Kontroversi RUU Ketahanan Keluarga

Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang diusulkan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menuai sorotan publik dan kontroversi. Lantaran, dalam RUU tersebut terdapat sejumlah regulasi yang mengatur ranah privat seseorang dalam hubungan berkeluarga. Rupanya tidak cuma itu, RUU tersebut dinilai sangat mendiskriminasi peran perempuan dalam keluarga. Melalui, RUU Ketahanan Keluarga tersebut tertulis mengatur tentang kewajiban istri terhadap rumah tangganya. Bahkan, Rancangan Undang-undang atau RUU Ketahanan Keluarga mengotak-kotakkan peran suami dan istri di dalam rumah tangga.
Merujuk dalam kompas.com (20/2), pembahasan, pembicaraan dan pengajuan RUU Ketahanan Keluarga adalah usulan perseorangan yang dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. Adapun, pasal-pasal dalam RUU ini mengatur persoalan perasaan, kamar anak, LGBT, hingga donor sperma.
Wajar adanya jika akhirnya RUU Ketahanan Keluarga mengundang polemik dan kontroversi lantaran pasal-pasalnya dipandang terlalu mencampuri ruang privasi kehidupan rumah tangga. RUU tersebut memuat sejumlah pasal kontroversial mengenai penyimpangan seksual hingga larangan donor dan jual beli sperma, hingga pidana yang mengatur tindakan tersebut. Jadi terlihat jelas, bahwa RUU Ketahanan Keluarga menerabas ruang privat dan terkesan terlalu patriarki.
Selain itu, merilis dari mediaindonesia.com (22/2), tercermati RUU Ketahanan Keluarga bertolak belakang dengan semangat kesetaraan gender. Secara substansial RUU tersebut terdapat diskriminasi terhadap perempuan, bahkan memberikan kesimpulan memundurkan perjuangan hak perempuan. Bahkan, rancangan aturan itu tidak substansial dan tumpang tindih dengan aturan yang sudah ada, seperti UU Perkawinan, UU Perlindungan Anak Indonesia dan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Selain itu, RUU itupun bertentangan dengan banyak kebijakan dan agenda internasional. Sebut saja, Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Selain itu, komitmen Indonesia dalam sustainable development goals (SDGs). Besar harapan, sebagai warga negara, secara substansial RUU Ketahanan Keluarga ini bisa dievaluasi secara cermat sehingga tidak menyulut terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Asri Kusuma Dewanti
Pengajar FKIP Universitas Muhammadiyah Malang

Rate this article!
Tags: