Korps Bhayangkara Berbenah

Karikatur PolisiDuet kepemimpinan Kepolisian RI (Polri), sudah komplet. Periode ini diamanatkan kepada Jenderal Badrodin Haiti (lulusan terbaik Akpol tahun 1982). Serta Wakil Kapolri, Komjen Budi Gunawan (alumnus Akpol 1983). Keduanya diharapkan mampu menepis kekhawatiran munculnya “matahari kembar.” Hari ini, Polri 69 tahun. Momentum utama untuk membangun citra Polri sebagai garda terdepan korps keamanan dan ketertiban masyarakat.
Harus diakui, membentuk pucuk pimpinan Polri tidak mudah. Terjadi kegaduhan politik. Bahkan presiden meng-anggap perlu menciptakan ketenangan, agar tidak semakin menyeret institusi kepolisian semakin dalam. Kenyataannya, sangat mudah membidik aparat kepolisian untuk di-“tipikor”-kan. Pejabat dan perwira kepolisian (mulai mabes sampai Polsek) bisa habis karena tren “tipikorisasi.”
Aparatur Negara  rentan menghadapi sangkaan tindak pidana korupsi. Karena sistem yang busuk, dan penegakan hukum yang kelewat genit (tidak independen). Maka seluruh pejabat bisa masuk bui. Orang baik-baik sekalipun. Misalnya, hal itu pernah terjadi pada Prof. Dr. Said Aqil Munawar (mantan Menteri Agama), yang divonis 5 tahun penjara. Kesalahannya, memberikan Dana Abadai Umat (DAU) dan kelebihan biaya haji untuk kegiatan sosial kementerian.
Konon, duit sebanyak Rp 275,9 milyar, ditebar untuk pondok pesantren, madrasah, masjid dan ormas Islam. Padahal, menteri agama terdahulu juga melakukan hal yang sama. Tetapi, siapa berani (menduga saja) bahwa Prof. Dr. Said Aqil Munawar “makan” duit negara? Toh, pada tanggal 7 Pebruari 2006, ia divonis bersalah oleh PN Jakarta Pusat. Tak lama setelah itu, seorang pimpinan KPK  divonis penjara selama 18 tahun dalam kasus pembunuhan berencana.
Tipikorisasi menjadi “hantu” paling menyeramkan seluruh penyelenggara negara. Sudah banyak perwira polisi masuk bui setelah divonis dalam sidang tipikor. Antaralain mantan Kabareskrim (Komjen) Susnoduadji, serta mantan Dirlantas Irjen Djoko Susilo. Dan polisi, selalu berpeluang membalas sesuai dengan tupoksinya, yakni kriminalisasi.
Namun andai polisi cukup terpercaya, pasti tidak akan muncul istilah “kriminalisasi” (yang berkonotasi di-kriminal-kan). Begitu pula andai KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) terpercaya, pastilah tidak muncul istilah tipikorisasi. KPK sering dituding melakukan tebang pilih, dan bekerja berdasar “pesanan” (tidak independen). Lebih lagi, hakim Pengadilan tipikor di daerah sudah banyak yang masuk penjara dalam kasus suap.
Sebagai garda terdepan penegakan hukum, polisi wajib menjamin seluruh proses hukum merupakan hal lazim dan profesional. Termasuk mem-PTUN-kan status tersangka oleh polisi, maupun oleh KPK. Status “tersangka” bukanlah pasti bersalah. Melainkan memiliki hak sejak awal, berupa bebas dari penganiayaan dan intimidasi secara fisik maupun psikis. Juga bisa bebas dari status tersangka melalui proses PTUN.
Harus diakui, sebagai garda terdepan urusan kamtibmas dan penegak hukum, polisi mestilah berbenah. Tugas terasa makin berat, karena rasio jumlah polisi masih sangat kurang. Gajinya juga kurang memadai, peralatan sarana tugasnya pun masih minimalis. Bahkan sering, dukun membantu tugas kepolisian karena alat deteksi tak memadai. Ini tentu tidak profesional, bisa berpotensi penyelewengan wewenang.
Pada sisi lain, tingkat kesejahteraan polisi mestilah terjamin, dengan remunerasi yang halal. Walau bukan “malaikat,” dan bukan pula Superman, polisi mengemban tugas cukup berat. UUD pasal 30 ayat (4) secara spesifik menyebut “kepolisian negara RI sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum.”
Harus diakui, banyak kelakuan oknum polisi yang menyimpang, kriminal, im-moral bahkan melanggar hak asasi manusia (HAM) dalam melaksanakan tugasnya.  Tetapi banyak pula Jenderal polisi berbadan kurus, tidak memiliki rekening gendut.  Juga banyak pula jenderal polisi yang terlibat (aktif) dalam dakwah keagamaan, disebut sebagai kyai.

                                                                                                                   ———   000   ———

Rate this article!
Tags: