Kontroversi Vaksinasi Covid-19 Berbayar

Oleh :
Ani Sri Rahayu
Dosen PPKn (Civic Hukum) Univ Muhammadiyah Malang

Niat baik rupanya tidak harus mesti terespon dan tertanggapi secara positif oleh semua pihak. Seperti halnya, terkait dengan niat awal pemerintah melalui Menteri Kesehatan (Menkes). Vaksin gotong royong waktu di awal adalah merespons kebijakan bahwa saat itu pemerintah terkesan kurang gesit, kurang cepat, dibandingkan dengan swasta. Hingga akhirnya, dimunculkanlah vaksin gotong royong Covid-19 itu sebagai vaksin Covid-19 berbayar sebagai opsi bagi warga yang ingin mendapatkan vaksin terlebih dulu.

Akan tetapi saat perjalanannya vaksinasi gotong royong justru ternilai kurang cepat seperti yang diharapkan. Kemudian muncul usulan untuk dibuka untuk individu dan berbayar agar target awal tercapai. Namun, tak pelak Keputusan Menkes melalui Permenkes No. 19 Tahun 2021 terkait vaksin gotong royong individu berbayar melalui PT Kimia Farma Tbk menuai kontroversi. Sebagian pihak justru menilai kebijakan itu mencederai upaya keras pemerintah dalam menanggulangi Covid-19 dengan cara mempercepat vaksinasi.

Koreksi kebijakan

Upaya pemerintah dalam mencegah penyebaran, penularan atas tingginya angka kasus Covid-19 saat ini memang patut mendapat apresiasi dari kita semua sebagai warga negara. Terlebih, vaksin gotong royong diperluas dengan Permenkes Nomor 19 Tahun 2021 yang dapat diakses oleh individu secara volunteer. Jumlah vaksin gotong royong ini jauh lebih kecil dari vaksin program. Selanjutnya, vaksin gotong royong menggunakan jenis vaksin yang berbeda dari vaksin program dan tidak ada vaksin gratis yang diberikan untuk vaksin gotong royong. Vaksin gotong royong ini disediakan di berbagai fasilitas kesehatan termasuk 212 rumah sakit dan 179 klinik, (Tempo, 14/7/2021).

Namun yang patut disayangkan adalah adanya vaksin gotong royong individu yang dikomersilkan sungguh mengejutkan rakyat, sehingga tidak sedikit dari publik yang saat ini menyebut kebijakan vaksin berbayar tersebut diminta untuk dibatalkan, sehingga ada baiknya pemerintah fokus pada vaksinasi gotong royong bagi karyawan di perusahaan yang hingga kini juga belum optimal.

Perubahan aturan tentang vaksin gotong royong menuai kontroversi. Sebagian pihak menilai adanya vaksin Covid-19 berbayar untuk individu dinilai tidak etis dan membingungkan di tengah pandemi yang sedang mengganas, oleh karena itu vaksin berbayar harus ditolak. Pasalnya, kebijakan baru ini bisa membuat publik justru malas untuk vaksinasi. Pasalnya, untuk vaksin gratis saja banyak yang tidak mau, apalagi berbayar. Selain itu, vaksin berbayar sangat berpotensi untuk menimbulkan distrust pada masyarakat, bahwa yang berbayar dianggap kualitasnya lebih baik, dan yang gratis lebih buruk kualitasnya.

Aturan baru tentang vaksinasi gotong royong ‘berbayar’ untuk individu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 yang merupakan perubahan kedua atas Permenkes Nomor 10 Tahun 2021. Setelah melihat banyaknya reaksi negatif dari sejumlah pihak dan masyarakat, maka ada baiknya pemerintah bisa mengkaji ulang kebijakan yang ada. Meskipun, sejatinya tidak ada salahnya jika Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 direvisi dan dikembalikan kepada semangat awal vaksinasi, yaitu gratis. Dengan begitu, setiap anggota masyarakat memiliki akses yang sama dalam memperoleh vaksinasi. Masyarakat tentu akan mendukung kebijakan itu.

Kebersamaan untuk vaksinasi

Langkah yang ditempuh pemerintah dengan menunda pelaksanaan vaksinasi berbayar sudahlah tepat karena sempat menyita perhatian dan tanggapan publik. Itu artinya, pemerintah mendengar dan menghayati suara dan aspirasi masyarakat. Apalagi, kegiatan ini sempat menyita perhatian dan tanggapan publik. Sejatinya, tidak salah justru menurut penulis terkesan program vaksinasi berbayar malah disalahartikan.

Padahal kalau kita cermati tujuan opsi ini adalah memberi jangkauan kepada masyarakat yang mampu, pengusaha dengan tenaga kerja sedikit, dan orang asing yang tidak bisa mendapat akses vaksin gratis. Seperti diniat awal bawasannya vaksinasi berbayar yang dilaksanakan perusahaan pelat merah ini dijamin tidak akan mengganggu program vaksinasi gratis yang sudah dicanangkan pemerintah. Jadi, jika ada kelompok masyarakat yang ingin divaksin segera dan memiliki kemampuan untuk membayar, dan pemerintah menyediakan akses itu maka sejatinya sah-sah saja.

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah mengeluarkan regulasi atau aturannya hingga harga vaksin tersebut. Sebanyak 50 juta masyarakat kelas menengah berpotensi menjadi peserta vaksin gotong royong mandiri ini. Semua sudah jelas, tidak ada yang perlu diperdebatkan. Jika ini sudah berjalan efektif bersamaan dengan vaksin gratis, maka target vaksin 2 juta per hari pada bulan Agustus akan dapat tercapai. Tentu ini akan semakin mempercepat kita keluar dari krisis Covid-19. Jadi, dengan demikian untuk mendapatkan vaksin adalah hak dasar seluruh warga, begitupun dengan vaksin gratis. Berangkat dari pemahaman itulah, semangat kebersamaan bervaksinasi perlu terus terkawalakan melalui beberapa kesadaran demi percepatan vaksinasi di negeri ini.

Pertama, Vaksin Gotong Royong (VGR) untuk individu atau vaksin berbayar harus mencerminkan semangat bersama seluruh elemen bangsa untuk mempercepat program vaksinasi pemerintah dengan memperluas akses bagi seluruh lapisan masyarakat yang belum terjangkau, sehingga dapat mencapai herd immunity. Mereka yang berlebih, membantu mereka yang kekurangan agar cepat divaksin. Itulah esensi gotong royong dalam Vaksin Gotong Royong ini.

Kedua, vaksin berbayar untuk individu ini tidak boleh menghilangkan hak warga untuk mendapatkan vaksin gratis yang disediakan oleh negara. Sebab, vaksin gratis adalah hak dasar warga atas pemenuhan kesehatan dalam kondisi pandemi saat ini, sehingga dari pemahaman ini tidak ada unsur untuk membeda-bedakan dalam memberikan pelayanan vaksinasi.

Ketiga, pemerintah harus membuat aturan main yang jelas tentang VGR individu dan dengan cepat menyosialisasikannya secara luas kepada masyarakat. Termasuk sosialisasi bahwa VGR tidak menggunakan dana APBN, bukan pakai uang rakyat, dan bukan hasil hibah dari mana pun. Sehingga tidak ada lagi tudingan-tudingan bahwa negara ‘berbisnis’ di tengah penderitaan rakyat.

Melalui ketiga pemahaman akan pentingnya vaksinasi tersebut diatas, setidaknya mampu menggugah kesadaran publik, bahwa Vaksin Gotong Royong dan vaksin gratis hanya terhubung oleh ikhtiar dan semangat bersama untuk mempercepat proses vaksinasi agar kita semua cepat keluar dari masa-masa sulit ini.

———– *** ———–

Tags: