Koperasi Sehat, Negara Pasti Kuat

Wahyu Kuncoro SNOleh :
Wahyu Kuncoro SN
Wartawan Harian Bhirawa
Di tengah membanjirnya janji janji manis para calon presiden (Capres) yang akan bertarung dalam Pemilihan Presiden 9 Juli mendatang, ternyata belum satu pun Capres yang berani menegaskan sikapnya terhadap masa depan koperasi. Mengapa komitmen Capres terhadap kehidupan koperasi perlu ditegaskan? Tidak lain adalah karena peran koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional sudah diamanahkan dalam konstitusi kita.
Beragam persoalan besar yang kini tengah menghimpit bangsa ini mulai dari masih angka pengangguran, kemiskinan, lebarnya kesenjangan, melambatnya pertumbuhan ekonomi dan sebagainya semestinya bisa diurai dengan konsep dasar ekonomi yang dianutnya. Dalam konteks ini, maka sudah seharusnya peran dan eksistensi koperasi harus dijadikan salah satu instrumen terpenting dalam menyelesaikan berbagai persoalan tersebut.
Ketidakpedulian terhadap nasib koperasi sesungguhnya sama artinya mereka mengabaikan amanah konstitusi.  Kesadaran inilah yang mungkin belum dimiliki para pemimpin kita, baik di pusat maupun daerah. Terbukti, banyak kebijakan ekonomi yang bukan saja tidak memberi dukungan kepada bangkitnya kehidupan koperasi, tetapi justru malah mematikan kehidupan koperasi. Simak saja bagaimana perilaku para pemimpin daerah kita yang ramai-ramai menggelar ‘karpet merah’ bagi masuknya retail modern ke kampung-kampung. Dampaknya sejumlah minimarket pun menjamur ke sudut-sudut kampung yang secara perlahan akhirnya mematikan sektor-sektor perekonomian rakyat yang berskala kecil. Tergusurnya pusat-pusat ekonomi rakyat pada gilirannya juga akan mematikan kehidupan koperasi.
Andai saja Bung Hatta masih hidup, bisa saja Bapak Koperasi Indonesia ini akan sangat heran ketika konsep ekonomi yang sudah diyakininya akan menjadi pilar utama penopang ekonomi nasional itu ternyata tidak juga mampu berperan sebagaimana yang diharapkan. Alih-alih mampu menjadi kekuatan ekonomi alternatif untuk menggantikan paham kapitalisme yang dianggap gagal mensejahterakan rakyat, untuk sekadar bertahan hidup pun sulit. Gagasan ekonomi koperasi Bung Hatta sebagaimana dituangkan dalam artikelnya Ekonomi Rakyat dalam Bahaya (1943) menegaskan peran penting koperasi sebagai ”rumah” bagi para pelaku ekonomi kecil dan menengah untuk melawan ketidakadilan kolonial (pasar). Pemerintah daerah yang sepatutnya bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup perekonomian rakyat kecil justru membiarkan serbuan kapitalisme tersebut menyapu bersih usaha-usaha kecil masyarakat.  Kepatuhan kita pada arogansi kapitalisme inilah yang menjadi faktor sulitnya berkembang ekonomi kerakyatan dan utamanya koperasi. Padahal, pengalaman di banyak negara membuktikan, bahwa gerakan koperasi memiliki kemampuan ekstra dan kinerja yang tinggi (baik).
Di Amerika Serikat (AS) misalnya, sekitar separuh penduduknya merupakan pelanggan tetap koperasi produksi dan konsumsi, yang terlibat dalam sekitar 50.000 kegiatan usaha dari bisnis skala kecil hingga termasuk bisnis yang termasuk Fortune 500 (500 bisnis terbesar di AS). Hal yang sama juga terjadi di Singapura. Di negara ini, 75 persen jaringan supermarketnya dikuasai oleh koperasi. Bahkan, bank terbesar di Jepang, yakni Nurichukin Bank, sebagian besar sahamnya ternyata dimiliki oleh koperasi. Di Belanda, salah satu bank terbesarnya, Rabo Bank, ternyata berasal dari koperasi simpan pinjam bernama Raifaissen Boerenleen Bank. Bahwa apa yang terjadi di beberapa negara tersebut menunjukkan bahwa koperasi dapat berperan lebih besar lagi dalam perekonomian nasional di banyak negara. Nah, dalam konteks inilah paradigma kita dalam memandang koperasi, dan berkoperasi harus ditempatkan.
Momentum Kebangkitan Koperasi
Dalam himpitan dan tekanan ekonomi global yang demikian hebat, maka dibutuhkan figur pemimpin yang mampu menegakkan kembali perekonomian kerakyatan. Dalam konteks inilah, kita sungguh berharap agar figur Capres yang bertarung dalam Pilpres 9 Juli mendatang juga ikut memikirkan dan sekaligus punya komitmen kuat untuk membangkitkan koperasi. Bangsa ini tengah membutuhkan figur pemimpin yang memiliki keberpihakan terhadap eonomi kerakyatan dan bukannya pemimpin yang lebih senang mengabdi kepada kepentingan asing. Presiden mendatang haruslah figur yang berani melawan intervensi dan kepentingan asing yang mencoba mencaplok kemandirian dan martabat bangsa.
Koperasi dalam konstitusi kita adalah sokoguru perekonomian nasional. Dengan demikian, konsep perekonomian yang mengedepankan kebersamaan, kegotongoyongan harus menjadi ciri khas perekonomian nasional. Perekonomian yang dibangun oleh semangat kebersamaaan bukannya perekonomian yang dibangun oleh persaingan dan apalagi saling menjatuhkan. Inilah sesungguhnya filosofi dasar perekonomian dengan menempatkan koperasi sebagai pilar penyangga utamanya. Lantaran itu, keberadaan kelembagaan koperasi harus mendapat dukungan nyata, untuk menghadapi tantangan pasar bebas.
Menyandarkan eksistensi koperasi hanya kepada lembaga-lembaga yang khusus menangani koperasi seperti Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) tentu merupakan sikap yang tidak bijak. Kalau merujuk UU 17/2012 tentang Perkoperasian memang menegaskan Dekopin  berfungsi sebagai wadah untuk memperjungkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi koperasi dalam rangka pemberdayaan koperasi. Namun, rasanya sungguh berlebihan kalau Dekopin bisa membangkitkan koperasi Indonesia sendirian. Pemerintah harus  ikut memperluas berbagai akses untuk menguatkan keberadaan koperasi dan UMKM seperti yang dilakukan Dekopin selama ini. Meskipun belum maksimal, tentu upaya-upaya yang telah dilakukan Dekopin dalam menguatkan daya tahan koperasi sekaligus membangkitkan koperasi dari kematian patutlah kita apresiasi secara positif. Artinya keberadaan koperasi bukan hanya butuh dukungan tetapi juga butuh keberpihakan nyata dari pemerintah.
Dalam UU No 17 tentang Perkoperasian sesungguhnya juga memberikan angin segar bagi koperasi Indonesia karena adanya pasal yang mengatur perlindungan dari pemerintah terhadap pemberdayaan koperasi melalui penguatan peran dan fungsi Dekopin. Dengan adanya amanah ini, sejatinya pemerintah bisa memberikan kesempatan pada koperasi untuk bidang distribusi pupuk dan kebutuhan pertanian lainnya, karena dimasa lalu peran ini bisa dijalankan dan berhasil, sehingga banyak petani tertarik bergabung dengan koperasi. Langkah ini juga bisa menjadi jawaban atas permasalah kelangkaan bahan kebutuhan pertanian dan keterbatasan akses pembiayaan. Koperasi di Indonesia, memang belum seperti yang diamanahkan konstitusi kita. Namun, tidak ada salahnya apabila peran yang sudah diemban  bisa diperbesar dan diperluas lagi. Beri kesempatan kepada koperasi untuk lebih aktif dalam kancah perekonomian Indonesia. Toh, sudah bergitu banyak koperasi yang sukses mendulang keberhasilan dan mampu menjadi konglomerasi koperasi.
Kita yakin manakala bentuk-bentuk kegiatan seperti itu diberikan ruang berekspresi sedikit lebih besar, jaringan lebih lebar, dan dilindungi keberadaannya oleh hukum maka bisa dipastikan akan lebih berkembang. Penulis percaya, kemandirian ekonomi bisa dimulai dari kemandirian koperasi. Apabila koperasi sudah mampu mandiri, niscaya peran mereka juga akan semakin membesar. Butuh waktu memang, tapi memulai dari sekarang adalah pilihan yang tepat.
Semoga, momentum Pemilihan Presiden nanti akan jadi sejarah bagi hadirnya pemimpin baru yang memiliki kepedulian dan komitmen kuat untuk membangkitkan kehidupan koperasi di Indonesia.
Wallahu’alam Bhis-shawwab

—— *** ——

Rate this article!
Tags: