Kuliner Lobster Sempurnakan Pesona Pulau Gili Noko

Tidak terasa sempurna kalau ke Bawean tidak menikmati lezatnya kuliner sea food utamanya lobsternya. Rumah Makan Apung 70 siap memenuhi gelegak hasrat kuliner seafood yang dijamin segar dan murah.

Tidak terasa sempurna kalau ke Bawean tidak menikmati lezatnya kuliner sea food utamanya lobsternya. Rumah Makan Apung 70 siap memenuhi gelegak hasrat kuliner seafood yang dijamin segar dan murah.

Menyentuh Keperawanan Wisata Bahari Pulau Putri (2-bersambung).

Penyeberangan dari Pulau Gili – Noko kembali ke Dermaga relatif lebih tenang gelombangnya dibandingkan saat berangkat. Kecemasan dan ketakutan akan tingginya ombak tidak terjadi lagi.
Menurut Taufik, kepuasan dan kelegaan usai mengunjungi Pulau Noko Gili ternyata bukan saja karena keindahannya, tetapi karena sensasi melewati ombak yang menegangkan.
“Coba siapa tadi yang ketakutan saat akan berangkat,” tanya Taufik menggoda anggota rombongannya.
Rasa letih ditambah kondisi perut yang lapar menemukan obatnya ketika sampai di Rumah Makan Apung 70 berbagai hidangan sea food masih panas sudah tersedia di meja.
Di rumah makan ini, semua pengunjung boleh memilih jenis ikan apapun yang akan diambilkan langsung dari keramba sehingga dijamin kesegarannya.
“Khusus udang lobster, kalau ingin yang agak besar bisa pesan duluan karena akan saya ambilkan dari keramba milik saya,” kata H Sehan. Menurut Sehan, menikmati lobster di RM Apung 70 dijamin lebih istimewa.
“Di samping dijamin kesegarannya, harga juga jauh lebih murah dari tempat lain,” kata H Sehan berpromosi.
Memang, menurut salah satu anggota rombongan Sobirin harga lobster di Bawean jauh lebih murah dibanding harga di Surabaya atau Mojokerto. Sebagai contoh, kata Sobirin untuk harga Lobster dengan berat Rp 1 Kg di Bawean bisa diperoleh dengan harga Rp400 ribu. Sementara dengan berat yang sama di Mojokerto harga Rp600 – 800 ribu. Sementara kalau di Surabaya harganya di atas Rp1 juta.
“Kami menyediakan lobster dengan berbagai ukuran. Jadi kalau ingin memperoleh lobster yang sesuai ukuran silakan pesan dulu sebelum berlayar ke Pulau Noko dan Gilian. Begitu pulang dari Pulau hidangan lobster sesuai pesanan sudah siap,” tutur H Sehan.
Kepada Bhirawa H Sehan juga menyampaikan kritiknya terhadap kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang melarang nelayan menangkap Lobster yang masih kecil.
“Nelayan di Bawean itu hidupnya dari menangkap ikan termasuk lobster. Kalau menangkap lobster kecil dilarang, tolonglah diberi jalan keluar, misalnya dengan membantu nelayan untuk membuat keramba,” kritik H Sehan. Selama ini, lobster yang dijual di Jawa sebagian besar adalah lobster dari Bawean.
“Jangan merasa datang ke sini kalau belum menikmati lobster Bawean,” kata H Sehan promosi.
Usai menyantap lobster dan beraneka masakan ikan laut, rombongan pun melanjutkan perjalanan menelusuri JLB untuk mencicipi keindahan wisata di Bawean. Yusuf yang berperan sebagai guide tour menawarkan untuk mengunjungi wisata religius yang ada di Bawean.
“Wisata bahari dan kuliner sudah, bagaimana kalau sekarang ke wisata religi-nya di Bawean,” usul Yusuf. Ketua rombongan Taufik Hasyim pun akhirnya menyetujui untuk mengunjungi salah satu wisata religi yakni makam Waliyah Zainab yang berada di Desa Diponggo yang masih berada di Kecamatan Sangkapura.
Sekitar satu jam perjalanan sampailah rombongan di makam Waliyah Zainab. Sebelum mengunjungi makam, rombongan melakukan Salat sunat di masjid megah yang berada dalam kompleks makam. Usai berdoa, rombongan sempat dijamu Kepala Desa Diponggo Salim untuk sekadar ngopi bersama.
Menurut Salim, ada beberapa versi terkait sejarah Waliyah Zainab, salah satunya mengatakan Waliyah Zainab bernama Dewi Wardah, putri Kiai Agen Bungkul, salah seorang Pembesar Kota Surabaya keturunan Raja Majapahit. Waliyah Zainab menjadi salah satu makam yang dikunjungi pendatang yang mengunjungi Pulau Bawean. Di luar makam Waliyah Zainab lanjut Salim yang ternyata juga merupakan cucu pahlawan Nasional Harun Tohir yang saat ini juga menjadi nama Bandara Perintis di Bawean masih ada makam lain yang selalu jadi tujuan warga yang mengunjungi Bawean.
“Bawean memiliki potensi wisata religi yang patut dibanggakan, yakni makam para tokoh penyebar agama Islam yang memiliki nilai historis yang erat hubungannya dengan perkembangan agama Islam di Bawean,” tutur Salim. Makam yang selalu ramai didatangi di Bawean adalah Makam Maulana Umar Mas’ud, Makam Pangeran Cokro Kusumo, Makam Pangeran Purbo Negoro, Makam Jujuk Tampo, Makam Waliyah Zainab, Makam Jujuk Campa, Makam Syekh Yusuf, Jherat lanjheng (Kuburan Panjang), dll.
Usai menikmati kopi khas Bawean yang dihidangkan, rombonganpun memohon diri untuk melanjutkan perjalanan menelusuri JLB.
Tidak jauh dari lokasi Makam Waliyah Zainab, perjalanan melewati pantai yang indah. Kondisi yang waktu itu petang menyajikan pemandangan yang indah dilangit bersamaan dengan saat-saat sunset matahari. Dari balik kaca mobil, Bhirawa melihat banyak orang yang sedang menikmati indahnya sunset di atas pantai. Beberapa perahu nelayan nampak bergerak di laut menambah indahnya pemandanga laut petang itu. Ingin rasanya turun untuk sekadar menikmati indahnya Pantai yang menurut Yusuf bernama Pantai Mayangkara.
Seolah tahu keingian penumpangnya, Yusuf pun memperlambat laju mobilnya untuk memberi kesempatan penumpang menikmati indahnya langit di atas Pantai Mayangkara petang itu. Selain pantai Mayangkara jelas Yusuf, di Bawean ada lagi wisata pantai yang bernuansa religisu yaitu Pantai Kuburan Panjang. Pantai ini memiliki dua sisi yang terpisah daratan. Di satu sisi ombaknya yang tenang, sementara di sisi satunya dengan ombak yang kencang. Seperti namanya, pantai ini memiliki situs kuburan sepanjang 12 meter. Masyarakat percaya, kuburan panjang tersebut adalah kuburan dari para pengawal Aji Saka di Bawean. Karena nilai historisnya, kuburan ini dikeramatkan oleh masyarakat Bawean.
Lintasan JLB berikutnya melewati medan jalan yang berbeda-beda. Sesekali melewati perkampungan, dan sesekali melewati hutan yang sisi kirinya jurang nan gelap. Untung saja rombongan melewatinya dalam keadaan gelap sehingga tidak memperlihatkan kengerian. Menjelang lintasan akhir JLB, rombongan melihat sebuah pulau yang terlihat dari sisi JLB.
“Itulah pulau Cina,” kata Yusuf tanpa melihat ke anggota rombongan. Sayang kondisi saat itu sudah gelap sehingga tidak memungkinkan mengunjungi Pulau Cina yang menurut cerita Yusuf sangat menggoda.
Menurut Yusuf, salah satu tempat yang wajib didatangi jika ke Pulau Bawean adalah Pulau Cina yang terletak di Kecamatan Tambak.
“Tidak ada yang menjelaskan kenapa dinamai Pulau Cina. Yang menarik di pulau ini adalah gugusan batu karangnya yang sangat indah. Menjulang tinggai terutama yang kembar itu,” jelas Yusuf sambil mengemudikan mobilnya. Untuk mencapai Pulau Cina, bisa menyewa perahu milik warga dengan jarak tempuh sekitar 30 menit.
“Selain pemandangannya yang bagus, di sini juga surga buat mereka yang suka dunia bawah laut. Spot bagus untuk snorkeling,” jelasnya.
Menurut Yusuf, gugusan bebatuan yang memanjang serta batu karang kembar yang membentuk menara benar-benar menyajikan pemandangan yang luar biasa. Panorama semakin lengkap dengan air laut yang bening dan terumbu karang yang terlihat jelas dari atas perahu.
“Untuk melihat terumbu karang tidak harus menyelam terlalu dalam. Satu meter saja sudah bisa melihat dunia bawah laut yang luar biasa,” jelas Yusuf.
Ia bercerita jika masyarakat nelayan di Bawean berusaha menjaga lingkungan Pulau Cina agar tetap alami dengan tidak menggunakan potas dan juga bom saat menangkap ikan. Selain itu batu-batu di wilayah Pulau Cina yang halus dan bebentuk pipih banyak dimanfaatkan orang untuk dijadikan hiasan taman.
“Dulu banyak sekali yang mengambil batu di sini untuk dijual lagi tapi sekarang sudah dilarang. Dan saat petang ada pemandangan yang indah tepat saat matahari terbenam sempurna,” katanya.
“Banyak yang mempercayai siapa pun yang sudah datang ke Pulau Cina maka mereka akan kembali lagi ke sini, ke Pulau Bawean,” pungkas Yusuf. Tidak begitu lama setelah melintasi Pulau Cina, rombonganpun akhirnya kembali ke hotel. Tuntas sudah 360 derajat mengelingi Pulau Bawean melewati Jalan Lintas Bawean. Sungguh waktu yang terasa sedikit dibandingkan dengan potensi wisata yang tersedia. (bersambung).

Tags: