Kurikulum Mengambang, Sekolah Berjalan Sendiri

Dr Saiful Rachman

Dr Saiful Rachman

Dindik Jatim, Bhirawa
Kebijakan pemerintah pusat, Kemendikbud, terkait kurikulum yang digunakan satuan pendidikan(sekolah,red) ternyata masih mengambang dan tidak jelas sampai saat ini. Selama ini sekolah langsung mengajukan usulan penggunaan kurikulum kepada Kemenndikbud tanpa perlu berkoordinasi dengan dinas pendidikan di daerah masing-masing.  Akibatnya sekolah terkesan berjalan sendiri-sendiri dalam menyelenggarakan proses pendidikan tanpa pembinaan dari Dinas pendidikan.
Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Dr Saiful Rachman mengatakan, sampai saat ini tidak ada koordinasi dari pusat untuk membicarakan penggunaan kurikulum di sekolah termasuk kurikulum K-13. Sehingga , lanjut Syaiful, saat ini masih ada dua kurikulum yang digunakan sekolah. Yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan K-13 itu sendiri.
Pada kesempatan kemarin, mantan Kabadiklat Jatim ini juga mengakui sekolah-sekolah ternyata mengajukan penggunaan kurikulum langsung pada kemendikbud melalui Pusat Kurikulum (Puskur) Kemendikbud, tanpa berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan . Sehingga mereka yang merasa mampu melakukan K-13 bisa mengajukan langsung ke pusat.
“Tapi kelemahannya dengan pola semacam ini sekolah terkesan jalan sendiri-sendiri. Dinas Pendidikan di kabupaten/kota sendiri tidak akan tahu kalau tidak dilapori sekolah,” tutur Saiful saat dihubungi, Selasa (28/7).
Seperti diketahui, terdapat 1.053 lembaga sekolah yang menjadi pilot project untuk melaksanakan K-13. Namun data ini terus berkembang seiring pengajuan yang dilakukan masing-masing sekolah.
Ketidakjelasan mengenai kelanjutan K-13 ini cukup memantik keprihatinan dirinya. Sebab, satu-satunya yang mengikat dalam pendidikan itu adalah kurikulum dan harus bersifat nasional. “Kurikulum ini pemersatu bangsa. Kalau beda-beda, bukan kurikulum lagi namanya,” sesal dia.
Di sisi lain, pelaksanaan K-13 yang telah sampai pada tahun ketiga ini akan dihadapkan pada Ujian Nasional (UN). Karena itu, pemerintah baik di kabupaten/kota maupun provinsi harus melakukan verifikasi lebih cermat sekolah mana saja yang benar-benar sudah melaksanakan K-13 dan yang belum.
“Disetujui menggunakan K-13 atau tidak itu baru bisa diketahui setelah statusnya di Dapodik (Data pokok pendidikan) diizinkan atau tidak,” tutur dia. Dan itu yang tahu sekolah masing-masing.
Status sekolah menggunakan kurikulum apa harus jelas. Karena ini berkaitan dengan soal yang berlaku dalam UN 2016 mendatang. “UN tahun mendatang akan menggunakan gabungan dua kurikulum. Tapi kita belum tahu, apakah satu naskah terdiri dari KTSP dan K-13, atau masing-masing kurikulum berbeda naskah soalnya,” tutur dia.
Sementara di Surabaya sendiri, jumlah sekolah yang telah melaksanakan K-13 cukup tinggi. Mulai jenjang SD sebanyak 535 lembaga negeri dan swasta, SMP 180 negeri dan swasta, 31 lembaga SMA negeri dan swasta serta 20 SMK negeri dan swasta.
“Kita sudah melaksanakan selama tiga tahun. Sehingga seluruh sekolah negeri sudah melaksanakan K-13 seluruhnya. Tinggal beberapa sekolah swasta yang belum,” tutur Kabid Dikdas Dindik Surabaya Eko Prasetyoningsih.
Eko menceritakan, pada saat moratorium K-13 oleh Kemendikbud, sekolah-sekolah ini sempat ditolak untuk melanjutkan K-13 karena tidak masuk dalam sasaran pilot project. Namun setelah diajukan kembali, Kemendikbud pun akhirnya mengizinkan. “Kita belum tahu bagaimana nantinya konsep UN. Yang jelas, saat ini kita terus melatih guru yang belum mendapat pelatihan K-13,” tutur dia.
Tahun ini, untuk jenjang SD terdapat 350 guru yang akan dilatih K-13. Masing-masing untuk kelas 6 sebanyak 300 guru dan kelas 3 sebanyak 50 guru. Sebelumya, pelatihan ini juga telah dilaksanakan oleh LPMP dengan sasaran 680 guru kelas 6 dan 540 guru kelas 3. “Yang akan kita latih ini karena belum mendapat pelatihan dari LPMP. Sehingga kita mengumpulkan lagi pada 12-14 Agustus mendatang untuk dilatih,” pungkas dia. [tam]

Tags: