Kurikulum Baru SLB Siap Dimulai Tahun Anggaran 2014/2015


Dindik Jatim, Bhirawa
Tertundanya pelaksanaan kurikulum baru untuk Sekolah Luar Biasa (SLB) akhirnya terjawab. Pemerintah menjamin pada Tahun Ajaran (TA) 2014/2015 mendatang, implementasi kurikulum akan digelar serentak bersama sekolah reguler.
Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jatim Salamun mengatakan, pendataan jumlah SLB masih dilakukan. Termasuk dalam menentukan jumlah guru SLB yang didiklat oleh intruksturnya. “SLB mulai Tahun Anggaran 2014/2015 akan mengimplementasikan Kurikulum 2013,” tutur Salamun, Rabu (12/2).
Dia mengatakan, diklat untuk guru SLB ini akan berbeda dengan guru sekolah umum. Instrukturnya pun di luar instruktur nasional yang sudah ada. Perbedaan ini karena guru SLB menangani Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan cara pengajaran yang berbeda-beda. Salamun mencontohkan, cara pengajaran guru di SLB ada yang menggunakan body languange (bahasa tubuh) untuk menangani siswa tuna rungu dan wicara. Jadi, membutuhkan instruktur tersendiri dan berbeda dari sekolah umum. “Instrukturnya beda, tapi waktu pelaksanaan diklatnya dilakukan hampir bersamaan dengan guru sekolah reguler,” jelasnya.
Dia menyebutkan, jumlah SLB di Jatim sekitar 82 lembaga, terdiri atas SDLB, SMPLB, dan SMALB. Bila guru di SLB yang dilatih ada 10 orang, maka yang mendapat pelatihan implementasi Kurikulum 2013 ada sekitar 820 guru. “Kelas di SLB yang mengimplementasikannya nanti sama dengan sekolah reguler, yakni kelas I, II, IV dan V SDLB, kelas VII dan VIII untuk SMPLB, dan siswa kelas X dan XI SMALB,” tandasnya.
Seperti yang pernah diberitakan sebelumnya, implementasi kurikulum 2013 selama ini baru sebatas dilakukan pada sekolah-sekolah umum. Sedangkan SLB, baik itu SDLB, SMPLB, dan SMALB, belum ada sama sekali yang menerapkan kurikulum baru tersebut. Terjadi diskriminasi terhadap pelaksanaan kurikulum 2013.
Belum diterapkannya kurikulum 2013 di SLB terjadi sejak TA 2013/2014 lalu. Bahkan, untuk ajaran 2014/2015 mendatang, SLB sepertinya masih belum menerapkan kembali. “Kurikulum 2013 sebatas dipersiapkan untuk SD, SMP, dan SMK. Bagaimana dengan SLB? Saya sudah berkali-kali bertanya ke pusat tapi jawabannya masih dirumuskan,” kata Kabid TK, SD, dan Pendidikan Khusus (PK) Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim) Nuryanto.
Menurut dia, merumuskan kurikulum 2013 ke SLB dianggap pusat tidak terlalu mudah. Apalagi, di dalam SLB terdapat siswa dengan berbagai macam ketunaan, baik secara fisik maupun kognitif dan afektif. Untuk itu, diperlukan kejelian dalam merumuskannya.

Namun, bagi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yang mendidik  ABK, kurikulum 2013 tetap dijalankan. Sekolah ini biasanya melakukan modifikasi kurikulum dengan menyesuaikan ketunaan yang disandang oleh ABK tadi. “Selain memodifikasi biar sesuai, sekolah inklusif juga menyediakan Guru Pendamping Khusus (GPK),” ujarnya.
Nuryanto menerangkan, di dalam SLB, kendala yang dihadapi dalam memodifikasi kurikulum adalah kepada anak slow learner, autis, hiperaktif, dan sejenisnya. Sebab, ini berkaitan dengan IQ dan afektif anak. “Kalau pada anak tuna netra kan bisa menggunakan huruf braille, tuna daksa bisa dibantu alat sesuai dengan kekurangannya apa. Tapi, menyesuaikan dengan anak autis, slow learner, atau hiperaktif ini diperlukan kejelian,” katanya.
Dijelaskannya implementasi kurikulum 2013 kepada anak SMK itu juga sulit, karena memiliki 100 lebih kompetensi. Tapi itu bisa diatasi karena yang dididik adalah siswa normal, bukan seperti SLB. [tam]