Siswa Kritik Komunitas Penggila Batu Akik

Fragmen bertajuk game stone ditampilkan oleh siswa-siswi SMKN 1 Tuban dalam Festival Penulisan Naskah dan Fragmen Budi Pekerti Dindik Jatim. [adit hananta utama/bhirawa]

Fragmen bertajuk game stone ditampilkan oleh siswa-siswi SMKN 1 Tuban dalam Festival Penulisan Naskah dan Fragmen Budi Pekerti Dindik Jatim. [adit hananta utama/bhirawa]

Dindik Jatim, Bhirawa
Fenomena batu akik tengah meledak di tengah masyarakat kini. Orang mengoleksinya tidak hanya untuk perhiasan, tetapi banyak pula yang percaya ada kekuatan di dalamnya. Maka tak heran, jika orang-orang terus berlomba mencari dan mengoleksi batu dengan berbagai jenis karakter unik ini.
Begitulah fenomena yang ditangkap para siswa dari SMKN 1 Tuban yang divisualisasikan dalam sebuah fragmen bertajuk ‘game stone’. Dalam ceritanya, pemeran utama digambarkan sebagai sosok pencari batu akik yang sangat fanatik. Dia mencari dua batu bernama ‘junjung drajat’ dan ‘raja biru’. Untuk mencarinya, butuh ritual khusus lengkap dengan persembahan-persembahan.
“Akhirnya pencarian itu gagal hingga membuat sang pencari batu akik sakit jiwa,” tutur Rahmad Dinar Maulidio, pemeran utama ‘Game Stone’, usai tampil pada Festival Penulisan dan Fragmen Budi Pekerti di  Kantor Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Jalan Jagir Sidoresmo 5 Surabaya, Senin (27/4).
Maulidio mengaku, cerita ini merupakan kritik bagi masyarakat yang kini sedang tergila-gila dengan batu akik. Mereka mempercayai dengan mengenakan batu akik mampu meninggikan derajat kemuliaan manusia. Padahal, kemuliaan manusia menurutnya adalah datang dari tingkah laku manusia itu sendiri.
“Sekarang orang seperti dipermainkan oleh batu akik dengan anggapan yang berlebihan. Padahal, kemuliaan manusia di mata Tuhan tidak dilihat dari perhiasannya,” tandasnya.
Kabid Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI) Dindik Jatim Abdun Nasor mengatakan, festival fragmen ini merupakan sosio drama yang mengangkat kehidupan masyarakat dalam sebuah teater singkat. Karena itu, cerita-cerita yang ditampilkan sangat dekat fenomena kekinian, seperti bahaya kenakalan remaja, perjuangan mencari cita-cita hingga yang ngetren seperti batu akik ini.
Melalui fragmen ini, Nasor berharap adanya proses belajar siswa baik dari segi bakat teaternya maupun pesan-pesan budi pekerti yang terkandung. “Sejauh mana kualitas dan keberhasilannya menyampaikan pesan, tergantung pada penyutradaraan dan totalitas penyajiannya,” tutur Nasor.
Kasie Pendidikan Karakter dan Pekerti Bangsa Dindik Jatim Endang Widiastuti menambahkan, festival fragmen tahun ini diikuti oleh 25 tim yang mewakili 25 kabupaten/kota se Jatim. Para penyaji fragmen ini merupakan tim dari sutradara yang sebelumnya sudah dilatih menulis naskah oleh Dindik Jatim. “Sutradaranya ya gurunya sendiri. Mereka sebelumnya mengikuti workshop penulisan naskah fragmen dan hasilnya dinilai melalui penampilan para siswanya di festival ini,” kata Endang.
Menurut Endang, fragmen yang baik adalah fragmen yang memiliki nilai budi pekerti luhur. Hal itu akan terlihat dari naskah dan totalitas penampilannya.
“Jika hanya cerita klise biasa, ditampilkan dengan artistik yang biasa pula, orang tidak akan tertarik. Kalau penonton tidak tertarik, pesan tidak mungkin tersampaikan. Jadi harus ada harmonisasi antara naskah dan penampilan panggungnya,” pungkas Endang. [tam]

Tags: