KUAPPAS 2019 Kabupaten Sidoarjo Molor, Banggar dan Tim Sibuk Bertikai

Bupati Sidoarjo Saiful Ilah diapit pimpinan DPRD, Emir Firdaus dan Sullamul Hadi Nurmawan. [hadi suyitno/bhirawa]

Sidoarjo, Bhirawa
Rencana besar Pemkab Sidoarjo dan DPRD untuk membangun RSD Barat di Krian tampaknya sulit diwujudkan. Pertikaian politik elit legisatif dan eksekutif untuk memutuskan pembiayaan dana yang digunakan membangun RSD menjadi penyebab program besar sulit diwujudkan.
Perbedaan pandangan institusi Banggar dan Timngar sama kerasnya, rapat-rapat kedua institusi sudah seringkali dilakukan namun tetap sulit menyamakan persepsi. Justru dalam rapat terakhir Hari Minggu lalu, sikap keras kedua kubu masih tidak berubah hingga berakhirnya rapat. Nasib dokumen KUAPPAS 2019 yang sudah matang untuk diparipurnakan menjadi menggantung karena satu program RSD Barat belum dicapai kesepakatan final.
Banggar DPRD, seperti yang disampaikan Ketua Fraksi Golkar, Hadi Subiyanto, menghendaki pembangunan RSD Barat harus dibiayai dana APBD. Sikapnya merujuk pada regulasi berupa UU Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
Sebaliknya Timnggar yang disokong Fraksi PKB dan Demokrat bersikeras proyek itu harus menggunakan skema KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha). Dalam skema KPBU ini Pemkab ingin menggaet swasta untuk membiayai dan mengelola RSD, sementara seluruh biaya akan dicicil dengan APBD selama 10 tahun (sekitar Rp198 miliar per tahun).
Poin skema pembiayaan saja yang menjadikan jalan buntu yang berkepanjangan. Kedua pihak dengan argumentasi sama-sama memiliki dasar hukum. Fraksi Golkar, PAN,PDIP,PKS dan Gerindra menjadi satu kubu yang mendesak proyek dibiayai APBD, dan kubu sebelah FKB, Demokrat dan Pemkab mendesak skema KPBU yang digunakan.
Rizal, Bangar dari Fraksi PAN menyatakan, masalah ini sebenarnya sederhana tetapi dibuat jadi tidak sederhana. Proyeksi APBD Sidoarjo tahun depan hampir Rp5 triliun, dengan kekuatan anggaran sangat mampu membiayai sendiri. Toh kebutuhan biaya fisik Rp350 miliar. Soal SDM RS mulai dokter ahli, bidan, perawat, tenaga analis dan sebagainya bisa disiapkan dalam dua tahun ke depan.
Daerah – daerah lain seperti Nganjuk, Kediri, Jember, mampu membangun dan menyediakan SDM RS, kenapa Sidoarjo pesimis terhadap hal itu. ”Tidak ada yang sulit untuk dilakukan bila kita mempunyai komitmen melayani masyarakat,” terangnya
Namun anggota Banggar dari PKB, Damroni Chudori, berpandangan lain. Pembiayaan KPBU itu adalah konsep kementrian keuangan untuk mempercepat akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat. RSD itu dibangun swasta yang bertanggungjawab mengisi SDM dan alat kesehatan. Sehingga pelayanan bisa cepat dijalankan setelah RSD selesai dibangun. Kualitas pelayanan seperti bintang lima tapi tarif kaki lima yakni menggunakan BPJS.
Kepala Desa Suwaluh, Kec Balongbendo, Heru Sulthon, meminta DPRD dan Pemkab mengakhiri perbedaannya, perbedaan itu telah merugikan warga Krian dan sekitarnya. Padahal masyarakat sekitar Krian sudah lama menanti keberadaan RSD itu.
Kedua lembaga pemerintah itu sudah sama-sama setuju dan sepakat RSD Barat dibangun, ini sebenarnya kesempatan masyarakat Krian mendapat pelayanan kesehatan lebih cepat dan lebih baik. Tetapi kenapa tidak segera diputuskan pemerintah dan DPRD. Warga di sini tidak tahu menahu proses pembiayaan, yang penting RSD cepat dibangun dan dapat dirasakan manfaatnya.
Menurut Heru, selama ini warga Krian yang sakit bertambah penderitaannya karena harus berobat ke RSUD Sidoarjo. Seadainya di Krian sudah tersedia RSD maka penanganan pasien bisa cepat diatasi. [hds]

Tags: