ADD Harus Dibarengi Pendampingan BUM Desa

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Jakarta, Bhirawa
Dibutuhkan sekitar 32.142 orang petugas pendamping dan pengawas untuk menyukseskan penggunaan dana desa Rp 20 triliun yang dikucurkan pemerintah pada 2015 ini. Penggunaan dana desa akan lebih baik dan tepat guna bila desa memiliki BUMD (Badan Usaha Milik Desa). Kegiatan pembangunan desa, jika dilaksanakan dengan sistem padat karya akan meminimalkan penyelewengan. Sebab dalam padat karya  tradisi kegotongroyongan masyarakat desa tetap kuat dan mempersatukan mereka.
“Pembangunan desa jangan sampai memakai sistem proyek dengan cara tender. Sebab, sistem proyek akan memudahkan penyelewengan. Dengan padat karya, masyarakat ikut aktif bekerja, bergotong royong dan semua merasa bertanggung jawab atas pembangunan desanya. Dalam sistem padat karya, kebocoran juga sangat kecil hanya 0,01 % saja. Sebaliknya, dalam sistem proyek banyak kencing di jalan-jalan yang dilaluinya,” papar Wakil Ketua Komisi II DPRRI yang mantan Menteri Desa Lukman Edy dalam dialog kenegaraan tentang Perpres Dana Desa yang diselenggarakan DPD RI, Rabu (9/9).
Nara sumber lain senator asal Maluku anggota Komite II DPD RI Jenderal Purn Nono Sampono dan mantan Dirjen Otoda Kemndagri Prof Djohermansyah Djohan (mantan Gubernur Riau).
Lukman Edy menyatakan, saat ini 80% dana desa sudah berada di kas para bupati. Dari jumlah itu baru 20% yang mengalir ke kas desa, dan yang sudah cair ke masyarakat baru 5% saja. Kondisi ini disebabkan, kepala desa takut salah menggunakan dana desa oleh adanya 3 rambu-rambu aturan penggunaan dana desa dari 3 kementerian. Yakni Kemenkeu, Kemendagri dan Kemendes, yang ketiganya saling berbenturan dalam mengatur dana desa.     “Mengatasi kerancuan peraturan dan untuk memudahkan pencairan dana desa, dibuatlah Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri. Namun SKB belum cukup juga memperlancar aliran dana desa ke kas desa. Maka diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2015 dengan tujuan dana desa bisa cepat meluncur ke sasaran,”tandas Lukman.
Sementara itu Prof Djohermansyah menilai langkah pemerintah yang mendahulukan pembangunan desa dan wilayah perbatasan sudah benar dan sesuai dengan Nawacita. Jika berhasil, maka kepadatan penduduk di kota akan berangsur berkurang. Hidupnya perekonomian desa oleh dana desa, akan menarik kembali penduduknya yang berada di kota-kota. Namun harus diingat, 2015 ini adalah tahun pertama gerakan pembangunan desa dengan dukungan dana desa. Jadi masyarakat harus maklum adanya gesekan dari perubahan kebiasaan.   “Pada 2015 awal pengucuran dana desa ini adalah masa transisi. Jadi masyarakat harus menyadari dan memaklumi, jangan asal menyalahkan dan saling tuding. Perubahan yang pasti menimbulkan gejolak ini harus kita hadapi bersama,” pesan Djohermansyah.
Senator Nono Sampono mndukung langkah pemerintah mengutamakan pembangunan wilayah perbatasan dan memberdayakan masyarakat desa dengan mengucurkan dana desa. Dia juga sepaham dengan rencana pembangunan tol laut untuk mendukung pembangunan pelosok Indonesia. Khusus persoalan pertanggungjawaban keuangan yang harus dibuat kepala desa, dia minta waktunya diperpanjang hingga 1 tahun. Batas waktu 3 bulan untuk pertanggungjawaban keuangan oleh kepala desa, menurutnya tidak layak.
“Tempo 3 bulan, itu masih awal kerja, jauh dari selesai. Apa yang harus dilaporkan? Apalagi dituntut lapor keuangan, ya tentu saja kepala desa jadi bingung dan takut menggunakan dana desa. Pertanggungjawaban keuangan yang pantas itu, setelah kerja rampung, sekitar 1 tahun lah,” pinta Nono Sampono. [ira]

Tags: