Kuasa Hukum Sebut Dakwaan Eks Perawat National Hospital Kabur

Zunaidi Abdilah, eks National Hospital selaku terdakwa dugaan pelecehan seksual saat menjalani sidang agenda eksepsi, Selasa (10/4). [abednego/bhirawa]

PN Surabaya, Bhirawa
Sidang dugaan pelecehan seksual terhadap pasien Rumah Sakit (RS) National Hospital dengan terdakwa Zunaidi Abdilah kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (10/4). Sidang lanjutan dugaan pelecehan seksual terhadap korban W ini beragendakan pembacaan eksepsi (nota keberatan atas dakwaan).
Pada sidang tertutup di ruang Tirta 2 PN Surabaya ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Agus Hamzah ini, Zunaidi mengenakan setelan warna putih, dibalut rompi merah bertuliskan tahanan. Kuasa hukum terdakwa, M Soleh usai persidangan dengan tegas menyatakan materi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak jelas dan kabur.
Sebab, lanjut Sholeh, dalam dakwaan tersebut tidak menguraikan secara detil bahwa terdakwa melakukan pencabulan usai bercakap-cakap dengan korban. Di samping itu, sangat tidak mungkin terdakwa melakukan pencabulan setelah sebelumnya ada percakapan dengan korban.
“Dengan adanya percakapan korban dengan terdakwa, artinya korban dalam keadaan sadar sebab mampu menjawab pertanyaan terdakwa dengan baik,” kata M Sholeh usai persidangan, Selasa (10/4).
Sholeh menjelaskan, terdapat kejanggalan dalam dakwaan JPU. Antara lain, tidak adanya saksi serta keterangan ahli. Sehingga penetapan tersangka pada Zunaidi tersebut cenderung gegabah dan tidak hati-hati. Dari sini dia menduga, penyidik Polrestabes Surabaya terkesan buru-buru dalam menetapkan tersangka.
Anehnya, Zunaidi ditangkap dan ditetapkan tersangka dahulu. Sedangkan alat bukti yang digunakan hanya keterangan pelapor saja. “Terdakwa yang mengakui melakukan pencabulan, bukanlah alat bukti. Bisa dijadikan bukti kalau itu sudah diungkapkan di persidangan,” jelasnya.
Sholeh juga menyoroti saat proses pemeriksaan pertama kali sebagai tersangka, Zunaidi tidak didampingi pengacara. Dalam Pasal 18 ayat (4) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 14 ayat 3 huruf d UU Nomor 12 tahun 2005 tentang Ratifiaksi Konvensi Internasional Hak-hak Sipil dan Politik menyatakan. “Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.
“Apa yang disampaikan terdakwa (Zunaidi) di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) akan dicabut semua di persidangan nanti,” tegasnya.
Sementara itu, usai sidang JPU Damang Anubowo mengaku akan menanggapi eksepsi kuasa hukum terdakwa dalam sidang lanjutan pada minggu depan. Namun, Jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya ini enggan menyampaikan apa yang menjadi keberatan pihaknya atas eksepsi terdakwa.
“Eksepsi ini masih belum masuk ke pokok perkara. Nanti pada sidang berikutnya akan kami sampaikan tanggapan eksepsi,” imbuhnya.
Kasus ini mencuat pada Kamis (25/2/2018) lalu saat pasien berinisal W mengunggah video berdurasi sekitar 52 detik. Dalam video tersebut, W yang berstatus pasien di RS NationalHospital memarahi perawat pria. Video tersebut menggambarkan pasien wanita duduk di ranjang menangis dan meminta pengakuan perawat laki-laki. Pasien tersebut menangis dan didampingi dua perawat. “Kamu remas payudara saya kan? Dua atau tiga kali. Kamu ngaku dulu apa yang kamu perbuat,” teriak wanita itu histeris sambil menunjuk ke arah perawat pria.
Tak terima dengan perlakuan perawat, suami W, Yudi Wibowo lantas melaporkan dugaan pelecehan tersebut ke Polrestabes Surabaya. Dalam perkara ini, terdakwa Zunaidi Abdilah didakwa dengan dakwaan tunggal, yakni melanggar Pasal 290 ayat 1 KUHP, dengan ancaman paling lama 7 tahun penjara. [bed]

Tags: