KPU Siap Gelar Pilkada Serentak Desember 2015

Hadar Nafis GumayJakarta, Bhirawa.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperhitungkan pelaksanaan pemungutan suara pemilihan kepala daerah serentak paling memungkinkan digelar Desember 2015. Kondisi tersebut  dengan memperhitungkan kemungkinan konsekuensi hukum dan lamanya proses pengadaan logistik, kata Komisioner Hadar Nafis Gumay di Jakarta, Kamis (11/12) kemarin.
“Setelah kami hitung lagi dengan teliti, yang paling cepat dan memungkinkan itu pemungutan suara pilkada secara serentak di 16 Desember 2015, itu untuk putaran pertamanya,” kata Hadar usai rapat pleno di Gedung KPU Pusat.
Dia menjelaskan kemungkinan pertama yang terjadi adalah adanya gugatan terhadap proses pencalonan oleh pihak-pihak yang tidak dapat menerima keputusan KPU.
“Bisa saja nanti keputusan KPU terkait pencalonan itu digugat ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara), dan kami tidak boleh mengabaikan itu. Misalnya nanti PTUN memenangkan perkara gugatan tersebut kan kami tidak jalan terus prosesnya,” jelas Hadar. Selain proses penyelesaian sengketa TUN tersebut, KPU juga memperhitungkan mengenai proses produksi dan distribusi logistik ke pilkada hingga ke daerah kabupaten-kota.
Hadar menyebutkan dalam draf Peraturan KPU terkait Tahapan dan Jadwal Pilkada serentak ditentukan masa produksi dan distribusi logistik selama 18 hari, dan itu di luar tahapan lelang.
”Belum lagi kami harus mempertimbangkan daerah-daerah yang tidak dapat memproduksi sendiri logistik pilkadanya, misalnya daerah di wilayah timur Indonesia harus memproduksi logistik di Pulau Jawa, itu harus diperhitungkan lama distribusinya,” tambahnya.
Terkait penyelesaian sengketa TUN tersebut, Komisioner Ida Budhiati menjelaskan mekanisme prosedur penyelesaian sengketa tersebut cukup panjang di Pengadilan TUN, bahkan hingga dua bulan lebih. Belum lagi rancangan mekanisme penyelesaiannya belum dirancang sederhana.
”Sengketa TUN itu memerlukan waktu 64 hari, dua bulan lebih. Dan yang bisa disengketakan terkait TUN itu adalah semua hasil keputusan yang dikeluarkan KPU,” jelas Ida.
Hal yang paling memungkinkan untuk disengketakan oleh calon peserta pilkada, tambahnya, adalah mengenai keputusan hasil pencalonan, mengingat proses pencalonan kepala daerah cukup panjang.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014, penyaringan dari bakal calon menjadi calon kepala daerah harus melalui proses uji publik, dan menurut Ida, hasil tersebut yang akan rentan disengketakan oleh pihak terkait.
“Misalnya, SK penetapan calon kepala daerah yang sudah disahkan KPU diajukan sebagai sengketa TUN dan ternyata dinyatakan oleh pengadilan bahwa ada calon yang tidak memenuhi syarat. Itu yang harus diperhatikan karena kalau KPU tetap melanjutkan tahapannya dengan calon kepala daerah yang menurut PTUN tidak memenuhi syarat itu, maka akan ada pihak yang dirugikan,” ujarnya. [ant.ira]

Keterangan Foto : Hadar Nafis Gumay.

Tags: