Kota Surabaya Perketat Pengawasan TKA Ilegal

TKA IlegalPemkot Surabaya, Bhirawa
Memasuki era masyarakat ekonomi ASEAN (MEA), aktivitas warga negara asing (WNA) di Surabaya makin intens. Untuk memonitor hal tersebut, Pemkot Surabaya bersama instansi terkait rutin melaksanakan operasi pengawasan terhadap tenaga kerja asing.
Tim gabungan Pemkot Surabaya, kantor imigrasi, TNI, kepolisian, dan kejaksaan Selasa (23/2), mendatangi sejumlah lokasi yang diduga mempekerjakan tenaga asing. Dari unsur Pemkot, Dispendukcapil, Disnaker, Dinkes, dan Satpol PP dilibatkan untuk mendukung operasi ini.
Lokasi pertama yang dituju yakni salah satu tempat terapi alat kesehatan di Jalan Kapas Krampung. Petugas mendapati dua warga negara Korea Selatan yang bekerja di tempat tersebut.
Selanjutnya, dilakukan pendataan dokumen antara lain berupa paspor, izin mempekerjakan tenaga asing (IMTA), kartu izin tinggal terbatas (Kitas), surat keterangan tempat tinggal (SKTT) dari Dispendukcapil, dan dan surat tanda melapor (STM) dari Polres setempat.
Hasilnya, dari segi dokumen keimigrasian dan ketenagakerjaan, tidak didapati pelanggaran. Hanya saja, tempat tersebut ternyata belum mengantongi izin operasional dari Dinas Kesehatan Surabaya. Selain itu, belum adanya tenaga spesifik di bidang pengawasan kesehatan juga menjadi temuan tim gabungan.
“Karena menyangkut terapi kesehatan seseorang maka harus ada izin operasional dari Dinkes. Bisa berupa izin klinik pratama. Nah, klinik semacam ini harusnya didampingi minimal satu tenaga kesehatan untuk mengantisipasi jika terjadi kemungkinan terburuk yang menyangkut kesehatan pasien,” terang Rizky, staf Dinkes Surabaya.
Oleh karenanya, petugas menyarankan agar segera mengurus izin operasional dan berkonsultasi terkait kelayakan klinik ke Dinkes Surabaya. Apabila tak kunjung dilakukan, maka tempat tersebut bisa dieksekusi berupa penyegelan dan larangan operasional.
Tak hanya menyasar klinik kesehatan, tim gabungan juga mendatangi salah satu bank di Jalan Kusuma Bangsa. Di lokasi tersebut, petugas ditemui direktur bisnis yang berkebangsaan India. Dari hasil pengecekan, semua dokumen lengkap sehingga tidak dijumpai adanya temuan.
Kasubid Kewaspadaan Nasional pada Bakesbangpol & Linmas Surabaya, Achmad Mardjuki menuturkan, selain mendata dan meminta salinan dokumen keimigrasian dan ketenagakerjaan, petugas juga mengkroscek kesesuaian jabatan yang tertera di IMTA dengan kenyataan di lapangan.
“Hal ini untuk mengantisipasi penyalahgunaan jabatan. Bisa saja di dokumen tertera direktur tapi di lapangan bisa sebagai penjaga toko. Tentu itu menyalahi aturan,” ujar Mardjuki saat memimpin kegiatan pengawasan orang asing.
Menurut Mardjuki, semua tenaga asing yang didata bersikap kooperatif. Pada dasarnya, mereka semua tertib administrasi individu. Sedangkan, bila ada masalah dengan izin operasional perusahaan yang mempekerjakan mereka, hendaknya harus segera diklirkan. Sebab, jika tidak tempat usaha bisa ditutup.
Sementara itu, Kabakesbangpol & Linmas Surabaya Soemarno, menambahkan, maksud dan tujuan pengawasan orang asing ini adalah untuk menjamin aspek legalitas para pekerja dari luar negeri. “Kami hanya ingin memastikan bahwa aktivitas tenaga asing di Surabaya sudah sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku,” katanya.
Sedangkan dari sisi pekerja asing, Soemarno mengatakan, manfaatnya adalah mendatangkan ketenangan bagi mereka. Sebab, keberadaan mereka dijamin dan dilindungi.
Terkait isu keamanan, pemantauan orang asing yang rutin digelar sebulan empat kali ini juga berguna untuk deteksi dini kemungkinan tindak terorisme. Pasalnya, menurut Soemarno, belakangan marak paham radikal yang datang dari luar negeri.
Di sisi lain, pakar perburuhan Universitas Airlangga, Hadi Subhan, mengatakan, ketika era MEA diberlakukan, itu artinya ASEAN akan menjadi pasar tunggal. Namun, harus tetap ada prosedur dan pengendalian terhadap tenaga kerja asing.
Menurutnya, tenaga kerja asing bukannya bisa langsung masuk dan bekerja di Indonesia, termasuk di Surabaya. Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Diantaranya pendidikan harus sesuai dengan jabatan. Lalu ada sertifikat kompeten, memiliki NPWP dan juga asuransi.
”Kalau pendidikannya tidak sesuai dengan jabatannya ya harus ditolak. Juga ada pendampingan tenaga kerja domestik sehingga ada transfer keahlian dan ilmu. Juga satu hal yang dilarang, tenaga kerja asing tidak boleh duduk di kepala personalia karena ini akan memunculkan gap psikologi,” ujarnya. [dre]

Tags: