Oleh :
Oki Lukito
Press Card Number One, Dewan Pakar PWI Jatim
Sampai saat ini belum ada kejelasan kontribusi apa yang bisa diperoleh Pemprov Jawa Timur dengan disetujuinya Materi Teknis Perairan Pesisir (Matek PP) Jawa Timur oleh Menteri Kelautan dan Perikanan per tanggal 31 Oktober 2022.
Padahal untuk menyusun Matek PP dibutuhkan waktu sekitar dua tahun dan biaya cukup besar yang menguras APBD.
Banyak hal yang menjadi catatan dari Seminar Nasional Pemanfaatan Tata Ruang Laut yang diselenggarakan Persatuan Wartawan (PWI) Jatim dan Dinas Kelautan dan Perikanan bulan Februari 2023 lalu.
Termasuk langkah strtegis apa yang seharusnya dilakukan Pemprov Jatim agar mendapatkan kontribusi dana untuk menambah pundi pundi PAD.
Pertama, soal Online Single Submission (OSS) yaitu pelayanan perizinan berusaha yang berlaku di semua Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia, yang selama ini dilakukan melalui Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
Sistem di OSS masih sering trouble dan ada beberapa peraturan yang belum diadaptasi oleh sistem tersebut. Contoh pengajuan reklamasi, hal itu tidak langsung diarahkan ke kementerian atau lembaga yang berwenang, jadi belum terintegrasi dengan peruntukan Kawasan sehingga harus dilakukan secara konvensional.
Kedua, selama puluhan tahun, puluhan pelabuhan komersial yang dikelola swasta dan BUMN seperti Petro Kimia, Semen Indonesia, Pelabuhan Maspion dan lainnya serta semua aktivitas di perairan pesisir tidak memberikan kontribusi langsung PAD. Contoh, pemanfaatan Alur Pelabuhan Barat Surabaya (APBS) atau tol laut berbayar yang 90 persen sahamnya dikuasai PT. Pelindo selama ini zero kontribusi ke kas daerah Provinsi Jawa Timur. Padahal APBS berada di bawah 12 mil laut yang kewenangan pengelolaannya oleh Provinsi Jawa Timur sebagaimana diamanatkan Undang-undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Ketiga, persetujuan dari menteri tersebut dijadikan rujukan investor mengajukan perizinan berusaha di perairan pesisir dan laut. Pilihan usahanya bisa beragam antara lain, wisata bahari atau resor, tambak intensif, budidaya ikan Offshore, pelabuhan, pengeboran minyak dan gas lepas pantai, galangan kapal serta reklamasi untuk berbagai keperluan lainnya.
Untuk mendapatkan izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) reklamasi misalnya, dibutuhkan waktu hitungan bulan, sarat birokrasi dan terindikasi biaya tinggi walaupun prosedurnya sudah disederhanakan melalui OSS. Calon investor juga harus melengkapi dokumen amdal yang mebutuhkan biaya ratusan juta, studi batimetri.
Untuk wilayah tertentu dibutuhkan rekom dari salah satu instansi militer terkait pertahanan dan keamanan alur pelayaran.
Calon investor juga harus mendapatkan lampu hijau dari Departemen Perhubungan (Dirjen Hubla), Kesyahbandaran Utama & Otoritas Pelabuhan (KSOP) jika wilayah yang akan direklamasi masuk dalam Rencana Induk Pelabuhan (RIP), Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan(DLKp) maupun Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) Pelabuhan.
Peraturan terbaru pengajuan izin reklamasi juga harus dilengkapi studi Geotek untuk mengukur tingkat kekerasan dasar laut. Semua persyaratan di atas juga berlaku untuk izin reklamasi di Kawasan Strategis Nasional (KSN). Di luar kawasan pertahan -keamanan, pelabuhan dan KSN izin reklamasi mutlak menjadi kewenangan provinsi termasuk penerimaan retrbusinya. Hanya saja tidak bisa dipungut karena Pemprov Jatim tidak memiliki payung hukumnya.
Keempat, Ironinya, perairan Jawa Timur diobok-obok dijadikan tempat pembuangan limbah berbahaya dan beracun (B3). Dalam lampiran dokumen Matek PP tahun 2022 tersebut diusulkan pembuangan limbah B3 diakomodir dalam bentuk deep sea tailing placement (DSTP), lokasinya di selatan Banyuwangi berdekatan dengan kampung nelayan Pancer. Padahal di wilayah perairan tersebut menjadi jalur migrasi ikan pelagis kecil dan besar serta ruaya bagi penyu yang akan bertelur di Taman Nasional (TN) Meru Betiri, resor Sukamade.
Menyikapi hal tersebut seyogyanya Pemprov Jawa Timur menggandeng DPRD Jatim untuk menyusun strategi agar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang selama ini mengalir deras ke pusat dari pemanfaatan ruang laut bisa mengalir ke Pemprov Jatim.
Diperlukan pelimpahan atau pendelegasi an kewenangan perijinan agar PNBP bisa diterima daerah seperti yang dilakukan Dinas ESDM Jawa Timur. Selain itu ada peluang penarikan retribusi dari kegiatan di laut yaitu membuat payung hukum, bisa berupa Peraturan Daerah atau Peraturan Gubernur tentang Penarikan Retribusi di Laut.
———- *** ————-