Korban Menilai Eksepsi Terdakwa Tak Masuk Akal

Kedua terdakwa kasus Sipoa, Klemens Sukarno Candra dan Budi Santoso menjalani sidang di PN Surabaya, Selasa (31/7). [abednego/bhirawa]

(Sidang Dugaan Penipuan dan Penggelapan Dua Petinggi Sipoa Grup)
PN Surabaya, Bhirawa
Klemens Sukarno Candra dan Budi Santoso, terdakwa dugaan kasus penipuan dan penggelapan jual beli apartemen Royal Avatar World (Sipoa Grup) senilai Rp 12 miliar kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (31/7). Sidang kali ini mengagendakan pembacaan eksepsi (keberatan) yang diajukan kedua petinggi Sipoa Grup ini.
Sama seperti sidang sebelumnya, puluhan korban kasus ini turut mengawal sidang kedua petinggi Sipoa Grup, yakni Klemens Sukarno Candra dan Budi Santoso. Dengan pengawalan anggota polisi bersenjata, kedua terdakwa keluar dari Ruang Tahanan PN Surabaya dengan diiringi teriakan “Maling-maling kembalikan uangku” dari para korban.
Diketuai Majelis Hakin I Wayan Sosiawan, sidang dimulai dengan pembacaan eksepsi yang dibacakan oleh penasihat hukum kedua terdakwa, Desima Waruwu. Dalam eksepsinya tim penasihat hukum terdakwa mengatakan sesuai dakwaan terkait locus delictinya (tempat terjadinya perkara), perkara ini jelas masuk dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo. Pihaknya menilai dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak cermat.
“Sesuai dakwaan, locus delictinya perkara ini jelas masuk dalam wilayah PN Sidoarjo. Kami mohon Majelis Hakim menolak dakwaan JPU dan tidak dapat diterima,” kata penasihat hukum terdakwa, Selasa (31/7).
Setelah mendengar eksepsi dari terdakwa, Ketua Majelis Hukum I Wayan Sosiawan menanyakan jaksa terkait tanggapan atas eksepsi dari terdakwa. Jaksa Rachmad Hary Basuki menyanggupi tanggapannya akan disampaikan pada persidangan pekan ini, atau pada Kamis (2/8).
“Siap Majelis, Kamis (2/8) ini kami siap dengan jawaban atas eksepsi yang diajukan terdakwa,” tegas Jaksa Rachmad Hary Basuki di hadapan Ketua Majelis Hakim yang sekaligus menutup jalannya persidangan kali ini.
Menanggapi eksepsi dari terdakwa, Ketua Paguyuban Pembeli Proyek Sipoa (P2S), Antonius Joko Mulyono menegaskan bahwa eksepsi terdakwa yang menyoal terkait locus delicty dinilai sangat tidak beralasan. Menurutnya, pembayaran yang dilakukan korban PT Sipoa Grup ini dilakukan di Surabaya yang notabene kota dimana perkara ini ditangani.
“Kendati proyek Sipoa berada di Sidoarjo, namun semua administrasi dan pembayaran dilakukan di Surabaya. Pembayaran ditangani oleh PT Sipoa Investama Propertindo yang komisarisnya dijabat Budi Santoso,” tegasnya saat dikonfirmasi usai sidang.
Antonius menambahkan proses yang dilaksanakan di Sidoarjo antara pihak terdakwa dengan para korban hanya terkait pengambilan surat bukti pembayaran saja. Sedangkan selebihnya, yakni proses perjanjian dilakukan di Surabaya. Atas eksepsi yang diajukan terdakwa, pihaknya beserta puluhan korban PT Sipoa berharap Majelis Hakim dapat menolak eksepsi yang diajukan oleh terdakwa.
“Kita memohon Majelis Hakim menolak eksepsi yang diajukan kedua terdakwa serta melanjutkan sidang ke tahap pembuktian,” harapnya.
Sebelumnya, dalam dakwaan JPU dijelaskan bahwa akibat tidak dibangunnya Apartemen Royal Afatar World tersebut, 71 orang yang memesan Apartemen Royal Afatar World termasuk Syane Angely Tjiongan dan Dra Lind Gunawati GO melaporkan terdakwa ke SPKT Polda Jatim. Korban yang memesan Apartemen Royal Afatar World mengalami kerugian total Rp 12.388.751.690.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa didakwa dalam dakwaan primernya Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan dakwaan sekundernya Pasal 378 KUHP juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penipuan dan penggelapan. [bed]

Tags: