Koopsus Anti Terorisme

Pemberantasan terorisme bergerak makin cepat, dan jaminan keberhasilan sangat tinggi. Ini setelah presiden mengesahkan terbentuknya Komando Operasi Khusus (Koopsus) TNI anti terorisme. Beranggota personel TNI lintas matra, Koopsus ini memiliki 100 “ahli gebug” terlatih, disertai 400 intelijen fungsional yang mahir. Pembentukan Koopsus, menjadi jawaban setelah DPR bersama Presiden menyepakati revisi UU Nomor 15 tahun 2003.
Berdasar revisi UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, definisi tentang terorisme makin jelas. Kini menyertakan frasa “motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.” Terdapat pemberatan sanksi terhadap pelaku terorisme, berupa permufakatan jahat, persiapan, percobaan dan pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme. Juga terdapat hukuman berat “korporasi” (organisasi), terhadap pimpinan, pengurus, dan anggota sindikat terorisme.
Ruang gerak terorisme semakin sempit. Sehingga bisa dicegah lebih dini. Tidak perlu menunggu “action” nyata sampai menimbulkan korban. Melainkan dicegah dan diberantas sejak awal, melalui tanda-tanda radikalisme. Bahkan terorisme pernah coba menggertak “perang” melawan aparat di rumah tahanan (rutan) Mako Brimob, Juli tahun (2018) lalu. Lima anggota kepolisian gugur melaksanakan tugas pengamanan markas, melawan napi terorisme. Begitu pula anggota TNI gugur melawan terorisme di Papua.
Korban masyarakat tak berdosa, lebih banyak lagi. Menandakan pemberantasan terorisme harus lebih dikukuhkan. Ini sesuai dengan amanat utama konstitusi. Alenia keempat pembukaan UUD, menyatakan, “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.”
Amanat wajib pembukaan UUD itu, di-breakdown pada batang tubuh. UUD pasal 28G ayat (1), “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan … .” Sedangkan penjamin pelaksanaan tugas keamanan, tertuang dalam UUD pasal 30 ayat (2). Yakni, TNI dan Polisi sebagai kekuatan utama, serta rakyat sebagai kekuatan pendukung.
Seluruh rakyat pasti mendukung pemberantasan terorisme. Polisi juga memiliki detasemen khusus (Densus 88) anti-teror, yang cukup berprestasi. Kini juga dikukuhkan dengan Koopsus Anti Terorisme, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 42 tahun 2019. Disambung dengan Peraturan Panglima (Perpang) TNI Nomor 19 Tahun 2019 tanggal 19 Juli 2019 tentang Organisasi dan Tugas Komando Operasi Khusus Tentara Nasional Indonesia.
Nomor khusus Perpang (serba 19, nomor 19, tanggal 19, tahun 2019), menandakan ke-seksama-an niat penyelenggara negara memberantas terorisme. Lebih lagi, Indonesia telah menjadi bagian internasional pemberantasan terorisme. Antaralain ratifikasi terhadap konvensi Anti Terorisme yang menggunakan bom (International Convention for the Suppression of Terrorist Bombing, United Nations General Assembly Resolution).
Dengan penguatan Koopsus TNI, calon pelaku terorisme, akan putus-asa menghadapi aparat keamanan Serta masyarakat tidak membiarkan teroris leluasa mempersiapkan diri. Tidak sembarang ceramah, dan posting di media sosial (medsos) bisa dilakukan, manakala ceramahnya berisi fitnah, atau menistakan kelompok lain. Sesuai dengan definisi terorisme dalam revisi UU, yang menambah frasa kata “motif ideologi, politik.”
Sehingga Koopsus TNI bersama BNPT (dan Densus 88), patut pula bekerjasama dengan BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara). Olok-olok keyakinan agama dalam media sosial (medsos), juga berpotensi menimbulkan tawur sosial. Berujung gangguan keamanan. Bukan hanya oleh ekstrem kanan (beraltar agama), melainkan juga olok-olok oleh ekstrem kiri.
Maka sinergi institusi negara memberantas terorisme, merupakan jawaban amanat konstitusi. Masing-masing memiliki area tugas. Seluruh rakyat berhak memperoleh kedamaian hidup bernegara dalam ke-bhineka-an.

——— 000 ———

Rate this article!
Koopsus Anti Terorisme,5 / 5 ( 1votes )
Tags: