Kualitas Pelayanan Dua RSUD Surabaya Rendah

Surabaya, Bhirawa
Kinerja pelayanan RSUD dr. Soewandhie dan Bhakti Dharma Husada (BDH) mendapat sorotan tajam dari Komisi D Bidang Kesra DPRD Kota Surabaya. Anggota dewan menilai kulaitas pelayanan dua rumah sakit itu  masih rendah.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Komisi D DPRD Surabaya Baktiono, Minggu, mengatakan hasil survei yang dilakukan Komisi D menyebutkan pelayanan di dua rumah sakit itu tingkat kualitas pelayanannya hanya 50 persen. Artinya, pelayanan di dua rumah sakit kurang memuaskan masyarakat. “Pelayanan ini tak hanya pada sisi pelayanan pegawainya, tapi juga peralatan medis yang tersedia,” katanya, Minggu (1/6).
Menurut dia, banyak warga yang tidak berani protes atas pelayanan buruk selama mereka berada di RSUD. Bahkan ada juga pasien khususnya yang menggunakan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mendapat perlakuan kasar dari petugas RSUD. “Pasien ini hanya diam saja dan menerima perlakuan tersebut. Warga juga banyak yang tidak berani protes,” katanya.
Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya, Yayuk Puji Rahayu, menambahkan saat ini banyak masyarakat pemegang Asuransi Kesehatan (Askes) yang mengeluh pelayanan rumah sakit milik pemerintah. Ini karena ada sejumlah sistem yang berubah setelah pelayanan Askes dilebur menjadi satu dengan BPJS Kesehatan.
Kesulitan ini, lanjut dia, misalnya pada obat. Saat sebelum menjadi BPJS, mendapatkan obat dengan Askes sangat mudah, namun sekarang menjadi sulit. Kemudian, ada obat yang harus membayar karena tidak dicover BPJS.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan dari hasil survei internal yang dilakukan, pelayanan di RSUD dr Soewandhie menunjukkan indeks kepuasan pasien atas pelayanan rumah sakit tersebut mencapai 78 persen.
Sedangkan indeks kepuasan pasien atas pelayanan di RSUD BDH mencapai 76 persen. Rata-rata yang menjadi keluhan, terutama di RSUD BDH adalah pada sisi perlengkapan medis.
Ini wajar mengingat RSUD BDH merupakan RS tipe C sehingga perlengkapan medisnya terbatas. “Pada 2012, tiap hari pasien yang ditangani sebanyak 300 orang. Kemudian pada 2013 naik menjadi 600 orang tiap hari,” katanya.
Febri menjelaskan, untuk mensurvei indeks kepuasan pasien ini, ada alat khusus yang ditempatkan di rumah sakit milik pemerintah. Kalau untuk pelayanan BPJS untuk pemegang Askes, itu sama seperti sebelumnya. Adanya perbedaan obat itu bukan berasal dari BPJS-nya, sebab yang menentukan obat adalah dokter.
Pasien tidak dapat menentukan obat sendiri. Kalau menentukan obat, tentu akan ditolak oleh dokter. Untuk pendaftaran BPJS, masyarakat sudah bisa mendaftar melalui bank yang bekerja sama dengan BPJS, sedangkan untuk mengambil kartu BPJS harus datang ke kantor BPJS yang ada di Jalan Dharmahusada.
“Sosialisasi mengenai program BPJS terus kami lakukan. Baik melalui Puskesmas maupun instansi-instansi yang lain. Puskesmas bisa melayani pasien BPJS. Jika ingin dirawat ke RSUD, harus ada rujukan dari Puskesmas,” katanya. [gat.ant]

Tags: