Kuliah Umum Rocky Gerung di UM Surabaya

Rektor UM Surabaya Dr dr Sukadiono memberikan cinderamata kepada pengamat politik Rocky Gerung yang menjadi pemateri dalam kuliah umum di UM Surabaya.

Kampus Punya Kebebasan Mimbar Akademis
Surabaya, Bhirawa
Menanggapi pernyataan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) terkait Pelarangan politik praktis di Kampus, Rocky Gerung punya pendapat tersendiri. Dalam kuliah umum yang diadakan UM Surabaya, Selasa (29/1) kemarin, Rocky menyoroti berbagai permasalahan yang ada di pemerintahan. Tentu dengan gaya khas pemikiran “akal sehat” ala Rocky Gerung.
Menurut pengamat politik, pelarangan politik praktis di kampus mencederai Tri Dharma Perguruan Tinggi. Ia menilai, jika hal itu dilarang, itu artinya mahasiswa maupun dosen tidak boleh berpikir soal keadilan di Indonesia. Padahal misi ketiga kampus, adalah untuk pengabdian masayarakat.
“Berpikir keadilan masyarakat ini kan bagian dari pengabdian masyarakat. Karena berbicara keadilan berbicara tentang kehidupan masyarakat. di kampus ini bagian dari pengabdian masyarakat,” ungkap dia.
Terlebih lagi, sambung dia, kampus mempunyai wilayah otonom tersendiri. Di mana, hal itu terkait kebebasan mimbar akademisi.”Karena itu disebutnya kampus, tempat pikiran diadu domba,”tegas pria yang akrab disapa bung Rocky ini.
Sedangkan Menristek, kata dia, hanya mempunyai kewenangan untuk mengatur administrasi kampus. Ia mencontohkan seperti mimbar akademis ynag digunakan dalam kuliah tamu “Membangun nalar kritis di kalangan kampus untuk Indonesia berkemajuan” merupakan milik civitas akademis untuk orasi politik. Namun, ia menekankan jika orasi politik harus didasari pada bentuk argument bukan sentimentil. Sebab, menurut dia tidak boleh ada batas dalam mimbar argument.
“Caranya mulailah menggeleng kepala dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Menggeleng artinya membuka ilmu pengetahuan,” jelas Rocky.
Sementara itu, Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya, Sukadiono menambahkan bagaimanapun juga aktifitas politik di dalam kampus bukan dibuat untuk melawan pemerintah. Melainkan sebagai oposisi untuk mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada masyarakat. baik itu datang dari dosen maupun mahasiswa.
“Dari hasil pemikiran bung Rocky tadi cakrawala pengetahuan kita semakin terbuka. Sikap kritis semakin tajam dengan pemikiran yang sifatnya konstektual sehingga ada dimensi-dimensi lain yang selama ini tidak berada dalam pikiran kita,” terang dia.
Lebih lanjut, misalnya seperti yang dijelaskan oleh bung Rocky tentang pembangunan infrastruktur yang tidak memikirkan cultural effect variable dan sisi psikologi masyarakat yang terimbas.
“Kalau semuanya pada lewat tol masyarakat menengah yang jualan di sepanjang jalan pantura tidak laku. Tidak ada lagi pengendara yang bersinggah membelin makanan atau beli oleh-oleh karena semua lewat tol. Yang diuntungkan siapa? impact begitu yang harus kita pikirkan” kata Sukadiono. [ina]

Tags: