KPK “Ngantor” di Jatim

KPK masih bersemangat menunjukkan kinerja, di tengah merosotnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Antara lain cukup lama berada di Surabaya, kukuh menuntaskan kasus hibah jasmas DPRD Propinsi Jawa Timur. Pemeriksaan KPK akan “menyelami” setiap sisi, termasuk staf Fraksi (perwakilan parpol di DPRD). Juga staf Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menangani hibah. Birokrasi pemerintahan (pusat dan daerah) masih menjadi “kantung” korupsi, walau sudah dilakukan pakta integritas.

Sudah banyak yang dijebloskan ke penjara, tetapi tindak pidana korupsi tidak menyurut. Nampaknya, koruptor tidak takut masuk bui. Melainkan lebih takut di-miskin-kan. Buktinya, selama Januari hingga November 2022 telah menahan 115 orang. Dua penangkapan terakhir dilakukan di Jawa Timur. Yakni, Bupati Bangkalan, dan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (dari Fraksi Golkar), Sahat Tua Simanjuntak. Bisa jadi yang ditangkap akan semakin banyak, sesuai hasil pengembangan pemeriksaan.

KPK telah memeriksa Ketua Komisi DPRD Jawa Timur, di Detasemen Gegana Sat Brimob Polda Jatim di Surabaya. Sebelumnya, KPK telah memeriksa seluruh pimpinan (1 Ketua, dan 3 Wakil Ketua) DPRD Jawa Timur, di Gedung perwakilan BPKP. Termasuk memeriksa 3 OPD (Kepala Dinas), dan staf Bappeda. KPK dituntut bekerja lebih cerdas. Karena bukan hanya OPD sektor infrastruktur saja yang bisa “di-main-kan.” Melainkan juga seluruh OPD memiliki potensi yang sama.

Tindak pidana korupsi (Tipikor), bukan hanya meliputi sektor infrastruktur (dalam ke-DPRD-an dikenal sebagai mitra Komisi D). Mens-rea (niat korupsi), bukan hanya proyek jalan, jembatan, pelabuhan, terminal, permukiman, irigasi, dan penanganan limbah. Tetapi juga bisa terjadi mitra kerja DPRD Komisi A (urusan Pemerintahan), Komisi B (Perekonomian), dan Komisi C (Keuangan, termasuk di dalamnya BUMD).

Begitu pula Komisi E (urusan Kesejahteraan Sosial) juga bisa menjadi ajang tipikor. Komisi E DPRD Jawa Timur, antara lain mengurus sekolah, dan rumah sakit. Selama ini menyedot anggaran paling besar, meliputi sekitar 35% APBD. Mens rea tipikor kalangan DPRD, konon disebabkan ongkos Pemilu Legislatif yang sangat mahal. Sehingga perburuan rente APBD menjadi “ladang” upaya mengembalikan modal.

Walau sebenarnya, tanpa korupsi, tanpa jual-beli hibah jasmas, modal pen-caleg-an sudah bisa kembali pada tahun kedua. Rinciannya, penghasilan DPRD Jawa Timur sebulan rata-rata Rp 60 juta. Diperoleh dari berbagai tunjangan, Wasbang (Wawasan Kebangsaan), reses (tiga kali setahun), dan Dinas Luar (minimal 5 hari sepekan, memperoleh Rp 670 ribu per-hari). Penghasilan yang cukup ditambah “pengalaman” menghadapi KPK, seharusnya tiada lagi mens-rea yang buruk.

Penurunan IPK sampai pada angka 34, sungguh patut dicermati seksama. Dalam paradigma sekolah dasar (SD) dahulu, dengan 34, tergolong murid sangat bodoh, tidak akan naik kelas. Tetapi IPK yang rendah bukan kesalahan KPK. Melainkan sistem pencegahan, dan penindakan yang perlu diperbaiki. Realitanya, koruptor tidak takut dipenjara. Karena masih bisa menyimpan hasil korupsi yang telah melimpah.

Seluruh dunia mendendam sengit terhadap korupsi. Sampai diterbitkan konvensi (UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION), tahun 2003. Pada mukadimah konvensi dinyatakan: “Prihatin atas keseriusan masalah dan ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat yang merusak lembaga-lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan keadilan serta mengacaukan pembangunan yang berkelanjutan dan penegakan hukum.”

KPK masih patut berlama-lama di Jawa Timur, menuntaskan perburuan rente hibah jasmas. Jika hibah bisa diterima utuh, niscaya akan lebih memakmurkan rakyat. DPRD juga bisa berperan “mengawasi” pelaksanaan hibah jasmas. Tidak perlu menjadi eksekutor.

——— 000 ———

Rate this article!
Tags: