Kota Probolinggo Inflasi Tertinggi Ketiga di Provinsi Jawa Timur

Sayur mayur naik penyumbang inflasi di Probolinggo.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Kota Probolinggo, Bhirawa.
Selama Januari 2021, Kota Probolinggo tercatat mengalami inflasi tertinggi ketiga di Jawa Timur. Tercatat 0,28 persen dan masih di bawah Kota Madiun dan Surabaya. Namun, berbeda dengan bulan-bulan sebelumnya, banyak komoditas pangan yang masuk 10 besar penyumbang inflasi. Pada Januari 2021, tercatat ada 3 komoditas nonpangan yang ikut menyumbang inflasi.

“Ada 3 komoditas nonpangan yang masuk 10 penyumbang inflasi. Yaitu, kenaikan upah asisten rumah tangga; kenaikan upah tukang nonmandor; dan kenaikan harga emas perhiasan,” ujar Kasi Statistik dan Distribusi BPS Kota Probolinggo Moch Machsus, Kamis (4/2).

Machsus mengatakan, kenaikan upah, baik bagi asisten rumah tangga maupun tukang, bukan disebabkan dampak pandemi korona. “Dari survei kepada kontraktor, kenaikan upah tukang ini karena dari pemerintah ada penyesuaian upah bagi tukang. Kalau untuk ART (asisten rumah tangga) ini karena nilai tawar ART sekarang cukup tinggi. Sulit masyarakat untuk menemukan ART yang sesuai dan cocok untuk kebutuhan rumah tangga,” jelasnya.

Karenanya, menurutnya, ART bisa meminta kenaikan upah. Jika tidak disetujui, mereka bisa pindah ke tempat kerja baru yang upahnya sesuai. Sebelumnya, kata Machus, lebih sering komoditas bahan pangan masuk 10 penyumbang inflasi.

Dengan masuknya komponen nonpangan dalam penyumbang inflasi, bisa berarti ekonomi tidak hanya digerakkan dari kebutuhan primer. “Sektor ekonomi lain juga bergerak selain dari komoditas pangan yang memang kebutuhan primer masyarakat. Namun diharapkan sektor lain juga bergerak seperti konstruksi dan perdagangan,” terangnya.

Machsus menjelaskan, jika inflasi konsisten naik di atas 2 persen, artinya ekonomi mulai pulih dengan bergeraknya sektor usaha masyarakat. Berdasarkan data BPS Kota Probolinggo, inflasi year in year Kota Probolinggo, masih di bawah 2 persen. Yakni, hanya 1,76 persen, sedangkan pada 2020 hanya mencapai 1,93 persen.

Naiknya harga kentang juga memicu inflasi, di tengah musim hujan, stok kentang di kawasan Gunung Bromo Kabupaten Probolinggo saat ini menipis. Akibatnya, membuat harga kentang meroket naik hingga Rp 9.500 / Kg. Kondisi itu sangat membantu petani untuk mencukupi biaya operasional bertanam kentang.

Ahmad Yayan, salah seorang petani kentang asal Desa Ngadas Kecamatan Sukapura mengatakan, sebelumnya harga kentang sempat anjlok. Namun sejak seminggu terakhir, harga kentang mulai naik. Kenaikannya sekitar Rp 2 ribu lebih per kilogramnya. “Harga kentang sebelumnya Rp 7.000 per kilogram, sekarang harganya Rp 9.000 sampai Rp 9.500 per kilogramnya,” katanya.

Menurutnya, angka Rp 9.000 merupakan harga yang pas untuk saat ini. Sebab, jika harganya Rp 7.000 ke bawah seperti sebelumnya, petani dipastikan tak dapat untung. Harga Rp 7 ribu, disebutkan Yayan, hanya cukup bagi petani untuk menutup modal. “Untuk kenaikan harga kali ini, petani bisa untung. Kalau di bawah Rp 7.000 petani rugi. Kami berharap terus naik ya. Agar petani bisa untung dan tigak merugi,” terangnya.

Doni, petani kentang lainnya mengharapkan, harga kentang bisa terus tinggi. Tujuannya, petani tidak mengalami kerugian. Kenaikan harga kentang saat ini, karena stok kentang yang mulai menipis. Sebab, saat ini baru masuk musim tanam kentang. Dirinya berharap, sebulan ke depan saat musim panen, harga kentang bisa tetap stabil, tidak turun anjlok. “Karena sekarang kentang lumayan sulit dicari. Ini masih awal musim tanam. Jadi stok kentangnya sedikit di pasar,” ungkapnya.

Selain itu sejumlah kebutuhan sayur mayur di Kota Probolinggo mengalami kelonjakan harga. Stok terbatas karena musim hujan, menjadi salah satu faktor naiknya harga sayur. Hal itu terpantau sejak seminggu ini. Sejumlah sayur mengalami kenaikan harga seperti cabai merah, cabai rawit, tomat, timun dan wortel di Pasar Baru.

Harga cabai merah jika biasanya Rp 20 ribu, kini menjadi Rp 55 ribu per kilogram. Cabai rawit dari Rp 20 ribu menjadi Rp 40 ribu per kilogram. Termasuk Wortel dari Ro 8 ribu menjadi Rp 12 ribu per kilogram, tomat Rp 4 ribu menjadi Rp 15 ribu, begitu juga Timun Rp 10 ribu menjadi Rp 15 ribu per kilogram.

“Beberapa sayur relatif naik Mas, musim hujan jadi pengaruh barangnya yang tidak banyak,” ucap Maryam, pedagang pasar asal Kelurahan Sumber Wetan, Kecamatan Kedopok. Ia pun tidak bisa berbuat banyak, sebab jika tidak menaikkan harga bisa rugi. Ia cuma berharap, agar harga tersebut berangsur normal agar daya beli masyarakat juga tinggi.

Sementara itu, salah satu pembeli di Pasar Baru Halimah (35) mengaku terpaksa harus beli meski harga mahal. Sebab, sayur mayur tersebut menjadi kebutuhan. “Tetap harus beli, karena kebutuhan sehari-hari. Seperti cabai merah, rawit maupun tomat,”jelasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro Perdagangan dan Perindustrian (DKUPP) Kota Probolinggo Fitriawati mengatakan,pihaknya memahami sejumlah sayur mayur mengalami kenaikan. Faktor cuaca, juga menjadi penentu naiknya harga sayur. “Ketersediaan komoditi menjadi faktor ditengah musim hujan. Sehingga stok yang terbatas itu, membuat harga sejumlah sayur mengalami kenaikan,”jelasnya melalui sambungan seluler.

Namun pihaknya tidak tinggal diam, rencananya besok akan melakukan operasi pasar. Tujuannya agar harga bisa terkendali, meski susah dipaksakan menjadi harga normal. “Kalau ditekan menjadi harga normal susah, karena memang kondisi lapangan begitu. Paling tidak melalui operasi pasar besok, harga sedikit turun,” tambahnya.[wap]

Tags: