KPPU Kantor Wilayah lV Sanksi Pelindo III Didenda Rp4,2 Miliar

Suasana sidang KPPU KW lV Kasus Pelindo lll

(Dianggap Menerapkan Kebijakan Tak Semestinya)

Surabaya,Bhirawa
Hasil sidang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah (KW) lV terbukti Pelindo III menerapkan kebijakan yang tidak semestinya pada Pelabuhan L. Say Maumere, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, karenanya Pelindo lll dibebani denda sebagai sanksi sebesar Rp 4,2 miliar..
Pelanggaran tersebut tercatat sebagai terminal serbaguna/konvesional/umum (multuperpose), tetapi Pelindo lll mengetrapkan selayaknya jasa bongkar muat petikemas. Hal ini menyebabkan tambahan biaya bagi konsumen, yangr selayaknya tidak perlu ada.
Dendy R sutrisno kepala Kantor Wilayah IV yang hadir pada sidang KPPU Jumat (23/8) dikantor KPPU KW IV menceritakankan, bahwa Arnold Sihombing selaku Investigator dari (KPPU) menjelaskan, apa yang sudah dituangkan dalam laporan dugaan pelanggaran, sebagai dasar penentuan itu disetujui atau bisa terbukti di dalam persidangan ini.
“Bahwa kebijakan terlapor dalam hal ini Pelindo III, dalam menata pelabuhan peti kemas di pelabuhan L. Say Maumere itu menimbulkan dampak kebijakan-nya,” jelasnya.
Spesifiknya, tutur Arnold, adalah kebijakan untuk wajib stack. Artinya penumpukan peti kemas di lapangan penumpukan, padahal status Pelabuhan itu bukan pelabuhan peti kemas tapi hanya Pelabuhan multipurpose atau konvensional atau umum.
“Dengan kebijakan wajib stack itu seolah-olah mengatakan kepada konsumen Pelindo III yakni perusahaan pelayaran, sebagaimana dijelaskan itu menata layanan jasa bongkar muat itu layaknya terminal peti kemas,” imbuhnya.
Sehingga, lanjut Arnold ada konsekuensinya adalah kenaikan biaya layanan jasa, jika seharusnya hanya ada 5 komponen biaya, menjadi lebih dari 5. Karena mengikuti standar tarif yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan untuk layanan peti kemas.
“Tarifnya memang tidak naik sebagaimana dalil yang dikemukakan oleh terlapor dalam persidangan. Tapi komponen biayanya jelas lebih banyak daripada pelayanan jasa bongkar muat layaknya di terminal peti kemas,” pparnya.
Jadi, tegas Arnold, Pelindo III tidak tepat menerapkan standar pelayanan jasa peti kemas di terminal multiperpose. Dan itu dikuatkan oleh ahli dari Dirjen Perhubungan, statusnya masih tetap status multiperpose. Selain itu juga dikuatkan dari pernyataan ahli dari ITS dan ITB.
Pada sidang perkara No 15/KPPU-L/2018, Pelindo III terbukti melanggar pasal 17 ayat 1 dan ayat 2. Dan tidak terbukti melanggar pasal 19 huruf a dan b, UU No 5/1999 terkait pelayanan jasa bongkar muat peti kemas di Pelabuhan L. Say Maumere.
Dengan putusan antara lain :
1.Memerintahkan terlapor untuk menghentikan kebijakan wajib stack 100% di Pelabuhan L. Say Maumere.
2.Menghukum Terlapor membayar denda sebesar Rp4.200.000.000,00 (Empat Miliar Dua Ratus Juta Rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).
3.Memerintahkan terlapor untuk melaporkan dan menyerahkan salinan bukti pembayaran denda tersebut ke KPPU.
Apabila Terlapor tidak menjalankan Putusan membayar denda selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap, maka akan ditindaklanjuti dengan proses pidana sesuai dengan Pasal 48 dan/atau Pasal 49 UU No. 5/1999.
Sementara itu, dari pihak Pelindo III yang diwakili oleh tiga orang, enggan menjawab pertanyaan media perihal putusan tersebut. (ma)

 

Tags: