan hanya mencapai 5%, sementara Indonesia mencapai 7,25%. “Itu belum suku bunga perbankan dan masih level BI rate. Dan itu harus diselesaikan oleh pemerintah,” tegasnya.
Selain itu, Indonesia juga kalah dari segi infrastruktur dan sistem logistik yang berdampak pada ketidakefisienan produksi. Selain itu, lambannya pelayanan birokrasi juga masih banyak ditemukan di beberapa tempat. “Walaupun sudah ada perbaikan, tetapi masih banyak yang merakan kelambatan layanan di semua lini,” katanya.
Sementara kinerja makro sektor kontruksi di Jatim terbilang cukup besar. Kontribusinya menduduki nomor 4 terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim. Tetapi pada tahun 2015 terjadi penurunan akibat melemahnya ekonomi global yang mencapai 5-15%. “Penurunan kinerja ini juga dipicu oleh kekurangan kontruksi kayu, pasir dan logam karena ada masalah di hulu,” ujarnya.
Untuk itu, ada beberapa arahan kebijakan pemerintah Jatim untuk meningkatkan kinerja sektor kontruksi. Pertama meningkatkan pembinaan SDM kontruksi agar menjadi tenaga profesional dan berdaya saing tinggi. Hal ini dilakukan agar pengusaha Jatim akan meningkat menjadi pengusaha nasional dan selanjutnya menjadi pengusaha tingkat Asean.
Selain itu, Pemprov Jatim akan berupaya meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas pengadaan jasa kontruksi dan meningkatkan kompetensi tenaga kerja kontruksi. Pemprov Jatim juga akan mendukung terciptanya iklim usaha yang kondusif dengan melakukan koordinasi antar sektor melalui dukungan permodalan dan penjaminan.
Pada kesempatan yang sama mantan Ketua Umum Gapensi Jatim, Muhammad Amin mengatakan, kebijakan yang diambil seluruh negara Asean untuk memberlakukan Mea pada tahun ini memang sedikit banyak akan berpengaruh terhadap kinerja sektor kontruksi dalam negeri. Karena dengan rendahnya kualitas, maka daya saing Indonesia menjadi rendah.
“Kalau pendekatannya kualitas, maka akan menjadi berat bagi Indonesia secara keseluruhan. Jadi kita harus perkuat diri sebab kalau tidak punya kekuatan cukup, dikhawatirkan kontraktor-kontraktor kecil akan tergerus. Persaingan kontraktor besar pasti akan berimbas pada kelas menengah kecil,” tegas Amin.
Untuk itu, Gapensi mengharapkan Pemerintah lebih fokus dalam melakukan pengawasan dan pembinaan kepada BUMN-BUMN konstruksi agar mereka lebih berbenah dan menyiapkan diri dalam menghadapi Mea, sehingga BUMN bisa bersaing dengan perusahaan asing khususnya di kawasan ASEAN dan dan akan mendominasi pekerjaan konstruksi nasional dari serbuan perusahan konstruksi asing.
“Karena apabila BUMN-BUMN kita tidak siap bersaing dengan perusahaan asing, mereka akan melirik pekerjaan-pekerjaan yang menjadi pasar kontraktor kecil atau UKM dengan cara mendirikan anak perusahaannya sehingga akan menggerus keberadaan kontraktor lokal dengan kualifikasi kecil,” katanya.
Ia juga berharap Gubernur memerintahkan kepada Kementrian, Lembaga, SKPD dan Instansi beserta Bupati dan Walikota agar proyek-proyek konstruksi di Jawa Timur yang bernilai di bawah Rp. 50 Milyar dikerjakan oleh kontraktor swasta, tidak oleh BUMN beserta anak perusahaannya. Hal ini guna mendukung Permen PUPERA nomor 31/PRT/M/2015 yang sejalan dengan Mou BPP Gapensi dengan Kementrian BUMN bahwa BUMN tidak boleh mengerjakan proyek di bawah Rp. 50 Milyar. [ma]

Tags: