Kriminalitas di Bulan Ramadan

21-ismatillahOleh:
Ismatillah A Nu’ad
Peneliti Madya Institute for Social Research and Development Jakarta

Apa kaitan antara bulan puasa Ramadan sebagai bulan suci dan kriminalitas? Tesis dasarnya, di bulan Ramadan, begitu banyak kebutuhan hidup yang meningkat. Inilah yang mendorong orang-orang tertentu yang tidak bertanggung jawab, atau mereka yang selama ini sudah berada dalam lingkaran kriminalitas, melancarkan aksinya baik untuk menutupi kebutuhan hidup atau menuruti nafsu jahatnya.
Tak heran saat Ramadan, aksi perampokan atau penggarongan yang dilakukan sekelompok penjahat marak dan meresahkan masyarakat. Ditengarai, aksi kriminalitas itu dominan terjadi terutama saat-saat menjelang Lebaran, di mana transaksi keuangan tengah bergulir kencang. Ini tentunya menuntut peran kepolisian atau aparat keamanan negara supaya bisa mencegah terjadinya angka kriminalitas hingga musim mudik Lebaran, dan bahkan semestinya hingga kapan pun.
Kepolisian hendaknya lebih intensif menjaga lokasi-lokasi di mana masyarakat banyak melakukan transaksi keuangan, seperti bank, ATM, toko emas, pasar, pusat perbelanjaan dan seterusnya. Adapun pertanyaan mengapa angka kejahatan masih sangat tinggi? Faktor-faktor klasik umumnya masih menjadi patokan, seperti kemiskinan, pengangguran, peningkatan jumlah penduduk, persaingan hidup yang semakin keras, dan penghambaan terhadap materi.
Selain itu, boleh jadi para penjahat merasa tingkat keamanan juga masih minim dilakukan oleh kepolisian, sehingga mereka berani melakukan aksinya. Selain itu juga hukum yang bisa dibilang tidak pasti, hukum tidak memenuhi asas keadilan membuat orang mencari caranya sendiri untuk memuaskan rasa keadilannya, meskipun cara-cara itu bertentangan dengan peraturan hukum yang berlaku.
Upaya-upaya penanggulangan kejahatan dan kriminalitas dapat ditempuh dengan tiga hal. Pertama, penerapan hukum pidana yang ketat (criminal law application), tiap warga negara yang terlibat kejahatan, tak boleh tidak harus dihukum sesuai perbuatannya.
Kedua, pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment), namun negara menyediakan tempat-tempat rehabilitasi bagi setiap pelaku kejahatan, dan negara harus membuat kebijakan-kebijakan yang pro kesejahteraan untuk masyarakat.
Ketiga, memengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influencing views of society on crime and punishment/mass media). (G. Peter Hoefnagels, An inversion of the concept of crime, 1973).
Dari tiga itu, penanggulangan kejahatan dapat disimpulkan pada dua cara, yaitu perpaduan antara sarana penal dan non penal. Sarana penal adalah pemberlakuan hukum secara tegas. Sementara non penal adalah sarana non hukum yang dapat berupa kebijakan ekonomi, sosial, budaya, agama, pendidikan, teknologi, dan lain-lain.
Upaya itu dilakukan karena hukum saja tidak akan mampu menjadi satu-satunya sarana dalam upaya penanggulangan kejahatan yang begitu kompleks yang terjadi dimasyarakat. Hukum bukan satu-satunya faktor yang menghilangkan akar terjadinya kejahatan. Begitu juga, adanya sanksi pidana hanyalah berusaha mengatasi gejala atau akibat dari penyakit dan bukan sebagai obat untuk mengatasi sebab-sebab terjadinya penyakit. *

Rate this article!
Tags: