La Nyalla Matalitti: Diperlukan UU BUMDes untuk Bangkitkan Perekonomian Desa

Ketua DPD RI La Nyalla Matalitti

Jakarta, Bhirawa.
Dana Desa yang dikucurkan pemerintah pusat, dapat dimanfaatkan untuk membentuk  badan usaha desa, yang pada akhirnya bisa menjadi sarana pengungkit perekonomian desa. Maka perlu didorong lahirnya RUU Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), sebagai pendukung bangkitnya perekonomian desa.

“Jika hal itu terjadi di semua desa, maka daya ungkit ekonomi di desa akan menjadi efek ekonomi desa. Yang pada akhirnya, desa menjadi kekuatan ekonomi. Jika desa menjadi kekuatan ekonomi, maka kabupaten atau kota, njuga menjadi kekuatan ekonomi. Pada ujung nya, kita akan mampu mewujudkan Indonesia makmur dan sejahtera,” ungkap Ketua DPD RI La Nyalla Matalitti dalam rapat kerja dengan Bupati Pamekasan-Madura Badrul Taman di Surabaya, Kamis (25/2).

La Nyalla menganggap penting, adanya daerah bahkan desa yang menjadi kekuatan ekonomi. Sebagai wakil daerah, Senator asal Jatim ini menganggap, pertumbuhan ekonomi daerah lebih strategis dibanding Isue otonomi daerah. 

“Yang harus menjadi concern kita bersama adalah bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Karena, hasil akhir yang ingin kita tuju adalah kemakmuran rakyat di daerah,”ungkap LaNyala.

Disebutkan, pertumbuhan ekonomi juga menjadi indikator bagi kesuksesan pemekaran wilayah. Pembentukan provinsi baru maupun pembentukan kabupaten/kota baru, saat ini diukur dengan kemampuan fiskal daerah.

“Tolok ukur yang kita gunakan adalah kemandirian fiskal. Yaitu kemampuan Pemda untuk membiayai sendiri kegiatan Pemda, tanpa tergantung bantuan dari luar. Termasuk dari pemerintah pusat. Inilah yang harus menjadi concern kita semua,” tutur La Nyalla.

Dikatakan, alat ukur pemerintah masih sama yakni kemandirian fiskal daerah. Sehingga pemerintah masih melakukan moratorium Daerah Otonomi baru. Oleh karena itu, motivasi dan road map diperlukan, agar stakeholder di daerah menyiapkan diri untuk fokus kepada upaya yang memastikan kemandirian fiskal bisa terwujud.

Dari data yang ada, Pemprov yang belum mandiri ada 10 dari 34 provinsi yang ada, pada tahun anggaran 2018. Angka ini turun menjadi 8 dari 34 provinsi pada tahun anggaran 2019.

Sementara, pemerintah kabupaten/kota yang belum mandiri sebanyak 471 dari 508 kabupaten/kota pada 2018. Jumlah tersebut mengusut menjadi 458 kabupaten/kota pada tahun anggaran 2019.

“Yang harus dicermati,sedikitnya 102 daerah memiliki indeks kemandirian fiskal dibawah 0,05. Artinya, masih sangat parah. Hal ini menunjukkan bahwa daerah-daerah tersebut sangat tergantung dengan dana transfer, karena PAD-nya hanya cukup untuk membiayai 5% saja dari belanja daerah,” ungkap La Nyalla. [ira]

Tags: