KPK Setuju Pembahasan KUHP dengan Persyaratan

Jakarta, Bhirawa
Komisi Pemberantasan Korupsi menyetujui pembahasan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan sejumlah persyaratan.
“Secara umum prinsipnya kami menerima undangan, karena butir-butirnya adalah pembahasan maka kami ulang lagi posisi kami seperti surat terdahulu bahwa KPK terbuka melakukan pembahasan tapi ada beberapa hal yang memang harus dipenuhi,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di gedung Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Jakarta, Rabu.
Pada hari Rabu (5/3) kemarin, mewakili KPK menemui Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin di gedung Kemenkumham untuk menyampaikan surat KPK mengenai RUU KUHP. Surat tersebut menyusul surat KPK yang dikirimkan KPK kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie dan ketua panitia kerja Komisi III Aziz Syamsuddin pada 19 Februari 2014 lalu.
“Tadi saya bertemu Pak Menteri sambil menyerahkan surat kemudian mendiskusikan solusi terbaik. Posisi KPK adalah perubahan (KUHP) adalah sebuah keniscayaan tapi perubahan ini harus didorong dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk masyarakat. KPK mengajukan usul adalah bagian dari itu dan saya menduga pemerintah sebenernya punya niat yg sama, kalau ada yang tidak klop mari kita diskusikan,” tambah Bambang.
Ia juga menyoroti kurangnya waktu efektif pembahasan RUU KUHP dan KUHAP di DPR sehingga sulit untuk membahas seluruh pasal. KPK pun mengusulkan agar mendahulukan pembahasan KUHP yang berisi hukum materil dibandingkan KUHAP yang berisi hukum formil.
Pelaksana Direktur Jenderal Peraturan Perundangan Kemenkumham Mualimin Abdi mengatakan bahwa masukan dari KPK sebagai pemangku kepentingan diapresiasi.
“Masukan itu tentunya kita proses, diapresiasi dengan sangat baik. Masukan dari stakeholder sudah pasti kita proses, apalagi ini masukan dari lembaga penegak hukum yang memang nanti akan menggunakan UU itu,” kata Mualimin.
F-Hanura Sayangkan Sikap KPK
Fraksi Partai Hanura menyayangkan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyalahkan DPR RI soal revisi Undang Undang KUHAP dan KUHP karena usulan revisi juga datang dari pihak pemerintah.
“Sehingga tidak tepat menyalahkan DPR terkait dengan beberapa pasal yang dinilai dapat mengamputasi lembaga seperti KPK, BNN, dan PPATK,” kata Ketua Fraksi Hanura Sarifuddin Sudding dalam diskusi “Polemik Pembahasan RUU KUHP dan KUHAP” di ruang Fraksi Hanura, Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.
Polemik RUU KUHAP dan KUHP itu, lanjutnya, menunjukkan lemahnya komunikasi dan koordinasi internal pemerintah dalam hal ini kementerian dan lembaga. Bukti lemahnya koordinasi dan komunikasi pemerintah dapat dilihat dari sejumlah pasal dalam RUU KUHAP dinilai tidak sinkron dengan KUHP yang sudah ada. Hal itu terutama menyangkut kewenangan aparat penegak hukum dalam kasus korupsi, suap dan terorisme.
“Padahal, bila tidak diperbaiki ini akan berimplikasi pada tidak kondusifnya suasana di masyarakat,” katanya. Agar tidak terulang kembali, Sudding menilai perlunya pemerintah untuk melakukan komunikasi dan koordinasi yang baik dalam pengajuan RUU.
Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Chairul Huda menilai RUU tersebut tidak bertujuan untuk melemahkan KPK. Menurut dia, RUU tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengawasan dalam penegakkan hukum.
“Kalau sudah dibahas di DPR tapi (KPK) masih belum setuju juga kan ada (uji materi) MK,” katanya.
Oleh karena itu, Chairul mendorong lembaga legislatif untuk tetap membahas RUU tersebut bersama-sama pemerintah.
“Tetapi tidak harus juga dipaksakan bila memang tidak bisa,” katanya. [ant]

Tags: