Lagi, HNSI Tolak Peraturan Menteri KP 2015

Aktivitas nelayan di Pasuruan. Para nelayan yang tergabung dalam HNSI ngotot menolak Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 1 dan 2 Tahun 2015 karena dianggap menyengsarakan kehidupan mereka.

Aktivitas nelayan di Pasuruan. Para nelayan yang tergabung dalam HNSI ngotot menolak Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 1 dan 2 Tahun 2015 karena dianggap menyengsarakan kehidupan mereka.

Pasuruan, Bhirawa
Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) se-Jawa Timur menolak kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan meminta mencabut Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan (KP) No 1 dan 2 Tahun 2015.
“Kami beberapa waktu  lalu sudah melakukan hearing  bersama membahas Permen ini dengan hasil penolakan dan untuk dicabut,” kata aggota Tim Tujuh HSNI Perwakilan Pasuruan Sucipto, Selasa (3/3).
Ia mengatakan, dalam hearing atau dengan pendapat tersebut di antaranya hadir Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Jatim, anggota DPRD Jatim dan pengurus HNSI Jatim dengan tegas menolak pemberlakuan Permen KP tentang pelarangan penggunaan pukat hela dan pukat harimau. “Alasan penolakan Permen ini nantinya akan menimbulkan keresahan di masyarakat, di antaranya di bidang perekonomian yang akan mengalami penurunan sehingga angka kriminalitas meningkat,” katanya.
Dalam Permen tersebut, lanjutnya dianggap memberatkan industri pengolahan ikan maupun para nelayan karena penggunaan alat seperti pukat hela dan tarik serta trawl atau pukat harimau yang dilarang. “Meskipun Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memberikan toleransi tentang peraturan tersebut hingga September, kami tetap dengan tegas menolaknya,” ujarnya.
Menurutnya, peraturan menteri tersebut secara hukum masih lemah karena banyak pihak yang masih menolak dan ingin agar peraturan itu dicabut atau diubah agar tidak menyengsarakan masyarakat. “Selain tentang penangkapan ikan dalam peraturan tersebut juga mengatur tentang penangkapan udang, kepiting, dan lobster. Kepiting betina atau kepiting telur sekarang sudah tidak boleh lagi diekspor, hasilnya para pengusaha mengalami penurunan,” ungkapnya.
Ia mengatakan, HNSI se-Jatim akan berangkat ke Jakarta untuk berbicara langsung dengan Menteri Kelautan dan Perikanan atas keresahan yang timbul karena peraturan yang dikeluarkan oleh Susi Pudjiastuti tersebut. “Kami akan menyusul ke Jakarta untuk berbicara langsung dengan Bu Susi, namun kami masih menunggu anggota DPR yang melakukan masa reses di beberapa tempat,” katanya.
Sebelumnya Gubernur Jatim Dr H Soekarwo meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menunda dua kebijakan baru bagi nelayan. Soekarwo berharap Menteri Susi mengkaji kebijakan itu dari sisi efektivitas sebelum diberlakukan.
“Akhir pekan lalu surat permohonan penundaan sudah kami kirim, intinya agar mengkaji kebijakan itu dulu, karena nelayan belum ada pilihan kalau peraturannya langsung diberlakukan,” jelas Pakde Karwo, panggilan karibnya.
Dua kebijakan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri KP No 1 Tahun 2015 tentang larangan penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan bertelur, sekaligus melarang ekspor bibit ketiga jenis hewan tersebut. Lalu Peraturan Menteri KP No 2 Tahun  2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
Jika dua kebijakan itu langsung diberlakukan, akan mengundang resistensi dari kalangan nelayan, khususnya di Jatim. Apalagi, kata Soekarwo, penggunaan alat pukat hela dan pukat tarik sudah akrab di kalangan nelayan karena telah diterapkan secara turun-temurun dari nenek moyangnya.
Atas kebijakan menteri Susi, nelayan Jatim melalui Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jatim sempat menggelar aksi penolakan. Mereka menilai, kebijakan Menteri Susi justru membunuh mata pencaharian nelayan. HNSI Jatim menyebut, sebanyak 1,025 juta nelayan di Jatim masih menangkap ikan menggunakan pukat tarik. Jika kebijakan itu dipaksakan, bisa dipastikan 1,025 juta nelayan di Jatim kehilangan pekerjaan. [hil]

Tags: