Kuliah Mencari Ilmu Bukan Mengejar Nilai

Riswanda Imenmawa

Riswanda Imenmawa
Bermodal dari mimpi yang sederhana, yaitu hanya ingin bisa bekerja, siapa sangka justru membawa harapan yang baru dari Wisudawan Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Ya, Riswanda Imenmawa tidak pernah berpikir untuk melanjutkan kuliah bahkan memperoleh Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tertinggi yaitu 3.9 melalui Program Bidik Misi.
“Pikiran saya cepat-cepat bantu orang tua setelah lulus SMA. Karena saat itu, orang tua baru saja pensiun dengan pemasukan tidak lebih dari satu juta rupiah,” kenang Riswanda dengan mata berkaca-kaca.
Namun, saat akan mendaftar ke sebuah perusahaan di Gresik, pihak sekolah justru menahannya dan memaksa dia untuk melanjutkan ke Perguaruan Tinggi.
“Wali kelas saya sampai menangis. Saya dirayu. Mereka bilang, kamu itu punya potensi untuk majudan bisa lebih baik. Mereka memotivasi saya habis-habisan,” ceritanya kembali menirukan Wali kelas dia saat itu.
Akhirnya, dirinya tergugah untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi. Tapi yang menjadi masalahnya adalah bimbang dalam memilih jurusan karena orangtuanya tidak pernah merasakan bangku kuliah. Sempat Riswan panggilan akrabnya memilih jurusan pendidikan fisika. “Lagi lagi para guru memarahi saya. Karena menurut mereka, dengan potensi yang saya punya tidak seharusnya sekedar menjadi guru,” ungkap dia.
Beberapa hari kemudian, Ia bertemu dengan salah satu alumni ITS yang datang ke sekolahnya dan menjelaskan soal program bidik misi. Program tersebutpun menjadi fokus perhatiannya. Mengingat ia berlatar dari keluarga yang tidak mampu. Saat akan mendaftar SBMPTN, Riswa terpilih untuk mengikuti olimpiade ke Rumania. Beruntung gurunya bersedia membantu dia untuk mendaftar. Akhirnya ia pun diterima dengan prestasi yang dibuktikkan dengan sertifikat yang mampu membawa dia lolos seleksi bidik misi.
Selama berkuliah, ia bercerita jangankan memikirkan bagaimana lulus dengan nilai terbaik, untuk bisa memahami dan menguasai materi saja itu sudah sangat cukup bagi dia. Salah satu kunci keberhasilannya adalah konsistensi.
“Saya tidak pernah mentargetkan nilai saya berapa ketika lulus. Selama perkuliahan saya hanya fokus ke ilmunya. Jika tidak paham saya akan bertanya dan bertanya kepada dosen hingga saya benar-benar paham. Soal IPK itu akan mengikutinya,” ujar dia.
Selain itu, untuk membantu keuangannya selama tinggal di Surabaya, ia mencoba peruntungan dengan menjadi mentor olimpiade di sejumlah daerah seperti Jombang, Malang, Probolinggo dan Gresik. Tiap kali menjadi mentor, upahnya cukup menggiurkan. Bisa mencapai Rp5 juta. “Uangnya buat saya. Tapi juga dikirim ke rumah untuk orang tua,” ungkap anak ketiga dari empat bersaudara ini.
Yang menarik, Riswanda jadi satu satunya lulusan di antara teman temannya yang sudah diterima bekerja. Sejak bulan Agustus, ia menjabat sebagai maintenance engineer di PT Essentra, perusahaan UK yang bergerak di bidang filter rokok.
“Alhamdulillah sejauh ini semua rencana tercapai semua,” pungkasnya. [ina]

Tags: