Kukuh Jaga Ekosistem

Bumi makin panas, telah dirasakan masyarakat di belahan bumi utara, yang seharusnya berhawa sejuk. Sampai harus pasang AC di sekolah. Sejak tahun 2022 berbagai negara Eropa (Prancis, Jerman, Inggris, dan Italia) dilanda gelombang panas. Suhu bisa mencapai 40 derajat Celcius. Menyebabkan lebih dari 20 ribu kematian. Perubahan iklim dituding sebagai pangkal pemanasan global. Intinya, seantero bumi kekurangan oksigen (dari tumbuhan, dan pohon).

Peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia (5 Juni) tahun 2023, bertema “Menundukkan Sampah Plastik.” Diharapkan terjadi perubahan perilaku penggunaan barang plastik. Bukan hanya sekali buang. Melainkan digunakan berkelanjutan (daur ulang). Namun yang lebih penting, menjaga lingkungan hidup (kosmis bumi) yang lebih sejuk. Terutama dengan penanaman pohon yang menghasilkan karbon. Sekaligus mencegah bencana ke-ikliman.

Ahli cuaca (dan Organisasi Meteorologi) sedunia, sedang berupaya mencegah pemanasan global yang lebih ekstrem. Selama tiga dekade terakhir, suhu di Eropa saat ini lebih panas dua kali lipat. Tahun 2022 menjadi rekor selama 20 tahun terakhir. Tidak di-ingin-kan seperti gelombang panas tahun 2003, yang menyebabkan 70 ribu kematian. Penyebabnya sudah dipastikan, daya dukung ekosistem lingkungan telah semakin merosot.

Kini seluruh dunia meng-upayakan penanaman pohon yang cepat tumbuh menghutan. Sekaligus memperbaiki iklim di perairan. Para ahli memilih tumbuhan mangrove (nama ilmiah Rhizophora). Hutan mangrove akan menjadi andalan produksi karbon, dengan nilai kontribusi sampai US$150 milyar. Indonesia diharapkan mampu menjadi paru-paru (sehat) dunia dengan menyumbang 75% kredit karbon. Saat ini pemerintah sedang menggenjot peng-hutanan 2 juta hektar wilayah pesisir dengan penanaman mangrove (hutan bakau).

Begitu pula rehabilitasi hutan mangrove yang rusak, menjadi prioritas. Termasuk tiga daerah di Jawa Timur (Banyuwangi, Probolinggo, dan Bangkalan) memperoleh jatah sebagai pusat restorasi mangrove. Berdasar data NFI (National Forest Inventory) rata-rata serapan karbon hutan mangrove di tujuh pulau besar di Indonesia sebanyak antara 100 ton hingga 393 ton per-hektar. Lebih besat dibanding hutan lahan kering primer (sebesar 126,64 ton per-hektar).

Hutan mangrove Jawa, sebagai ekosistem paling besar, bisa menyerap dan menyimpan karbon, sebanyak 393,62 ton per-hektar. Sehingga hutan mangrove di pulau Jawa, mulai Ujung Kulon (di Banten) hingga pesisir Muncar di Banyuwangi (ujung timur pulau Jawa), menjadi prioritas rehabilitasi. Serapan karbon telah menjadi komitmen dunia, sebagai upaya utama mengurangi emisi gas buang. Bahkan Uni Eropa (UE) sepakat menurunkan emisi (minimal) 55% pada tahun 2030.

Selain itu UE berkewajiban “membayar” penyediaan zat karbon kepada negara berkembang. Dua puluh negara maju, menjadi penyumbang terbesar emisi gas buang. Termasuk peluncuran satelit di Amerika, dan Perancis, menjadi kendaraan pembuang emisi terbesar. Berdasar komitmen (protokol) Kyoto dan Konvensi Iklim (Desember 2007) di Bali, negara maju berkewajiban membayar suplai zat karbon. Sedangkan negara berkembang yang masih memiliki hutan cukup memadai, berhak menerima anggaran untuk pemeliharaan lingkungan.

Termasuk Indonesia yang memiliki jutaan hektar hutan lindung, dan taman nasional, yang mensuplai oksigen dunia. Serta dukungan budaya daerah. Bahkan sudah terdapat BUMN ICDX (Indonesia Commodity and Derivative Exchange, Bursa Komoditi dan Derifatif Indonesia) telah berkomitmen mengembangkan pasar perdagangan karbon (carbon trading). Terutama system kredit karbon yang dihasilakn mangrove. Dalam keterangan resmi ICDX menyatakan, bahwa pengembangan perdagangan karbon akan terintegrasi dalam perdagangan komoditas.

Di Indonesia lingkungan hidup yang bersih, bukan sekadar propaganda, melainkan amanat kewajiban konstitusi. Tercantum dalam UUD pasal 28H ayat (1).

——— 000 ———

Rate this article!
Kukuh Jaga Ekosistem,5 / 5 ( 1votes )
Tags: