Kontrol Kecanduan Gadget pada Anak

Psikolog anak Universitas Airlangga (Unair), Dr Dewi Retno Suminar MS Psikolog

Surabaya, Bhirawa
Penggunaan gadget kepada anak semakin meningkat dimasa pandemi. Pasalnya, sistem sekolah dilakukan dari rumah. Tak hanya itu ruang ekplorasi dan kontak dengan sesama teman sebaya juga terbatas.
Hal itupun memantik perhatian psikolog anak Universitas Airlangga (Unair), Dr Dewi Retno Suminar MS Psikolog. Menurutnya aktivitas itu tetap memungkinkan anak – anak berselancar di dunia maya yang akhirnya bisa membangkitkan rasa ingin tahu terhadap segala hal semakin besar.
“Ketika anak sudah haus akan berita, film, dan fasilitas internet lainnya melalui gadget sementara kontrol diri tidak bisa menghentikan, hal itu bisa menyebabkan gangguan yang ditandai dengan rasa gelisah dan tidak bisa tidur nyenyak,” jelasnya.
Dewi menambahkan, kecanduan gadget dapat memunculkan beberapa permasalahan psikologis. Diantaranya terhambatnya interaksi anak dengan orang lain, anak merasa kesepian ketika gadget mati atau sedang tidak berada di tangan, serta mudah marah dan panik saat ketinggalan berita.
“Bahkan anak juga bisa stress ketika tahu ada teman seusianya mengabarkan hal-hal yang melebihi dirinya di Medsos dan itu bisa menyebabkannya mengalami gangguan FoMo (Fear of Missing Out),” tambahnya.
Mengenai penggunaan gadget pada anak, psikolog yang lahir di Pacitan itu menuturkan, para orag tua tidak bisa menyalahkan gadget-nya. Tetapi, dalam persoalan ini, ia menekankan perlunya perhatian dalam pengontrolan terhadap pemanfaatan dari gadget.
“Pertama hal yang harus dilakukan oleh orang tua untuk mengontrol ini adalah harus ada kontrol dan batasan waktu dalam menggunakan gadget. Bisa dibuat kesepakatan berapa jam anak diperbolehkan bermain gadget. Kalau dia menggunakan gadget melebihi dari separuh waktu di luar jam tidurnya, maka harus dilakukan aktivitas yang tidak melibatkan gadget,” paparnya.
Terkait dengan aktivitas yang mampu mengalihkan perhatian anak dari gadget, Dr Retno menyebut beberapa kegiatan seperti permainan tradisional, olahraga ringan, bersih-bersih rumah dan mengatur ruangan, serta membantu memasak dan berkebun bisa menjadi salah satu solusi.
Kegiatan non gadget tersebut secara tidak langsung juga bisa mengembangkan interaksi sosial anak,” tambahnya.
Terakhir, dosen mata kuliah Psikologi Bermain itu juga mengingatkan orang tua juga harus memberikan contoh pemanfaatan serta porsi penggunaan gadget yang baik.
“Batasi waktu bermain gadget, hindarkan anak dari aktivitas yang harus berbau gadget, berikan punishment ketika anak melanggar perjanjian batas waktu menggunakan gadget, dan berikan reward ketika anak mampu menaatinya,” tandasnya. [ina]

Rate this article!
Tags: