Korban Longsor Ponorogo Dapat Jaminan Hidup dan Rumah

Gubernur Dr H Soekarwo saat memberikan keterangan pers terkait penanganan bencana longsor di Desa Banaran Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo di Gedung Negara Grahadi, Senin (3/4). [trie diana]

Pemprov, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo menetapkan bencana longsor di Desa Banaran Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo hanya bencana provinsi. Sehingga penanganan bencana sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemprov Jatim dan Pemkab Ponorogo. Pemerintah pusat sifatnya hanya mendampingi dan memfasilitasi.
Beberapa penanganan tindaklanjut telah disiapkan pemprov dan Pemkab Ponorogo. Seperti mengenai masalah evakuasi 26 korban yang masih belum ditemukan hingga kemarin siang, relokasi warga,  bantuan jaminan hidup hingga santunan kepada para korban.
“Terkait bantuan jaminan hidup bagi pengungsi, kami akan tanggung. Saya sudah minta bupati untuk menghitung berapa biaya yang dibutuhkan pengungsi per orang per harinya dan berapa lama mereka kita tanggung. Semua bantuan diurusi BPBD dan yang meninggal akan mendapat santunan Rp 10 juta,” kata Gubernur Soekarwo saat jumpa pers di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Senin (3/4).
Untuk bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos), Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Soekarwo mengatakan bantuan dari pemerintah pusat tersebut akan dikelola kabupaten. “Tapi untuk jaminan hidup biar provinsi yang menangani. Kami bukan menolak bantuan Mensos, tapi biar untuk daerah lainnya. Bencana Gunung Kelud saja kami mampu kok. Ini karena statusnya adalah bencana provinsi bukan nasional,” jelasnya.
Mengenai masalah relokasi, Pakde Karwo mengatakan Pemprov Jatim akan segera membangunkan rumah sementara bagi para pengungsi, sambil menunggu proses berikutnya. Tanahnya akan dicarikan bupati dan bangunannya akan dibuatkan oleh pemprov. Selanjutnya, relokasi ini akan dibantu oleh TNI AD dan kepolisian.
Menurutnya, hingga saat ini proses evakuasi terus dilakukan. Di mana saat ini ada enam alat eskavator yang digunakan, dari total sepuluh yang dibutuhkan. Proses evakuasi ini juga sangat tergantung cuaca, sehingga bila hujan deras proses ini hanya bisa berlangsung efektif enam jam.
Pakde Karwo mengatakan permasalahan lainnya adalah bila hujan deras dan banjir besar, tanah di bawahnya juga berbahaya. Sehingga warga yang ada di bawah juga harus dipikirkan. “Kami terus diskusi dengan bupati, juga dengan BPBD terkait  skenarionya bila terjadi hujan deras lagi,” katanya.
Dari segi early warning bencana, jelas Pakde Karwo, sejatinya di Desa Banaran sudah berjalan baik. Bahkan, kepala dusun juga sudah menjadi kader bencana, sehingga sudah terlatih. Akan tetapi saat longsor terjadi, ada beberapa warga yang kembali karena ingin memanen jahe. “Early warning sudah ada sejak seminggu sebelumnya,” kata Pakde Karwo.
Terkait dengan penyebab bencana, kebanyakan masyarakat di daerah atas menanam tanaman yang tidak memiliki akar tunjang atau akar kuat. Sehingga ketika hujan deras, tanah di atas tidak kuat menahan air, yang kemudian menyebabkan longsor.
Untuk batas waktu pencarian korban, Pakde Karwo menjamin proses ini akan dilakukan sampai korban ditemukan. “Berdasarkan pertimbangan tokoh adat, tokoh agama, proses akan terus dilakukan sampai semua korban ditemukan,” ujarnya.
Anggota Komisi B DPRD Jatim Subianto mendorong agar Bank Jatim memberikan CSR (Corporate Social Responsibility) yang dimiliki oleh Bank Jatim untuk diberikan kepada masyarakat yang rawan bencana. Politisi asal Partai Demokrat ini mengatakan CSR tersebut diharapkan sebagai pengganti asuransi bagi petani yang terkena dampak dari bencana.

Tags: