Kontroversi Hukuman Kebiri

Oleh :
Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Kasus hukuman kebiri yang diputuskan majelis hakim Mojokerto Jawa Timur terhadap pelaku predator sembilan anak Muh Aris (20 tahun) merupakan kasus yang pertama kali terjadi di negeri ini. Perilaku kekerasan seksual anak atau pedofilia anak tersebut terjadi dari tahun 2015 hingga 2018. Vonis hukuman kebiri merupakan putusan pertama pasca disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Istilah kebiri bagi sebagian besar merupakan momok menakutkan bagi para lelaki terutama di masa-masa reproduktif. Pasca keputusan tersebut sontak terjadi berbagai pandangan antar lembaga atau institusi termasuk respon publik. Salah satu yang mengapresiasi adalah Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Kementerian yang dipimpin oleh Yohana Yembise memberikan penghargaan kepada aparat yang terlibat dalam putusan hukum sehingga menjadi momentum shock terapi, tonggak kepeloporan dalam perlindungan anak dari kejahatan seksual (predator) anak dan memutus mata rantai kejahatan seksual. Tindakan keji dan menghilangkan masa depan anak-anak menjadi salah satu pertimbangan utama.
Sedangkan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komnas HAM, PWNU Jawa Timur adalah sejumlah pihak yang menolak atas hukuman kebiri dengan berbagai argumen diantaranya adalah hukum kebiri tidak memecahkan masalah justru memunculkan masalah baru seperti melanggar HAM, tidak sesuai norma dan kaidah agama dan belum ada perangkat hukum ada Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang teknis eksekusi atas hukuman kebiri kimia tersebut. Saat vonis hukuman kebiri memang menjadi perbincangan hangat di publik terutama setelah PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak sebagai eksekutor hukuman kebiri karena berpotensi menimbulkan konflik norma, sumpah disiplin serta etika kedokteran yang harus dijunjung tinggi sekaligus sebagai jiwa profesi kedokteran. Hal merupakan sebuah dilema atau kegamangan dimana disatu sisi IDI sebagai salah satu institusi profesi kesehatan harus berkiblat pada kode etik dan norma etis profesi kedokteran namun di sisi lain sebagai ikatan profesi yang bernaung dalam bangsa dan bernegara harus tunduk pada supremasi hukum.
Retensi Medis
Di sisi lain, organisasi kesehatan dunia (WHO), dan Undang-undang Kesehatan melarang tindakan kebiri kimia tersebut. Tindakan kebiri (kastrasi) sejatinya bukan layanan medis namun sebagai bentuk hukuman sehingga dari perspektif tersebut IDI menolak sebagai eksekutor. Selain itu kebiri hanya digunakan untuk terapi terutama pada penderita kanker prostat. Tindakan kebiri sejatinya bukan untuk manusia namun lebih diperlakukan pada hewan. Pendek kata substansi tindakan kebiri pandangan IDI bukan menolak hukumannya tapi menolak sebagai eksekutornya. Tindakan kebiri lebih berorientasi pada terapi dimana tindakan kebiri dapat dilakukan secara operasi bedah dengan memotong dan membuang pelir atau testis sebagai tempat produksi sperma dan hormon testosteron sehingga akibatnya gairah seksual turun drastis dimana gejala fisik berupa kegemukan, impoten atau mandul. Di sisi lain efek lanjutan yang timbul dapat berupa kerentanan terjadi osteoporosis, penyakit kardiovaskular, depresi, hingga anemia.
Sedangkan melalui metode penyuntikan zat kimia tertentu yang mengandung zat anafrodisiak yang berfungsi menurunkan hasrat seksual dan libido dimana biasanya tindakan kebiri kimia hanya berlangsung tiga hingga lima tahun. Selain itu dapat dilakukan melalui metode konsumsi pil atau obat. Kebiri kimia dilakukan dengan memasukkan zat kimia anti-androgen ke tubuh seseorang lewat pil dengan tujuan agar produksi hormon testosteron yang mengatur banyak fungsi, termasuk fungsi seksual berkurang. Kebiri kimia juga dapat menimbulkan berbagai reaksi pada tubuh. Reaksi negatifnya meliputi penuaan dini karena cairan anti-androgen mampu mengurangi kepadatan tulang sehingga menjadi keropos dan risiko osteoporosis meningkat. Zat anti-androgen dapat mengurangi massa otot sehingga kemungkinan tubuh untuk menumpuk lemak pun meningkat sehingga risiko penyakit jantung dan pembuluh darah ikut meningkat.
Meski demikian, efek dari kebiri kimia tidak permanen. Jika pemberian zat anti-androgen baik dalam bentuk suntikan atau pil dihentikan, maka efeknya akan berhenti dan fungsi seksual pun kembali, termasuk gairah dan kemampuan ereksinya sehingga sikap predatornya dapat lebih buas. Satu-satunya cara untuk mempertahankan efek kebiri kimia adalah dengan terus-terusan mengonsumsi pil anti-androgen atau disuntik anti-androgen. Sebenarnya istilah dalam Program Keluarga Berencana (KB) terdapat metode “kebiri” berupa layanan kontrasepsi KB khusus pria yakni MOP (Metode Operasi Pria) atau vasektomi dimana juga merupakan tindakan operasi bedah yang dilakukan pada kaum adam ketika menginginkan untuk menghentikan reproduksi. Namun MOP acapkali dilakukan pada kaum pria yang sudah memiliki banyak keturunan sekaligus sebagai bentuk kesadaran para pria dengan berkomitmen dengan pasangannya dalam perencanaan program keluarga untuk tidak memiliki keturunan kembali. Kembali kepada pelaku Muh Aris deraan kasus ini tentu mengalami keguncangan kejiwaan yang teramat berat bahkan bukan tidak mungkin bila tak ada jalan keluar tentu berdampak nyata pada aspek psikologis atau kejiwaan pelaku dalam menghadapi jeratan tirai besi ditambah dengan vonis kebiri.Bagaimana pendapat anda?

———- *** ————

 

Rate this article!
Tags: