KPU Jatim Sebut Money Politics adalah Masalah Kompleks

KPU Jatim, Bhirawa
KPU Jatim menilai serius permasalahan money politics jelang pilkada serentak tahun depan.
Menurut Komisioner KPUD Jatim Muhammad Arbayanto, kesalahan adanya praktik haram tersebut bukan hanya kesalahan seorang kandidat calon kepala daerah. Sebaliknya, ada tiga alasan kompleks terkait masih tingginya angka money politics di beberapa agenda pemilu sebelumnya.
Pertama adalah regulasi yang mengatur sanksi pelanggaran tersebut. Berdasarkan penjelasan Gogot (panggilan M Arbyanto), UU sanksi  money politics yang berubah menjadi pidana baru ada pada 2016, yakni ada pada UU Nomor 10 Tahun 2016.
UU ini merupakan pengubahan dari UU sebelumnya, yakni UU No 8 Tahun 2015. “Dengan adanya UU yang baru tersebut, sanksi tak hanya berhenti di hukuman kurungan, namun bisa sampai didiskualifikasi dari daftar kandidat. UU ini belum ada pada 2015 lalu,” jelas pria yang berada di Divisi Hukum, Pengawsan SDM, dan Organisasi KPU Jatim ini, Kamis (21/9).
Meski pun telah memiliki regulasi yang jelas, pembuktian money politics tetap tidaklah mudah. Sebab, untuk bisa menjerat pelakunya, pelapor harus bisa menunjukkan bukti bahwa kasus tersebut terstruktur, sistematis, dan massif.
“Kalau hanya bisa membuktikan adanya pemberian uang oleh seseorang kepada konstituen, maka hanya berhenti di pemberi dan penerima saja.Namun, untuk struktur dan penyandang dananya tak akan tersentuh hukum. Inilah yang kemudian mempersulit pembuktian money politics karena harus memenuhi ketiga unsur tersebut,” jelasnya.
Lebih lanjut, satu alasan berikutnya yang membuat tingginya money politics adalah budaya masyarakat. Masyarakat menilai bahwa menerima uang sebelum memberikan suara adalah proses transaksional yang wajar.
“Bahkan, sekalipun programnya tak menyentuh masyarakat, namun telah memberikan uang, bagi sebagian masyarakat malah justru dipilih. Ini kan ironis,” tukasnya.
Oleh karena kompleksivitas itu, permasalahan ini tak cukup diselesaikan oleh salah satu pihak saja. Memang perlu adanya sosialisasi yang massif untuk menginformasikan dampak buruk money politics,” ujarnya.
Sedangkan untuk proses pengawasan dan penindakan akan menjadi kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).  “Apabila benar melakukan kesalahan tersebut, maka telah menjadi kewenangan Bawaslu yang juga berkerjasama dengan kepolisian untuk menindak,” pungkasnya.  [cty]

Tags: