La Nina, Pelaku Bisnis Diharap Serap Garam Petani

Aktivitas petani garam di Sumenep.

Aktivitas petani garam di Sumenep.

Pemprov, Bhirawa
Badai La Nina menurut ramalan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) berlangsung Juli-September, mencemaskan petani garam di Jatim khsusnya di Pulau Madura. Pasalnya, akibat adanya perubahan iklim tersebut dimana hujan akan sering turun berdampak pada hasil produksi tahun 2016.
Saat ini, stok garam Jatim masih cukup. Menurut data HMPG total garam di di 11kab/kota masih sekitar 250 ribu ton. Sebelah daerah penyangga garam di jatim ini diantara, Kab Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Tuban, Lamongan, Gresik, Sidoarjo dan Kota Surabaya. Sementara stok yang adai di PT Garam masih 150 ribu ton.
‘’Kami berharap para pelaku usaha menyesuaikan penyerapan dengan hukum kelangkaan barang,’’ terang Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jatim, Muhammad Hasan, Senin (25/7).
Menurutnya, harga yang realistis untuk garam kualitas tiga yang biasanya Rp430 hingga Rp450 per kg bisa naik sampe Rp500 per Kg. Sedangkan K2  yang berharga Rp550 per Kg bisa berganti Rp650 per Kg. Sedangkan untuk K1 dari Rp750 menjadi Rp850 per Kg.
Menurut Hasan, tahun 2015, total produksi garam nasional mencapai 3,2 juta ton dan sudah mampu memenuhi kebutuhan garam konsumsi yang hanya 1,6 juta ton. Sedangkan untuk garam industri, dari kebutuhan 2,2 juta ton, yang bisa disumbangkan petani memang baru 1,1 juta ton. Nah, kekurangannya bisa dipenuhi dari impor.
‘’Mestinya kalau impor ya harus tegas, yakni hanya untuk memenuhi kekurangan garam industri,’’ katanya yang juga menambahkan kalau saat ini, kondisi garam rakyat masih menumpuk di gudang-gudang dan penyerapannya kurang dari 30%.
Dikatakannya, pengalaman tahun 2010 saat Badai Lani juga terjadi pada sejumlah wilayah di Indonesia, produksi garam saat itu hanya 30.600 ton akibat dari panen di sejumlah sentra produksi antara 1.000 hingga 7.000 ton. Padahaldengan iklim yang normal rata-rata produksi per tahun 1,2 juta ton.
Siklus La Nina biasanya terjadi dalam lima tahunan. Setelah La Nina, empat tahun berikutnya iklim akan lebih kering. Hingga tahun kelima setelah La Nina akan terjadi El Nino saat musim kemarau akan lebih panjang.
Dalam kesempatan ini, Hasan mengatakan, dalam waktu dekat pemerintah pusat dikabarkan akan segera melangsungkan impor garam,  namun diharapkan tidak menjatuhkan garam milik petani. Pasalnya, terkadang impor garam untuk industri itu kenyataannya bocor menjadi garam konsumsi masyarakat. Hal itu tentunya merugikan garam konsumsi yang dihasilkan petani garam.
Sedangkan Kepala Diskanla Jatim melalui Kabid Kelautan, Pesisir dan Pengawasan (KPP), Ir FatkhurRozaq MSi memprihatinkan kondisi pergaraman saat ini dikala diterpa cuaca La Nina yang menyebabkan produksi mengalami penurunan. Meskipun, September diperkirakan petani garam akan berusaha melangsungkan produksi garamnya kembali.
‘’Padahal mulai Mei, petani garam sudah menyiapkan pematang dan dasar tambaknya, namun sampai saat ini belum bisa dilakukan karena La Nina. Untuk membantu petani garam, seharusnya penyerapan garam ini harganya perlu disesuaikan. Diaturlah pasar itu dengan bijak.  Jika musim ini terus hingga ketemu hujan lagi praktis tidak ada produksi garam di 2016,’’ ungkapnya.
Dikatakannya, kebutuhan garam untuk nasional 3,3 juta ton, dari garam konsumsi 1,5 ton dan garam industri sebesar 1,8 juta ton. ‘’Di Jatim, kebutuhan garam konsumsi itu 150 ribu ton dalam setahun. Artinya, kebutuhan garam konsumsi bagi Jatim sendiri masih masuk dalam swasembada garam, seharusnya juga tidak perlu impor,’’ katanya. [rac]

Tags: