Koran dan Budaya Literasi Keluarga

Puri Fitriani

Puri Fitriani
Anak dan orangtua sekarang cenderung lebih mengandalkan googling daripada mencari dari buku saat membantu anak membuat pekerjaan rumah (PR) anak. Alasannya, lewat googling lebih mudah. “Langsung to the point, ndak perlu susah membaca panjang. Hanya perlu waktu singkat,” kata pegiat literasi keluarga Puri Fitriani. Namun demikian lanjut Puri, dengan mengandalkan google saat anak-anak mencari jawaban utk PR nya, maka anak-anak menjadi tidak tahu bagaimana asyiknya dan cara mencari informasi dari buku. Selain itu, anak-anak juga banyak kehilangan informasi lainnya serta tidak terbiasa untuk memilah mana penting dan tidak penting.
“Mereka akan menjadi anak yang cepat menyerah jika ada kesulitan dan mengandalkan orang lain. Implikasi lainnya adalah minat baca kurang terasah,” kata peraih gelar juara 2 Lomba Blog Pendidikan Keluarga Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Tingkat Nasional.
Terdorong oleh realitas yang seperti itu, Puri pun kemudian tergerak untuk membuat aktivitas bagi anak-anak berupa membuat kliping koran dalam versi konvensional.
“Kenapa perlu saya sebut ‘klipping koran konvensional’? Karena deskripsi kata klipping di era digital kini telah mengalami pergeseran,” jelas penerima gelar “Wanita Inspiratif” versi Female Radio di tahun 2013 ini.
Singkat cerita, ketika mengadakan aktivitas membuat klipping konvensional bersama anak-anak, banyak fakta mengejutkan dari para bocah peserta kegiatan tersebut.
“Dari sekitar 15 orang anak usia 8-12 tahun, ternyata ada yang belum pernah melihat wujud fisik koran,” kata Puri yang aktif menjadi narasumber di berbagai seminar literasi nasional ini. Sementara fakta yang lain, ada yang sudah tahu bahwa benda itu bernama koran, tapi tidak tahu bagaimana cara membaca koran. Karena hanya pernah membaca dalam bentuk paragraf secara mendatar, mereka tidak tahu cara membaca koran kolom per kolom secara menurun.
Di tengah gempuran digitalisasi ini, beberapa media literasi cetak ternyata dapat menjadi pengalaman dengan keseruan tersendiri. Antara lain karena beberapa media literasi cetak memiliki keunikan tersendiri dan butuh seni tertentu untuk membacanya.
“Ya semisal surat kabar atau koran, yang cara membacanya sedikit berbeda dengan buku. Lalu ada pula komik yang berbeda pula seni menikmatinya,” jelas Puri.
Pembaca jelas Puri, dituntut untuk dapat beradaptasi dengan berbagai teknik membaca yang berbeda. Hal ini secara tidak langsung memberi efek yang positif bagi terbentuknya karakter positif pada pembaca usia anak. Adaptasi dengan berbagai teknik membaca yang berbeda secara tidak langsung dapat melatih anak untuk berstrategi dalam beragam kondisi dan situasi.
Membaca koran juga memberi anak peluang untuk mendapat lebih banyak informasi ketimbang googling. Saat membolak-balik lembaran surat kabar, bisa jadi anak akan menemukan variasi judul artikel yang menarik dan menggugah rasa ingin tahunya.
Dan salah satu keunggulan lain dari surat kabar ialah, segala info yang termuat di dalamnya telah melalui rangkaian panjang fit and proper test sehingga lebih terjamin kebenarannya dibandingkan artikel yang beredar di laman internet.
Sedangkan pada dunia maya, siapa pun bisa menulis tentang apa saja, dimana saja, dan kapan saja.
“Tak jarang opini subyektif tanpa dasar menjadi viral dan dianggap sebagai kebenaran,” tegas Puri.
Memperkenalkan surat kabar pada anak sebagai salah satu sumber info dan literasi sangat layak dipertimbangkan oleh semua orangtua. Informasi apapun yang diterima manusia, akan menjadi tonggak landasan bagi kerangka pikirnya.
“Kenapa warga dewasa cenderung lebih sulit terpengaruh berita hoax?
Bisa jadi salah satu alasannya karena mereka telah lebih dulu memiliki landasan informasi yang dibaca melalui versi cetak di masa kecil mereka,” kata Puri yang sehari-hari adalah guru SMP Negeri 189, Jakarta. Dengan demikian, lanjut Puri ketika membaca informasi di laman internet, maka memori otaknya akan secara otomatis melakukan perbandingan antara informasi baru dengan data info lama yang sudah lebih dulu tersimpan. [why]

Rate this article!
Tags: