Kukuh Rawat Telaga

Telaga Warna Tulungagung

Ketersediaan air nasional telah dijamin iklim hujan tropik, namun dua musim yang bergantian terasa membawa dampak bencana. Musim hujan membawa dampak banjir dan longsor. Sampai pemerintah memiliki lembaga khusus yang mengurus “daya rusak air.” Berganti suasana musim kemarau tiba, terasa kekurangan air. Seolah-olah menjadi misteri, air lenyap. Permukaan sungai, danau, waduk, dan embung menyusut.
Ternyata, air tidak tersimpan (meresap ke dalam tanah). Karena daya dukung kawasan hulu tidak mampu menyimpan air. Bahkan kemarau selama lima tahun terakhir juga berdampak bencana kebakaran hutan dan lahan. Sampai dilakukan penyemprotan melalui udara dengan pesawat water bomber, berjuta-juta liter air disemprotkan. Juga rekayasa udara dengan menyeprotkan air garam, agar segera terbentuk awan.
Di Jawa Timur, hot-spot (titik api) melalap raturan hektar lahan gunung Lawu (di Ponorogo), gunung Wilis (di Madiun), dan gunung Kumitir (di Bondowoso). Saat ini, titik api nampak terang di kawasan gunung Raung (Banyuwangi), dan gunung Panderman (di kota Batu). Juga nampak hot-spot di gunung Arjuno-Welirang (di Mojokerto- Pasuruan). Pada kawasan pegunungan tidak hanya terjadi karhutla, tetapi juga menyusutnya air danau.
Kondisi danau Telaga Sarangan, kini sangat mengkhawatirkan karena proses sedimentasi. Berdasar catatan ukur Dinas PUPR Magetan, pendangkalan danau sekitar 33%. Semula (dua dekade lalu, awal 2000-an) permukaan air dana sedalam 36 meter. Saat ini hanya 24 meter. Pendangkalan diduga disebabkan erosi tebing, serta timbunan sampah wisatawan, dan limbah domestik masyarakat. Terutama sampah plastik yang berserakan di bibir telaga.
Kawasan Telaga Sarangan merupakan area resapan air, yang disuplai dari hutan gunung Lawu. Air di telaga bagai bak kontrol lingkungan. Manakala menyusut, bisa dipastikan “ke-darurat-an” hutan gunung Lawu rawan kebakaran. Hubungan kausalitas yang sama juga terjadi pada telaga Ngebel di lereng gunung Wilis. Manakala telaga Ngebel menyusut, bisa dipastikan hutan gunung Wilis akan mudah terbakar. Sudah terbukti.
Beberapa tampungan air alami yang berupa danau (telaga, situ), dan sungai, wajib selalu dipelihara (dilindungi). UU Nomor 11 tahun 1974 tentang Pengairan, sebagai pengganti UU Nomor 7 tahun 2004 (karena secara keseluruhan dibatalkan MK), meng-amanatkan melindungi air, dan sumber air. Pada pasal 13 ayat (1), dinyatakan, “Air, sumber-sumber air beserta bangunan-bangunan pengairan harus dilindungi serta diamankan, dipertahankan dan dijaga kelestariannya, supaya dapat memenuhi fungsinya.”
Pada ayat tersebut juga dirinci upaya perlindungan. Misalnya pada huruf b, dinyatakan, “Melakukan pengamanan dan pengendalian daya rusak air terhadap sumber-sumbernya dan daerah sekitarnya.” Berdasar UU itu pula, saat ini diupayakan “meruwat” danau sebagai sumber daya air. Sebelas Kementerian dilibatkan meng-audit, dan memperbaiki 15 danau. Indonesia memiliki lebih dari 800 danau (dan telaga), seratus diantaranya kesohor di dunia.
Kini sejumlah danau mulai kehilangan fungsi sebagai penghasil ikan, sumber air bersih, maupun habitat berbagai jenis fauna endemis. Kondisinya akan semakin parah jika tidak disertai inovasi dan kegigihan kinerja. Sebagian besar danau, dan telaga, terdeteksi rusak pada bagian bantaran, sekaligus rusak di daerah hulu. Terutama area tangkapan air yang tidak berfungsi baik, karena alih fungsi lahan.
Ke-berkah-an sumber air patut dibalas dengan pemuliaan. Tak lama, musim hujan akan segera datang. Kondisi wadah tampungan air bagai beradu kuat dengan curah hujan. Maka danau, waduk, dan embung, harus disiapkan. Kawasan hulu sungai (hutan), dan hilir (bantaran) juga harus dalam keadaan siaga musim. Sebelum diserobot air bah.

——— 000 ———

Rate this article!
Kukuh Rawat Telaga,5 / 5 ( 1votes )
Tags: