Krisis Moral Pejabat

Oleh: Raudatuz Zahroh
Mahasantri Monash Institute Semarang

Ketidakseimbangan antara kedudukan dan tanggungjawab seorang pejabat saat ini sudah mempengaruhi moral-moral pejabat. Ketidakseimbangan tersebut bisa dilihat dari berbagai perangai yang tidak seharusnya dilakukan oleh pejabat. Bisa kita lihat sejenak dalam berbagai berita baik dari TV dan media lainnya, moral-moral kebanyakan pejabat pada saat ini sudah banyak dikotori oleh sampah-sampah pemikiran dan prilaku kurang baik yang seharusnya tidak dimiliki oleh publik figur. Berjudi, narkoba, dan yang paling mendominasi adalah korupsi, hal itu sudah tak asing terjadi di negara ini.
Beranjak dari kenyataan tersebut, tentu kata “miris” merupakan ungkapan tepat untuk menggambarkan ironi demikian. Sebab, Nabi Muhammad mengatakan bahwa pemimpin adalah cerminan rakyatnya. Maka, apabila pemimpin yang dalam konteks ini ialah para pejabat publik, telah melakukan tindakan amoral demikian, maka bagaimana dengan rakyatnya? Secara logika, jika pemimpinnya saja sudah buruk perangainya, maka tentu saja tidak menutup kemungkinan hal yang sama akan dilakukan rakyatnya. Seperti dalam istilah lain, jika guru kencing berdiri maka muridnya kencing berlari.
Pejabat adalah seorang pemimpin yang patut patuhi, ditunduki, dan diikuti oleh setiap rakyat-rakyatnya, entah itu dari segi peraturan yang dibuat, dan perintah yang wajib dilakukan. Tetapi pejabatnya saja sudah tidak memandang aturan tersebut lalu bagaimana dengan rakyatnya? suatu tanda tanya yang besar yang memerlukan jawaban yang besar pula.
Pejabat Lupa Rakyat
Banyak hal yang telah dilakukan kebanyakan pejabat sebelum di angkat menjadi petinggi negeri. Misalnya memberikan perhatian khusus kepada rakyat-rakyatnya, janji-janji basi (PHP), dan lain sebagainya. Tapi hal itu hanyalah fiktif belaka atau hanya sebuah rayuan supaya  pejabat tersebut mendapat perhatian dan dukungan lebih dari rakyat-rakyatnya. Hal tersebut menjadi suatu hal yang biasa di lakukan untuk mendapakan jabatan yang di impikan.
Jabatan yang diemban pejabat sudah mampu menyibukkan fisik dan pikirannya, sehingga petinggi negeri lupa akan tanggung jawab kepada rakyat-rakyatnya. Padahal rakyat yang telah mengangkat pejabat menjadi seorang yang mempunyai peran penting dalam negara. Tetapi jabatan tersebut tak di pergunakan sebagaimana mestinya. Peran jabatan tinggi hanya sebuah perisai yang hanya mampu mengangkat derajat di mata umum.
(tokoh demokrasi) Jabatan yang di emban oleh seorang pejabat itu berawal dari rakyat, untuk rakyat dan kembali kepada rakyat. Tapi kesejahteraan itu hanya berpihak kepada para petinggi negeri saja, rakyatnya tertindas, terhempas dan sengsara akibat moral buruk pejabat. Para petinggi negeri seakan-akan tidak mendengar keluhan dan tak tau menahu tentang kesulitan yang melanda rakyat-rakyatnya yang tertindas diluar sana. Mereka membutuhkan pelayanan yang baik untuk menunjang kehidupan mereka kedepan. Tapi para petinggi negeri lupa akan tujuan awal mereka menjadi pejabat. Yaitu mengayomi dan merangkul rakyat-rakyatnya.
Kebanyakan pejabat memandang dengan sebelah mata bagaimana keadaan masyarakat masa ini. keadaan yang penuh dengan kekurangan fasilitas hidup dari pemerintah. Dan pemerintahpun tak menghiraukan kicauan-kicauan keluhan rakyat yang hidup terkapar tanpa tujuan hidup. Hal  tersebut membuat kehidupan masyarakat semakin tak terurusi. Perlunya himbaun dari pemerintah untuk lebih memperhatikan keadaan masyarakat.
Pada hakikatnya, manusia itu condong pada kebaikan. Namun manusia terkadang terpengaruh oleh lingkungan yang menyebabkan lalai akan idealisme kebaikan. Keimanan menjadi salah satu solusi untuk menjaga diri agar senantiasa menegakkan kebenaran.
Selain menguatkan keimanan, perlu kiranya pemahatan moral atau penyadaran akan tanggungjawab terhadap pejabat, agar pejabat dapat menjadi pribadi yang lebih baik. Serta mampu berpikir secara jernih bahwa kesejahteraan dan kehidupan bersama itu penting dan memang suatu kebutuhan yang di inginkan oleh setiap masyarakat.
Pembenahan moral berawal dari hal yang sederhana, mengayomi rakyat, mamberikan perhatian khusus dan lebih mementingkan rakyat daripada kepentingan pribadi. Cara sederhana tersebut bisa meminimalisir krisis moral pejabat. Agar dapat berdampak baik terhadap  kehidupan rakyat selanjutnya. Dan kesejahteraan yang merata antara rakyat dan petinggi negeri, untuk menuju hidup yang lebih tentram dan damai. Saling bekerja sama, sama bekerja dan tidak saling mengerjai sesama. Wa Allahu ‘Alam bii As-showab.
Harga Pangan Merambat
“Biaya dapur” memerlukan tambahan, karena harga bahan pangan merambat naik. Inflasi bulan April dan Mei, dipastikan mengalami kenaikan. Laju inflasi dipimpin oleh kenaikan harga sayur, dan ikan laut (hasil tangkapan nelayan). Begitu pula harga cabai masih bisa naik lagi (setelah turun drastis). Walau kenaikan inflasi dapat dipahami sebagai pengaruh iklim, namun wajib segera dikendalikan. Terutama TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) mesti bekerja lebih keras.
Menjelang bulan Ramadhan (setengah bulan lagi), harga telur dan daging ayam, serta gula, diperkirakan memimpin laju inflasi. Sedangkan harga cabai tetap harus diwaspadai. Cabai, telah menjadi “mesin” pendorong utama inflasi selama Januari dan Pebruari 2017 lalu. TPID seyogianya telah meng-agendakan operasi pasar murah, dengan cakupan lokasi lebih luas.
Juga diharapkan, pemerintah tidak latah menaikkan tarif (listrik) dan harga BBM (Bahan Bakar Minyak). Karena menjelang bulan puasa Ramadhan, penambahan inflasi seolah-olah menjadi rutinitas. Namun tahun (2017) ini terasa lebih berat didera sejak awal tahun. Sejak Januari dan Pebruari, laju inflasi mencatat rekor tertinggi selama tiga tahun. Penyebabnya, administered prices (tarif yang ditetapkan oleh pemerintah). Ditambah dorongan harga cabai.
Harga cabai telah turun (selama Maret hingga April) pada batas nilai ke-ekonomi-an. Tetapi bulan (Mei) ini akan merambat lagi, disebabkan demand (kebutuhan) bertambah. Beberapa daerah mesti siaga dengan kenaikan IHK (Indeks Harga Konsumen), terutama yang terdampak banjir serius. Distribusi bahan pangan terkendala cuaca. Di Jawa Timur, kawasan Madura akan mengalami kenaikan IHK. Antaralain, Sampang, Pamekasan dan Sumenep (termasuk kawasan kepulauan).
Harga bahan pangan yang memicu kenaikan pengeluaran rumahtangga, adalah jenis sayuran. Harga kentang dan wortel, memimpin kenaikan hingga 50% di pasar tradisional. Konon karena sentra sayur (di kawasan pegunungan dengan ketinggian di atas 600 meter) masih terguyur hujan. Banyak petani gagal panen, per-akar-an sayur membusuk di kebun. Sedangkan sayur yang bisa dipanen, mengalami kendala peng-angkutan.
Selain sayur, harga ikan hasil tangkapan nelayan juga merambat naik. Arus distribusi dan transportasi berbagai produk pangan terkendala iklim. Termasuk pembatalan perjalanan kapal laut di berbagai dermaga pelabuhan rakyat. Nelayan juga tidak berani melaut karena cuaca ekstrem. TPI (Tempat Pelelangan Ikan) sepi transaksi, kecuali ikan berukuran kecil yang ddijaring di dekat pantai.
Nasib nelayan makin mengenaskan. Hasil melaut di tepian hanya menjaring  ikan (dan udang lobster) kecil. Ironisnya, hasil tangkapan itu bisa dikategorikan melanggar peraturan. Nelayan akan dipidana. “Serba-salah” nasib nelayan, membuat presiden Jokowi mentolerir penggunaan jala centrang. Sebelumnya (sejak tahun lalu) terdapat larangan penggunaan jala centrang oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Tetapi sebenarnya, yang ditangkap nelayan lokal, bukanlah anak ikan, melainkan jenis ikan kecil. Itu sesuai dengan kebutuhan konsumsi masyarakat yang menyukai ikan segar berbobot sekitar 300 gram. Sedangkan nelayan profesional yang melaut di perairan luas, biasa menjaring jenis ikan besar. Hasil tangkapan nelayan profesional dijual untuk kebutuhan industri (pengalengan ikan).
Maka toleransi presiden Jokowi terhadap penggunaan jala centrang, menjadi pengharapan nelayan lokal. Mengembalikan mata-nafkah nelayan, khususnya hasil tangkapan udang lobster kecil (sekitar 8 sentimeter). Juga untuk meningkatkan konsumsi ikan dalam negeri, pengganti daging sapi yang berharga sangat mahal. Sekaligus juga mengurangi illegal fishing.
Inflasi bahan pangan, patut dikhawatirkan berdampak lebih serius. Yakni makin bertambahnya keluarga miskin. Pemerintah berkewajiban mem-fasilitasi nafkah rakyat. Diantaranya melalui kampanye konsumsi ikan, untuk memenuhi asupan gizi. Serta memberi bibit tanaman cabai untuk mengurangi pengeluaran rumahtangga.

                                                                                                      ———   000   ———

Rate this article!
Krisis Moral Pejabat,5 / 5 ( 1votes )
Tags: