Koperasi Wanita Kota Malang Menangkan Gugatan di MK

uploads--1--2014--05--98586-koperasi-1-puskowan-jatim-lega-mk-cabut-uu-perkoperasianKota Malang, Bhirawa
Setelah berjuang keras selama satu tahun dua bulan, akhirnya  Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowan Jatim)  berhasil memenangkan gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) atas judicial review UU No 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, yang dinilai tidak pro dengan kepentingan rakyat.
Puskowan Jatim menggugat UU koperasi yang baru, karena dalam beberapa pasal utamanya perihal definisi koperasi, sangat bertentangan dengan UUD 1945.
Ketua Puskowan Jatim, Sri Untari Bisowarno, akhir pekan kemarin kepada wartawan mengutarakan, gugatan yang dia lakukan bersama dengan sejumlah koperasi itu, disebabkan oleh  hilangnya nilai-nilai koperasi pada yang ada pada  pasal 1 angka 1 UU 17 tahun 2012 ini tidak sesuai dengan amanat UUD 1945.
“Makanya kita gugat, karena tidak sesuai dengan sistem koperasi, dan bertentangan dengan UUD 1945,” kata Calon anggota DPRD Jawa Timur terpilih ini.
Menurut wanita yang juga ketua Koperasi Setia Budi Wanita (SBW) Malang ini,  Undang-undang koperasi yang baru,  mengkaburkan ciri khas koperasi dengan menarik ke pelaku ekonomi ketiga atau pihak swasta.
Sistem  Koperasi yang mengedepankan gotong royong, kata dia  secara langsung hilang dengan adanya  UU 17 tahun 2012, ini yang dia gugat.
“Koperasi itu cirinya gotong royong, kalau tidak ada ciri itu,  sangat merugikan koperasi yang selama ini dirintis,” ujarnya.
Karena Koperasi sebagaimana ciri watak khas-nya dalam UUD 1945 adalah berbasis dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat. Sedangkan, definisi koperasi dengan UU 17 tahun 2012 lebih mengarah kepada kepemilikan atas nama perseorangan.
Disamping  itu UU 17 tahun 2012 ini berdampak sangat tidak baik bagi koperasi dimasa yang akan datang.  Dampak lainnya adalah adanya kalimat yang tidak tepat pada UU tersebut.
Sebagaimana tertulis  dalam pasal 67 ayat 1 UU No 17 tahun 2012 terkait dengan kata setoran. Pasalnya, kata setoran ini sangat berbeda jauh pemahamannya dengan kata simpanan yang jelas memiliki implikasi kepada anggota.
“Kata  setoran uang itu konotasinya, berbeda dengan simpanan, jika kata setoran  akan hilang, sedangkan kalimat,  simpanan bisa diambil lagi oleh para anggota,” tutur wanita yang juga Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Malang ini.
Selain itu, dengan hadirnya UU 17/2012 ini maka koperasi harus memisahkan diri   sesuai dengan jenis usaha yang diatur dalam pasal 83. Dampak pembelahan ini akan ada masalah pada administrasi, selain itu pajaknya juga besar, inilah yang jadi keberatan semua seluruh  koperasi.
Seperti diketahui, dalam amar putusannya, MK menyebutkan UU No 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian bertentengan dengan UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Guna mengisi kekosongan hukum, MK memutuskan untuk koperasi kembali kepada UU No 25 Tahun 1992 dengan catatan berlaku sementara waktu sampai dengan terbentuknya Undang-undang baru.
“Kita sekarang menggunakan UU yang lama dulu, sampai ada UU penggantinya,”tutur Sri Untari. [mut]

Tags: