Korban Terdampak Longsor Ngrimbi Tempati Rumah Baru

Bupati Nyono Suharli bersama Wakil bupati Hj Mundjidah Wahab serta Ketua DPRD Jombang Joko Triono meninjau langsung bangunan korban longsor Dusun kopen Desa Ngrimbi Kecamatan bareng Jombang.

Bupati Nyono Suharli bersama Wakil bupati Hj Mundjidah Wahab serta Ketua DPRD Jombang Joko Triono meninjau langsung bangunan korban longsor Dusun kopen Desa Ngrimbi Kecamatan bareng Jombang.

Jombang, Bhirawa
Bupati Jombang Nyono Suharli resmi menyerahkan 27 rumah bagi 27 Kepala Keluarga (KK) korban terdampak longsor di Dusun Kopen, Desa Ngrimbi, Kecamatan Bareng, Jombang, Senin (19/1) kemarin. Penyerahan rumah hunian sementara (huntara) kepada 27 KK terdampak longsor langsung dilakukan Bupati Jombang, Nyono bersama Wabup Hj Mundjidah Wahab serta Ketua DPRD, Joko Triono.
Bupati berharap dengan telah diserahkannya hunian baru itu, warga korban longsor Dusun Kopen Desa Ngrimbi  Kecamatan Bareng, tidak lagi tinggal di kawasan perbukitan yang rentan terjadi longsor. ”Kami berharap, setelah menempati rumah baru ini, warga sudah bisa tenang dan tidak kembali ke rumah lamanya,” ujar Bupati Jombang, Nyono Suharli Wihandoko,  saat mengunjugi rumah-rumah untuk korban terdampak longsor
Penyerahan huntara bagi korban terdampak longsor di Dusun Kopen Desa Ngrimbi dilaksanakan bersamaan dengan pelantikan Kepala Desa Ngrimbi, M. Khoiri. Secara simbolis, kunci rumah diterima oleh Khuzaini, korban selamat tragedi longsor Kopen, 28 januari 2014 silam.
Nyono Suharli menjelaskan, fasilitas yang bisa disediakan memang terbatas pada kebutuhan dasar bangunan rumah. Keterbatasan anggaran, menjadikan fasilitas yang bisa disediakan terbatas. “Total anggaran untuk tiap unit rumah, Rp. 46 juta. Itu termasuk PPN. Jadi bangunan rumahnya seperti ini, termasuk listrik dan sarana air. Untuk fasilitas tambahan, disini akan dibangun jalan poros kampung yang bersumber dari dana Rp. 500 juta per desa,” jelasnya.
Masih menurut Bupati pihaknya tidak menampik, jika upaya relokasi untuk warga korban longsor dan korban yang tempat tinggalnya rawan longsor ini berlangsung cukup lama. Menurutnya, hal ini disebabkan karena adanya tarik ulur antara pihak pemerintah daerah, dengan 27 KK (kepala keluarga) soal lahan. ’’Yang membuat lama relokasi ini adalah tanah yang akan digunakan sebagai tempat relokasi. Makanya baru bisa dilakukan sekarang,’’ ujarnya.
Ia menambahkan, seyogyanya Pemkab Jombang telah menyiapkan beberapa titik lokasi untuk dijadikan tempat relokasi ke 27 warga. Baik yang menjadi korban longsor, maupun warga yang rumanya terdampak. ’’Sebenarnya ada dua tempat yang sudah kami siapkan untuk relokasi, yakni di Japanan, dan yang kedua di Desa Ngrimbi sendiri. Namun warga tidak berkenan, dan memilih ditempat ini,’’ tambahnya.
Karena itulah, proses relokasi ini memakan banyak waktu hingga setahun. Padahal, semestinya relokasi ini dapat dilakukan secepat mungkin pasca bencana itu terjadi. ’’Untuk relokasi disini membutuhkan banyak waktu, terkait dengan pembebasan lahannya. Karena lahan disini merupakan milik warga, bukan perhutani atau pemda,’’ jelasnya.
Dari mana anggarannya..? Nyono membeberkan, anggaran yang digunakan untuk Huntara adalah sharing dari bantuan BNPB dengan pemkab Jombang. “Prosentase 85 persen BNPB dan 15 persen dana APBD. Untuk provinsi tidak jadi dapat bantuan dana. Alasannya dana dari provinsi dialihkan untuk korban bencana kelud,’’ tuturnya.
Sementara itu, salah satu korban selamat tragedi longsor, Khuzaini, mengungkapkan, akibat kehilangan rumah yang tertimbun longsor, dirinya terpaksa menjual lahannya untuk dijadikan modal mendirikan rumah. “Dulu saya jual dengan harga Rp. 45 juta untuk membuat rumah. Sekarang tidak punya lahan lagi,” katanya.
Khuzaini mengakui jika pilihannya menjual tanah sawah untuk membuat rumah karena tidak jelasnya bantuan rumah bagi korban terdampak longsor. “Sampai tiga bulan setelah kejadian tidak ada kejelasan, sementara kami tidak enak kalau harus terus menerus numpang. Akhirnya ya menjual tanah untuk membuat rumah ini,” ungkapnya. [rur]

Tags: