Kualitas Calon Dewan Pendidikan Surabaya Buruk

Pansel Dewan Pendidikan Surabaya mendengarkan pemaparan gagasan salah satu pendaftar di Kantor Dindik Surabaya, Kamis (18/9).

Pansel Dewan Pendidikan Surabaya mendengarkan pemaparan gagasan salah satu pendaftar di Kantor Dindik Surabaya, Kamis (18/9).

Surabaya, Bhirawa
Panitia Seleksi (Pansel) calon Dewan Pendidikan Surabaya tampaknya harus benar-benar jeli dalam memutuskan siapa saja yang pantas masuk nominasi 22 besar. Sebab, dari 28 calon yang telah mengikuti tahap pemaparan gagasan hari pertama Kamis (18/9) kemarin, sebagian besar kualitasnya masih sangat buruk.
Menurut Anggota Pansel Dewan Pendidikan Surabaya Prof Zainudin Maliki, banyak pendaftar yang hanya bonek (bondo nekat). Hanya berbekal pengalaman di bidang pendidikan yang lumayan, lalu memberanikan diri untuk mendaftar. Misalnya, karena sering melakukan advokasi terhadap siswa miskin dan nasib guru kemudian memberanikan diri mendaftar.
“Semangatnya sih boleh. Komitmennya juga bagus. Tapi percuma kalau tidak tahu fungsi dan visi dewan pendidikan itu apa,” tutur Zainudin saat ditemui di Kantor Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya. Bahkan ada juga pendaftar yang punya pandangan guru sama seperti buruh. Sehingga harus digaji sesuai Upah Minimum Regional (UMR). Semangat semacam ini menurut Zainudin cukup baik karena ingin meningkatkan kesejahteraan guru, tapi tidak selaras dengan misi pendidikan.
Meski demikian, beberapa pendaftar juga ada yang dinilai bagus bahkan dengan nilai sempurna. Nilai sempurna adalah pendaftar yang mendapat nilai 15 dari tiga komponen penilaian. Di antaranya ialah pengetahuan, kepedulian dan komitmen.
Pendaftar yang berhak untuk masuk pada 22 besar hanya yang memiliki nilai antara 14 – 15 saja. “Yang dapat nilai 15 sampai jam 17.00 ini hanya satu, dan nilai 14 hanya 4 orang. Sedangkan yang lainnya di bawah angka 13 semua,” tutur dia.
Zainudin memaklumi kondisi ini. Tetapi dia tidak memandang hal ini buruk secara keseluruhan. Sebab, dengan banyaknya pendaftar yang memiliki komitmen dan semangat yang kuat terhadap pendidikan, menandakan masyarakat Surabaya masih sangat peduli terhadap pendidikan.
Salah seorang peserta yang mendapat kesempatan menyampaikan gagasan hari pertama kemarin adalah Fitrinaya. Perempuan ini diusulkan oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Surabaya. Dia mengaku sering membantu anak-anak miskin yang kesulitan biaya sekolah di Surabaya. “Ini yang pernah saya lakukan demi pendidikan. Melalui Dewan Pendidikan, saya ingin memiliki wadah untuk semakin intens melakukan kerja-kerja sosial bidang pendidikan,” katanya dengan suara lantang.
Sayangnya, saat Ketua Ombudsman Jatim Agus Widiarta menanyakan apakah Fitrinaya pernah membaca UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), PP No 17 Tahun 2010 tentang kelembagaan Dewan Pendidikan, dan Perda Kota Surabaya tentang penyelenggaraan pendidikan dia mengaku belum pernah membaca. Tapi, Fitrinaya tetap meyakinkan Pansel bahwa jika dia terpilih akan memajukan pendidikan di Surabaya.
Selain Fitrinaya, Zainal Abidin yang direkom dari salah satu Yayasan Masjid di Surabaya juga dicecar pertanyaan oleh Timsel. Ini lantaran berbagai artikelnya cenderung pada konsep bidang olahraga. Selain itu, paparannya terkait fungsi dewan pendidikan juga mengacu pada Keputusan Menteri Nomor 42 Tahun 2002. Padahal saat ini fungsi Dewan Pendidikan telah diatur dalam PP Nomor 17 Tahun 2010. Bahkan saat ditanya perbedaan fungsi di antara dua regulasi itu, Zainal juga tak mampu menjawab.
Lain halnya dengan yang dialami oleh Martadi. Pakar pendidikan dari Unesa ini pemaparannya begitu runtut. Bahkan, Pansel mengaku tak perlu lagi mempertanyakan pengetahuan Martadi. Ketika Seger Handoyo menanyakan pendapatnya terkait kompetisi masyarakat masuk ke sekolah favorit yang terlalu panas, Martadi mengiyakan. Menurutnya, langkah Dindik Surabaya dalam memetakan sekolah kawasan telah tepat. Sehingga, anggapan masyarakat terhadap sekolah favorit tidak hanya di tengah kota.
“Pendidikan itu dikembangkan dari tepi, bukan dari tengah,” kata dia. Meski demikian, Martadi mengaku Dindik masih harus berupaya lebih keras untuk memperluas akses sekolah bermutu. Sehingga, pendaftaran siswa baru tidak hanya terpusat di salah satu wilayah saja.
Ketua Pansel Dewan Pendidikan Surabaya Prof Muchlas Samani mengakui, calon anggota Dewan Pendidikan mempunyai karakteristik yang bermacam-macam. “Ada yang paham pendidikan tapi tidak punya track record. Ada juga track record-nya bagus tapi kurang paham. Ada yang keduanya bagus,” jelasnya. Hingga sore kemarin, terdapat satu peserta yang absen dalam tahap pemaparan gagasan dan dinyatakan gugur. [tam]

Tags: