KPPU Curigai Ada Praktik Kartel di Kab.Malang

Kepala Biro Hukum, Humas dan Kerjasama KPPUP Pusat Dendi Rahmad Sutrisno.

(Terkait Melonjaknya Harga Cabai di Kab Malang)
Kab Malang, Bhirawa
Tingginya harga jual cabai rawit di pasaran yang mencapai Rp 120 ribu per kilogram menjadi perhatian serius Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Lembaga ini menengarai kemungkinan terjadinya kartel harga cabai di wilayah Kabupaten Malang.
Kepala Biro Hukum, Humas dan Kerjasama KPPUP Pusat Dendi Rahmad Sutrisno, Minggu (29/1), mengatakan kenaikan harga cabai di wilayah Kabupaten Malang cukup pelik. Sehingga dirinya terus melakukan pengawasan terkait kemungkinan adanya upaya spekulasi dan adanya kartel.
“Kami menemukan adanya indikasi pengusaha cabai setempat menjual cabai lokal ke luar daerah, tapi sebaliknya cabai dari luar yang didatangkan ke Kabupaten Malang. Sehingga hal tersebut membuat kurangnya pasokan, yang menjdikan harga cabai rawit sangat tinggi di Kabupaten Malang ini,” jelasnya.
Ditegaskan, salah satu faktor penyebab kenaikan harga cabai rawit adalah kondisi cuaca, tapi harga komoditas cabai rawit di wilayah Kabupaten Malang kenaikannya sangat tinggi, yakni mencapai Rp.120.000 per kg. Cabai merupakan salah satu kebutuhan wajib masyarakat yang tidak bisa digantikan oleh komoditas lainnya, sehingga saat harga cabai naik masyarakat tetap membeli.
Lebih lanjut menurut Dendi, agar harga cabai rawit tidak lagi melonjak tinggi, maka harus membuat perencanaan musim tanam. Ketika permintaan tinggi seperti Lebaran cabai tersedia lebih banyak. Namun, berdasarkan hitungan KPPU, maksimal kenaikan harga cabai mencapai Rp 80-Rp 90 ribu per kg.
“Kenaikan seharusnya tidak sebesar Rp 120-130 per kg,” ujarnya.
Ia menjelaskan, saat ini KPPU terus memantau dan mengawasi adanya kenaikan cabai rawit di wilayah Kabupaten Malang. Dengan kenaikan harga cabai rawit itu, dirinya menduga adanya permainan pengepul cabai rawit. Karena rantai distribusi cabai cukup panjang, dari petani, pengepul, bandar, agen, retailer, sampai konsumen (end user).
“Artinya, jika kita lihat bahwa jumlah pemain yang paling sedikit ada di bandar. Saya menduganya jangan-jangan di level ini, mereka menahan pasokan, sehingga membuat harga cabai rawit melonjak tinggi,” terangnya.
Seharusnya, masih dia katakan, saat cabai dipanen oleh petani, para pedagang atau distributor datang lebih awal kepada petani. Mereka lalu merayu petani agar melakukan panen dan menjual cabainya. Selain itu, petani juga ditakut-takuti pengepul, jika tidak dijual cepat, maka harganya akan merosot dan tak ada lagi pembeli yang menampungnya. Karena petani merasa takut, maka, petani terpaksa melakukan panen awal dan menjualnya.
Contohnya, Dendi menyebutkan, cabai hijau yang biasanya dijual seharga Rp 15 ribu per kg, tapi pengepul berani membeli seharga Rp 21 ribu per kg. Sedangkan harga cabai merah segar dijual petani Rp 30-Rp 34 ribu per kg. Sedangkan untuk petani di Kabupaten Malang, petani menjual cabai kepada pengepul seharga Rp 30 ribu per kg.
“Tidak hanya pengepul saja yang membeli dari petani, tapi pedagang juga datang mengumpulkan cabai. Namun, yang jelas untuk kenaikan harga cabai rawit, petani tak terlibat,” ungkapnya.
Sebagai solusinya, ia menambahkan, mata rantai dari petani cabai ke pengepul harus segera dipotong dengan cara melelang. Hal itu agar supaya harga cabai tidak mahal saat sampai ke tangan konsumen. [cyn]

Tags: